Homili 8 Juni 2019

Hari Sabtu, Pekan Paskah ke-VII
Kis. 28:16-20,30-31
Mzm. 11:4,5,7
Yoh. 21:20-25

Manakah Prioritas Hidupmu?

Salah satu titik kelemahan orang-orang tertentu adalah mereka belum memiliki sebuah perencanaan program hidup (personal plan of life). Akibatnya orang itu hidupnya serupa dengan dedaunan di sebuah pohon yang diamati dalam menentukan arah tiupan angin. Kalau arah tiupan angin dari samping kiri maka orang akan mengatakan bahwa arah anginnya dari samping kiri. Artinya orang yang tidak memiliki perencanaan hidup pribadinya akan bergerak mengikuti arah angin saja. Hasilnya tentu tidak jelas karena hanya mengikuti arah angin saja. Lalu apa yang harus dimiliki oleh setiap pribadi? Sebuah perencanaan program hidup pribadi akan menjadi pengarah bagi setiap pribadi untuk melakukan tugas-tugasnya secara lebih baik, terukur dan tentu hasilnya akan lebih baik dan memuaskannya. Berkaitan dengan perencanaan hidup pribadi ini, setiap orang akan menentukan prioritas-prioritas di dalam hidupnya. Tentu disesuaikan dengan banyak pertimbangan yang ada di dalam diri orang tersebut. Skala prioritas akan membantu keteraturan hidup orang setiap hari. Orang akan merasa sungguh-sungguh manusia yang hidup di dunia ini.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Sabtu terakhir dalam masa Paskah ini membuka wawasan kita untuk memahami rencana Tuhan bagi diri kita masing-masing dan bagaimana kita menjawabi rencana Tuhan ini dengan sebuah perencanaan hidup pribadi yang lebih baik. Dalam bacaan Injil hari ini (Yoh 21:20-25), kita berjumpa dengan dua sosok penting dalam Gereja perdana yang begitu menyatu dengan Yesus sebagai murid inti. Mereka adalah Petrus dan Yohanes. Petrus pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, namun Tuhan Yesus memiliki rencana lain baginya. Tuhan Yesus membaharuinya. Sebab itu Petrus juga membaharui komitmen kasihnya kepada Yesus. Yesus mengajaknya untuk mengikuti dengan sebuah tugas sebagai gembala bagi domba-domba. Selanjutnya Petrus merasa diri sangat berbeda dengan Yohanes. Misalnya, ia mungkin berpikir pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali tetapi diajak oleh Yesus untuk mengikuti-Nya dari dekat. Bagaimana dengan Yohanes yang tidak pernah menyangkal Yesus, dia bahkan setia sampai berada di bawah kaki Salib-Nya. Yesus sendiri menyerahkan ibu-Nya kepada Yohanes. Yesus sudah tahu bahwa Yohanes juga memiliki prioritas utama yakni menghadirkan Yesus sebagai kasih Bapa bagi manusia.

Beban pikiran ini melintas dalam pikiran Petrus ketika berjalan bersama Yesus. Dikisahkan dalam Injil Yohanes bahwa ketika Petrus sedang berjalan bersama Yesus, ia menoleh dan melihat Yohanes juga sedang mengikuti mereka berdua. Petrus tidak sabar untuk bertanya: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” (Yoh 21:21). Tuhan Yesus mengenal dengan baik Petrus maka Ia berkata: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.” (Yoh 21:22). Sikap Petrus ini menunjukkan pertama, perasaan dirinya sebagai orang berdosa. Bayang-bayang masa lalunya terutama ketika menyangkal Yesus sebanyak tiga kali masih menghantui pikirannya. Padahal ia sudah berubah karena kasih Yesus Kristus yang sedang berjalan bersamanya. Kedua, Petrus belum focus dalam perjalanannya bersama Yesus sebagai prioritas utamanya. Ia masih memikirkan orang lain, membandingkan dirinya dengan orang lain sehingga ia mengikuti Yesus dengan perasaan gelisah. Untung saja Tuhan Yesus menguatkannya dengan berkata: “Ikutlah Aku”. Nah ujian prioritas bagi Petrus benar-benar ada di sini. Namun ia tegar untuk mengikuti Yesus sampai tuntas karena kasih. Maka jelaslah prioritas utama Petrus sekarang adalah mewartakan Yesus Kristus yang sedang diikutinya dari dekat sebagai gembala.

Sosok kedua adalah Yohanes Penginjil. Ia merupakan figur karismatis di dalam Gereja perdana. Dikatakan figure karismatis karena kelekatannya pada Yesus. Mengapa? Dialah murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?” (Yoh 21:20). Dialah murid sekaligus penulis Injil yang memiliki skala prioritas yang jelas. Perhatikanlah skala prioritas Yohanes dalam Injilnya: “Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:24-25). Prioritas Yohanes adalah membuktikan bahwa Yesus adalah kasih Bapa bagi manusia. Kasih yang menyelamatkan manusia sampai tuntas.

Sosok ketiga kita temukan dalam bacaan pertama yaitu Paulus. Paulus adalah gambaran pribadi yang tulus ketika memandang wajah Tuhan (Mzm 11:7b) dengan penuh iman. Sebab itu ketika dia naik banding karena pengadilan tidak berhasil membuktikan kesalahannya, ia pun berangkat ke Roma. Ia tetap menjadi seorang tahanan rumah. Ada seorang prajurit yang mengawalnya. Ia menggunakan banyak waktunya untuk tetap menginjil di kota Roma. Ia memanggil orang-orang Yahudi dalam suatu pertemuan, dan mengatakan: “Saudara-saudara, meskipun aku tidak berbuat kesalahan terhadap bangsa kita atau terhadap adat istiadat nenek moyang kita, namun aku ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang-orang Roma.” (Kis 28:17).

Paulus keluar dan masuk penjara karena cintanya kepada Tuhan Yesus. Tidak ada sebuah alasan apapun yang membuatnya mundur. Ia mengatakan bahwa justru karena pengharapan Israel yaitu Yesus Kristus maka Ia memberi dirinya diikat dan dibelenggu. St. Lukas melukiskan di dalam Kisah Para Rasul bahwa Paulus adalah sosok yang mandiri. Ia tinggal di rumah yang disewanya, ia menerima semua orang yang datang kepadanya. Ia tetap teguh mewartakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Yesus Kristus, meskipun ada banyak kesulitan di hadapannya. Paulus memang punya skala prioritas yakni nomor satu Yesus, nomor dua Yesus dan nomor tiga Yesus. Yesus adalah segalanya bagi Paulus. Ia mengasihi Yesus sampai tuntas.

Pada hari ini kita sangat dikuatkan oleh dua orang martir yang menumpahkan darah karena kasih kepada Kristus. Mereka adalah Petrus dan Paulus. Kita juga mengalami kekuatan dari Yohanes yang menjadi martir cinta kasih. Ia memberi dirinya kepada Tuhan Yesus sampai tuntas. Bagaimana dengan kita? Manakah prioritas dalam hidupmu?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply