Homili 30 Oktober 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 8:26-30
Mzm. 13:4-5,6
Luk. 13:22-30

Aku percaya akan kasih-setia-Mu

Saya pernah berjumpa dengan seorang umat yang sedang bergumul dengan hidupnya. Ia merasa begitu berat hidupnya di dunia ini. Masalah datang silih berganti dalam kehidupan pribadi dan keluarganya. Ia merasa lelah dengan hidupnya. Di saat-saat yang sulit ini ia berniat untuk menjauh dari Tuhan. Kebiasaannya yang baik untuk berdoa dan berdevosi juga diabaikannya. Pada suatu hari ia diajak sahabatnya untuk mengikuti sebuah seminar di gereja dengan tema: “Kasih setia Tuhan membaharui diri kita” Seminar ini benar-benar membuka pikiran, mata dan hatinya untuk keluar dari pergumulan hidupnya ini. Ia baru sadar bahwa kasih setia Tuhan itu selalu ada dan Tuhan sendiri membaharuinya. Selama bergumul ia hanya berpikir bahwa Tuhan tidak setia kepadanya. Kali ini ia percaya bahwa Tuhan Allah setia kepadanya dan ia pun mengaku di hadirat Tuhan: “Aku percaya akan kasih setia-Mu, ya Tuhan”. Ia berubah menjadi baru di mata Tuhan dan sesamanya.

Saya mendengar kisah hidupnya dengan perhatian dan penuh hati sukacita. Bagi saya, sebuah proses pertobatan pribadi memang selalu indah. Orang yang benar-benar bertobat merasakan sebuah perubahan yang radikal dalam hidupnya di hadapan Tuhan dan sesamanya. Ia akan merasakan pengalaman Raja Daud yang sering jatuh ke dalam dosa tetap cepat sadar dan berubah menjadi lebih baik lagi. Raja Daud sendiri bersaksi begini: “Aku percaya akan kasih setia-Mu, hatiku bersorak sorai karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk Tuhan karena Ia telah berbuat baik kepadaku.” (Mzm 13:6). Doa dari lubuk hati terdalam Raja Daud ini dapat juga menjadi doa kita ketika sadar diri sebagai orang berdosa, yang kurang percaya kepada kasih setia Tuhan dan berusaha untuk percaya dan setia kepada Tuhan.

Penginjil Lukas hari ini mengisahkan tentang kelanjutan perjalanan Yesus ke Yerusalem. Ia mengulangi sebuah kebiasaan yang baik yakni ‘berkeliling dan berbuat baik’. Ia berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambal mengajar. Ini berarti Kerajaan Allah dan Khabar Sukacita benar-benar sampai pada tujuannya. Maka ada orang, tanpa nama bertanya tentang misi dan karya Yesus di antara mereka: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Tuhan Yesus memang beda. Ia tidak menjawab pertanyaan orang itu tentang kuantitas atau sedikit banyaknya orang yang diselamatkan. Ia justru membantu mereka untuk mencari jalan yang pasti untuk memperoleh keselamatan yang dimaksud. Untuk itu Yesus berkata: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” (Luk 13:24). Untuk mencapai keselamatan orang tidak hanya bermimpi untuk mencapai keselamatan tetapi harus berusaha, berkurban bahkan siap untuk menderita seperti Yesus sendiri. Untuk menyelamatkan manusia, Yesus menderita hingga wafat di kayu salib. Manusia yang mendambakan keselamatan harus menyerupai Yesus sang Penebus.

Kita semua harus berjuang melalui pintu yang sesak. Dalam berjuang, kita tidak perlu menghitung berapa banyak perbuatan baik yang sudah kita lakukan di dunia ini, apakah kita rajin berdoa, selalu mengambil bagian dalam kehidupan menggereja dan lain sebagainya. Semua ini adalah urusannya Tuhan untuk menghitung karena Dia mengenal kita. Tugas kita adalah sebagai hamba yang melakukan apa yang harus kita lakukan sebagai hamba-Nya. Hanya dengan demikian Ia benar-benar mengenal kita dan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuan-Nya. Kalau tidak Ia akan berkata: “Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Luk 13:27). Menjadi orang katolik bukan hanya sekedar dibaptis dan ikut dalam kegiatan Gereja. Hal yang lebih penting adalah melakukan kehendak Tuhan di dalam hidup kita, terutama percaya akan kasih setia-Nya, dan berusaha untuk melakukan kasih setia Tuhan kepada sesama kita. Kesetiaan sebagai pengikut Tuhan Yesus itu memang penting dan harus.

Santu Paulus dalam bacaan pertama mengingatkan kita bahwa tujuan akhir hidup kita adalah menjadi serupa dengan Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Yesus Kristus. Maka kita harus benar-benar berpegang teguh pada bendera ‘orang Kristen’ artinya seperti Kristus sendiri. Apakah kita sungguh-sungguh Kristen? Jangan sampai kita hanya katolik tetapi tidak Kristen. Artinya kita bangga sebagai orang katolik tetapi hidup kita jauh dari hidup Kristus sendiri. Seharusnya kita menjadi serupa dengan Yesus Kristus dalam langkah hidup kita. Santu Paulus membantu kita untuk percaya bahwa Roh membantu kita dalam kelemahan-kelemahan kita. Roh sendiri membantu kita yang tidak tahu berdoa, dengan doa-doa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Maka bagi Santu Paulus: “Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.” (Rm 8:27).

Tuhan Allah turut bekerja di dalam hidup kita. St. Paulus lebih lanjut mengatakan dalam suratnya: “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rm 8:28). Banyak kali kita kurang percaya sehingga merasa diri seolah-olah Allah tidak belerja di dalam hidup kita. Kita berpikir bahwa kita sedang jalan sendiri. Padahal sebenarnya Tuhan selalu besama dengan kita. Dia berjalan dan membimbing kita menuju tujuan akhir hidup kita yaitu kebahagiaan abadi. Kitalah yang belum percaya kepada kasih setia Tuhan dalam hidup kita. Sungguh, Tuhan akan memanggil, memilih, menentukan, membenarkan dan memuliakan para pilihannya, yakni anda, saya dan kita. Mari kita percaya kepada kasih setia Tuhan supaya ikut mengambil bagian dalam panggilan dan pilihan Tuhan. Kita juga ditentukan, dibenarkan dan dimuliakan oleh Allah dalam Yesus Kristus.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply