Homili 31 Oktober 2019

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 8:31b-39
Mzm. 109:21-22,26-27,30-31
Luk. 13:31-35

Kita lebih dari para pemenang

Ada seorang pemuka umat yang mengisahkan suka dan duka hidup stasinya untuk membangun Gereja. Hal yang paling sulit bagi stasi itu bukan soal dana, karena dananya sudah lama dikumpulkan oleh umat, melainkan proses untuk mendapatkan ijin membangun Gereja. Setelah beberapa tahun berjuang akhirnya keluar juga ijin untuk membangun (IMB) Gereja. Semua orang merasa legah karena rintangan terbesar sudah dilalui. Tinggal saja bagaimana mengatasi para preman yang selalu nongkrong di sekitar lokasi Gereja dan oknum-oknum yang selalu mengadakan demo untuk menolak pembangunan Gereja di lokasi yang sudah disiapkan. Meskipun kelihatan masih banyak kesulitan yang akan mereka hadapi namun pemuka umat itu mengatakan bahwa dalam nama Tuhan Yesus, mereka akan menang bahkan mereka akan lebih dari para pemenang. Dan benarlah perkataan ini. Umat stasi ini berhasil membangun Gerejanya dan mampu mengatasi segala halangan. Kini  mereka aman dan nyaman beribadah di dalam Gereja stasi mereka.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan pengajaran Santu Paulus kepada jemaat di Roma. Mula-mula ia meyakinkan jemaat di Roma tentang situasi hidup mereka yang nyata yakni adanya penganiayaan besar-besaran terhadap jemaat Kristen di kota Roma. Sebab itu Paulus berkata: “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm 8:31). Ia bahkan menegaskan: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm 8:32). Di sini, Paulus menghadirkan Allah dalam diri Yesus Kristus yang penuh dengan kerahiman. Allah yang menyertai manusia yang diciptakan sewajah dengan-Nya, Dia bahkan mengorbankan Anak-Nya yang tunggal yakni Yesus Kristus untuk keselamatan manusia. Pengurbanan Yesus Kristus adalah menderita, wafat dan bangkit dengan mulia sebagai tanda kemenangan akan maut dan dosa.

Selanjutnya, Paulus melontarkan sebuah pertanyaan reflektif dan mendalam: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?” (Rm 8: 35). Saya merasa yakin bahwa jemaat di Roma yang mendengar perkataan Paulus ini berani mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Beberapa contoh pengalaman yang menganggu relasi dengan kasih Kristus seperti penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang atau kemartiran. Semua pengalaman keras dan menakutkan ini tidak akan memisahkan jemaat atau Gereja dari kasih Kristus. Paulus menegaskan: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 38-39). Mengapa demikian? Jawaban yang pasti adalah ‘dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.’ (Rm 8:37).

Santu Paulus sedang mengungkapkan wajah Gereja yang nyata di tengah dunia saat ini. Ada berbagai macam tantangan besar yang menerpa Gereja dari dalam dan luar. Dari bagian dalamnya, kehidupan menggereja kelihatan melemah. Hidup Kristiani sepertinya hanya sedalam kulit saja. Rasa berdosa sudah semakin menipis maka tidak ada lagi kesadaran umat untuk mau mengaku dosa. Kesadaran untuk berdoa juga semakin lemah. Berapa orang yang benar-benar mengikuti perayaan Ekaristi dan Ekaristi benar-benar mengubah hidupnya? Berapa orang yang benar-benar membaca dan menghayati Sabda Tuhan? Ada para selibater tertentu yang tidak menghayati hidup selibatnya di hadapan Tuhan. Masalah pedofilia yang menerpa para gembala dan siapa saja di dalam Gereja. Ini adalah hal-hal yang berada di dalam Gereja, mengguncang dan boleh dikatakan menghancurkan Gereja dari dalam. Dari luar gereja muncul penganiayaan-penganiayaan dan larangan-larangan tertentu yang melawan eksistensi Gereja. Semua ini sedang dialami Gereja saat ini.

Apakah semua hal yang disebutkan ini menyebabkan Gereja menjadi tidak kudus lagi? Gereja sesuai Credo yang kita hayati tetaplah kudus karena Tuhan sendiri yang mendirikan Gereja. Tuhan Yesus bersahabat dengan orang-orang berdosa tetapi Ia sendiri tidak pernah jatuh ke dalam dosa. Tuhan Yesus justru menguduskan mereka. Hal yang sama terjadi di dalam Gereja. Gereja itu berdosa karena anggota-anggota Gereja adalah umat yang lemah namun Gereja tetaplah kudus karena Tuhan Yesus sendiri mendirikan Gereja dan menguduskannya. Bagi saya ini menunjukkan bahwa Gereja benar-benar lebih dari pemenang! Banyak kesulitan dari dalam dan dari luar tetapi Gereja tetap berdiri karena Tuhan yang mendirikannya di atas wadas perkas.

Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai lebih dari pemenang. Ia juga mengalami kesulitan berhadapan dengan Herodes yang mengancam untuk membunuh-Nya. Ini bukan hanya terjadi saat Yesus masih bayi tetapi saat dewasa pun masih tetap mengalami ancaman. Yesus bereaksi terhadap ancaman Herodes dengan menyebutnya srigala. Yesus juga melihat ke depan bahwa Ia akan menderita, wafat dan bangkit pada hari ketiga di Yerusalem. Mengapa Yesus menderita? Satu alasan yang muncul dalam perikop Injil hari ini adalah sebab Yerusalem keras hatinya. Inilah perkataan Yesus tentang Yerusalem: “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Luk 13:34-35).

Pada hari terakhir bulan Misi dan juga bulan Rosario ini, marilah kita memohon Bunda Maria sebagai Bunda Gereja untuk tetap mendoakan Gereja kepada Yesus Puteranya supaya tetap menjadi lebih dari pemenang. Apapun situasinya, penderitaan dan kemalangan, kebahagiaan dan sukacita Gereja tetaplah lebih dari pemenang.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply