Homili Hari Kamis setelah Penampakan Tuhan 2020

Hari Kamis, Setelah Penampakan Tuhan
1Yoh. 4:19-5:4
Mzm. 72:2,14,15bc,17
Luk. 4:14-22a

Dengan mata tertuju kepada Yesus

Saya memperhatikan seorang pemuda yang berdoa di depan patung Hati Kudus Yesus. Ia menunduk sambil mulutnya komat-kamit, sesekali ia menatap wajah Yesus lalu menunduk lagi. Begitulah ia membiarkan waktunya mengalir di hadirat Tuhan Yesus dalam doa. Hal yang menarik perhatian saya adalah pada bagaimana matanya tertuju ke arah wajah Yesus. Mungkin pemuda itu menemukan sesuatu yang melampaui apa yang sedang dilihatnya pada wajah Yesus. Saya berkata dalam hati bahwa pemuda ini mengingatkan saya tentang sebuah kebiasaanku saat berdoa di mana mata saya juga tertuju ke arah wajah Tuhan Yesus, Bunda Maria, St. Yohanes Bosco, St. Antonius Padua dan di kamar saya ada patung St. Yohanes Pembaptis selaku pelindungku. Bagi saya, mata yang tertuju menunjukkan cinta tanpa syarat. Misalnya mata seorang ibu tertuju kepada anaknya saat digendong merupakan ungkapan cinta tanpa syarat kepadanya. Sang ibu memandang wajah anaknya laksana sebuah cermin di mana ia memandang wajahnya sendiri.

Bacaan Injil pada hari Kamis setelah Penampakan Tuhan ini sangatlah menarik. Dikisahkan bahwa Yesus barusan dicobai oleh iblis dan Ia berhasil mengalahkan kuasa jahat iblis. Selanjutnya, Yesus menyiapkan diri-Nya untuk memulai karya-karya besar Allah Bapa di depan umum. Ia dikenal sebagai anak Yusuf si tukang kayu dari Nazaret dan ibunya Maria seorang wanita yang biasa-biasa saja. Kini Ia hendak tampil di depan umum untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Ia perlu membangun kepercayaan di kalangan orang Nazaret. Untuk itu Ia tampil di Sinagoga untuk membaca gulungan Kitab berisikan nubuat Yesaya. Dapatlah dikatakan bahwa Yesus memberikan visi dan misi-Nya kepada orang-orang yang sedang beribadah di dalam Sinagoga. Dalam kuasa Roh Kudus, Yesus berkata: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19).

Visi dan misi Yesus ini berdasar pada nubuat Yesaya 61:1-2 dan Yes 58:6. Semua orang yang mendengarnya juga tidak merasa kaget karena mereka semua sudah mengetahuinya. Hanya saja ketika Yesus menutup Kitab itu dan memberikannya kepada pejabat di Sinagoga maka saat itulah semua mata tertuju kepada-Nya. Boleh dikatakan bahwa dengan mendengar visi dan misi Yesus ini, semua orang jatuh cinta kepada Yesus dan ingin mengalami secara nyata visi dan misi-Nya ini. Untuk lebih meyakinkan mereka lagi di awal penampilan-Nya di depan umum, Yesus mengajar mereka dengan mangatakan: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (Luk 4:21). Semua orang yang mendengar Yesus membenarkan Dia dan merasa heran karena kata-kata Yesus ini sungguh indah saat mereka mendengar-Nya.

Kisah Injil ini adalah kisah kehidupan kita di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Kita selalu berhadapan dengan sebuah pertanyaan harian: “Apa yang dapat saya lakukan pada hari ini?” Atau mungkin pada akhir hari kita memeriksa bathin dan bertanya: “Apa saja perbuatan baik yang sudah saya lakukan pada hari ini?” Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini membuka pikiran kita untuk mewujudnyatakan visi dan misi kehidupan kita di hadapan Tuhan dan sesama. Yesus menyampaikan visi dan misi-Nya dan semuanya menjadi sempurna dalam salib. In Cruce Salus. Pada salib ada keselamatan. Ketika mata kita tertuju kepada salib, kita menjumpai Yesus yang menyampaikan kabar baik (Injil) kepada kaum miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, penglihatan kepada orang-orang buta, membebaskan orang-orang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Visi dan misi Yesus ini tetap aktual hingga saat ini di dalam Gereja.

Gereja menjalani visi dan misi Yesus dengan melakukan tujuh karya kerahiman jasmani dan tujuh karya kerahiman rohani yang disusun oleh seorang penulis Kristen bernama Laktansius. Tujuh karya kerahiman jasmani berdasar pada Injil Matius 25: 35 dst dan juga Tob 1:17 yakni memberi makan kepada orang-orang lapar, memberi minum kepada orang-orang yang haus, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, memberi tumpangan kepada orang-orang asing, menyembuhkan orang sakit, mengunjungi orang di penjara dan menguburkan orang mati. Tujuh karya kerahiman rohani di dalam Gereja menurut Laktansius adalah menasihati orang-orang yang bimbang, mengajari orang yang tidak berpengetahuan, menghibur orang yang menderita, mengampuni mereka yang melakukan ketidakadilan, menanggung dengan sabar mereka yang berbuat jahat kepada kita, menegur orang berdosa dan mendoakan orang-orang yang hidup dan mati.

Semua ini dapat dilakukan dengan sempurna dalam cinta kasih. St. Yohanes dalam bacaan pertama, sekali lagi mengingatkan kita tentang kasih. Allah lebih dahulu mengasihi kita maka kita juga mengasihi dengan kasih Allah. Kalau kita mengatakan kita mengasihi Allah tetapi membenci saudari dan saudara kita maka kita adalah pendusta. Banyak kali kita berdusta karena tidak mampu melakukan perbuatan atau karya kerahiman jasmani dan rohani yang saya sebutkan di atas. Mengasihi adalah sebuah perintah dari Tuhan Yesus untuk kita lakukan di dalam hidup kita.

Pada hari ini kita belajar untuk memiliki mata yang tertuju kepada Yesus. Cinta kita kepada Yesus hendaknya menjadi cinta tak bersyarat. Segalanya hanya bagi kemuliaan Tuhan yang sudah lebih dahulu mengasihi kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply