Homili 21 Januari 2020

Hari Selasa Pekan Biasa ke-2
Peringatan Wajib St. Agnes
1Sam. 16:1-13
Mzm. 89:20,21-22,27-28
Mrk. 2:23-28

Merawat Kebersamaan

Pada pagi hari ini saya menemukan sebuah kutipan inspiratif ini: “Jangan terlalu cepat menilai seseorang, terkadang apa yang kau lihat adalah hal yang memang sengaja ingin dia perlihatkan kepadamu.” Perkataan ini memang sering terjadi dan dialami banyak orang. Ada kebiasaan untuk terlalu cepat menilai seseorang dengan hanya melihat tampilan lahirianya saja: tubuhnya indah atau tidak indah, penampilannya menarik atau tidak menarik dan hal lainnya yang dapat kita rasakan dengan panca indra kita. Orang mudah terjebak melihat tampilan lahiria padahal belum tentu hal itu yang terbaik. Mengapa? Sebagaimana dikatakan di atas bahwa terkadang apa yang kita lihat adalah hal yang memang sengaja ingin dia perlihatkan kepada kita. Kita perlu pandai membaca tanda-tanda zaman.

Pada hari ini kita mendengar kisah lanjutan tentang Samuel. Suasana Kerajaan Israel di bawah kepemimpinan Saul bermasalah. Sebab itu Tuhan menolak Saul sebagai raja Israel. Tuhan Allah lalu menyapa dan mengutus Samuel untuk menjumpai Isai, orang asli Bethlehem dengan sebuah keterangan bahwa dari anak-anak Isai, Tuhan akan memilih seorang anak Isai yang akan menggantikan Saul sebagai raja bagi-Nya. Samuel menunjukkan rasa kemanusiaannya yakni ia merasa takut karena selalu ada kesempatan bagi Saul untuk membunuh Samuel. Tuhan memberi petunjuk kepada Samuel supaya luput dari sikap jahat Saul, yakni Samuel harus menyiapkan bahan persembahan kepada Tuhan sendiri. Ketika para tua-tua bertanya perihal kedatangannya ke Bethlehem, Samuel menjawab: “Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.” (1Sam 16:5).

Selanjutnya, Samuel menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki sekaligus mengundang mereka ke pesta pengorbanan itu. Samuel menggunakan kategori manusiawi, sehingga ia memperhatikan setiap anak Isai yang lewat di hadapannya. Secara fisik orang seperti Eliab dan Abinadab memang sangat meyakinkan karena bertubuh kekar, tinggi dan tentu sangat di segani. Tuhan berkata kepada Samuel: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang berdiri yang diurapi-Nya.” Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1Sam 16:6-7). Samuel mengamini percakapannya dengan Tuhan. Kini Samuel bercakap-cakap dengan Isai dan menanyakan semua anak-anaknya. Ternyata masih ada anak bungsu yang menggembalakan ternak mereka.

Samuel bertanya apakah ada anak-anak Isai yang lain? Isai menjawab: “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.” Kata Samuel kepada Isai: “Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari.” Mereka pun memanggil Daud. Ada pun deskripsi fisik dari Daud adalah ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Tuhan meminta Samuel untuk segera mengurapi Daud sebagai raja Israel yang baru. Pengurapan berdampak positif yakni Roh Kudus selalu menyertai Daud.

Kisah Samuel dalam bacaan ini membuka wawasan kita. Pertama, supaya kita melihat dengan menggunakan mata Tuhan bukan semata-mata dengan mata kita. Kita melihat dengan mata Tuhan berarti kita semakin berfokus pada jati diri atau bagian terdalam hidup pribadi saudara-saudari kita. Banyak kali kita terjebak dan hanya memandang hal-hal lahiria saja. Orang mengatakan kita melihat cashingnya saja dan lupa bagian terdalam di dalam diri manusia. Kita butuh perubahan radikal dalam hidup ini. Kedua, aspek kesetiaan sangatlah penting. Kita belajar dari Samuel yang sebenarnya memiliki beban dan ketakutan tersendiri akibat penolakan Saul sebagai Raja Israel. Namun Samuel menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan, dengan melakukan tugasnya secara sempurna. Ketiga, Kisah Samuel ini membangkitkan semangat kita untuk merajut sekaligus merawat kebersamaan. Artinya apapun perbedaan yang dimiliki, orang harus tetap setia melakukan tugasnya untuk mempersatukan semua orang. Samuel merawat kebersamaan orang-orang Israel yang sedang mencari seorang leader baru.

Tuhan Yesus adalah seorang leader baru yang merawat kebersamaan di antara banyak perbedaan yang ada. Markus mengisahkan perjalanan bersama antara Yesus dan para murid-Nya pada hari Sabat. Sambil berjalan bersama para murid Yesus memetik bulir gandum. Hal ini memang sederhana namun dipersoalkan oleh orang-orang Farisi. Mereka menganggap Yesus dan para murid-Nya tidak menguduskan hari Sabat. Tuhan Yesus bereaksi dengan mengambil contoh rajau Daud dan pasukannya yang masuk ke dalam rumah Tuhan Allah, lalu mengambil roti yang hanya boleh dimakan oleh para imam, tetapi mereka mengambil dan memakannya karena lapar. Yesus dengan tegas mengatakan: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” (Mrk 2:27-28).

Mengapa Yesus merawat kebersamaan? Ia datang ke dunia untuk mempersatukan semua orang, mengikis semua perbedaan. Banyak orang bersikap legalis seperti orang-orang Farisi di hadapan Yesus namun mereka tidak dapat bersekutu dengan orang-orang lain. Mereka menjadi kelompok khusus yang tidak dapat membaur karena menganggap dirinya sudah suci. Yesus datang untuk mengubah mindset orang-orang yang sok legalis dan sok suci. Di hadapan Tuhan semua orang sama sebagai manusia lemah dan hanya Yesus saja yang menguatkan kita.

Pada hari ini kita belajar untuk merawat kebersamaan sesuai dengan kehendak Tuhan sendiri. Hidup kita sungguh bermakna bukan karena kita hebat, tetapi kita berhasil mengubah orang lain menjadi hebat. Tuhan Yesus mengubah kita menjadi hebat di hadapan Bapa, dengan hidup tanpa cela dan layak mendapat harkat dan martabat sebagai anak-anak Allah. Semoga santa Agnes yang kita kenang hari ini menginspirasikan kita untuk merawat kebersamaan dengan sesama kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply