Homili 11 Maret 2020

Hari Rabu, Pekan Prapaskah II
Yer 18:18-20
Mzm 31: 5-6.14.15-16
Mat 20: 17-28

Tuhan pelindungku!

Pada pagi hari ini saya membaca beberapa kutipan dari Kitab Mazmur yang pernah saya tulis di dalam laptop saya beberapa tahun silam. Saya menemukan kembali sebuah kutipan yang sangat menguatkan hidup saya di saat-saat mengalami kesulitan dalam melakukan tugas kegembalaan sebagai seorang gembala umat. Inilah kutipan yang saya maksudkan: “Tetapi Tuhan adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku” (Mzm 94:22). Memang, setiap orang tidak pernah luput dari kesulitan-kesulitan hidup. Kesulitan-kesulitan itu bisa datang dari dalam diri sendiri dan juga dari luar diri kita sendiri. Masalah bagi kita semua adalah bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan itu? Banyak orang merasa lebih mudah mengatasi kesulitan hidupnya dengan mengandalkan dirinya sendiri. Mereka lalai dan dengan dalil lupa untuk mengandalkan Tuhan. Akibatnya kegagalan menjadi hasil akhirnya. Kalaupun merekja berhasil selalu tidak memuaskannya. Tuhan Yesus sendiri pernah berkata: “Terlepas dari Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Ketika kita mengalami sebuah persoalan kehidupan maka seharusnya Tuhan yang menjadi andalan utama sebab Dialah pelindung hidup kita.

Belakangan ini kita semua mengalami sebuah ketakutan yang besar terhadap bahaya virus ‘Covid-19’. Banyak orang merasa takut karena berita-berita hoax yang amat menakutkan. Pemerintah dan semua orang yang berkehendak baik untuk menolong, telah memberi saran-saran yang bagus terutama bagaimana kita dapat menjaga diri dari virus corona ini. Upaya untuk menjaga kebersihan badan dan konsumsi makanan bergizi merupakan jalan yang tepat untuk menangkal virus corona. Namun sebagai orang-orang beriman, kita semua patut mendapat kekuatan dari Tuhan melalui sabda-Nya untuk menjaga diri kita dari berbagai penyakit seperti covid-19 dan juga bahaya demam berdarah yang sedang menyerang beberapa saudara dan saudari kita tempat di tanah air ini. Raja Daud mengingatkan kita dalam doanya berikut ini: “Tuhan adalah tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai. Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang.” (Mzm 91:2-6).

Bacaan-bacaan Liturgi pada hari ini mengarahkan kita semua untuk berani mengandalkan Tuhan sebagai pelindung kita. Dalam bacaan pertama kita mendengar sharing pengalaman nabi Yeremia tentang sebuah persekongkolan yang melawan dia. Para lawannya mengadakan persekongkolan untuk menghabiskan Yeremia. Mula-mula mereka berencana untuk memukul Yeremia dengan bahasanya sendiri dan berusaha untuk tidak memperhatikan setiap perkataannya sebagai nabi. Para lawan Yeremia adalah orang-orang yang selalu bersama dengannya. Dalam situasi yang sulit ini, ia tidak mengandalkan dirinya. Ia justru mengandalkan Tuhan dengan berdoa: “Perhatikanlah aku, ya Tuhan, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka.” (Yer 18:19-20). Yeremia memberi teladan ketabahan dalam penderitaan dan mengandalkan Tuhan sebagai penyelamat-Nya.

Pengalaman Yeremia adalah pengalaman kesehariaan kita semua. Banyak kali kita mengalami kesulitan di dalam berelasi dengan keluarga dan komunitas kita masing-masing. Kesulitan itu berasal dari dalam komunitas, khususnya dari setiap anggota komunitas yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Meskipun ada perbedaan-perbedaan namun ketika kita dapat mengandalkan Tuhan maka segala perkara kehidupan akan menjadi ringan. Hal terpenting sebagaimana dilakukan oleh Yeremia adalah selalu terbuka dan mengandalkan Tuhan ketika menghadapi suatu persoalan hidup. Doa kita adalah ‘Selamatkanlah aku, ya Tuhan, oleh kasih setia-Mu!’ (Mzm 31:17b). Apakah kita masih mengandalkan Tuhan dalam doa atau mengandalkan kekuatan diri kita tanpa doa?

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengumpulkan keduabelas murid-Nya untuk menyampaikan segala penderitaan yang akan dialami-Nya. Dia menunjukkan diri-Nya sebagai Mesias yang menderita. Maka Ia jujur mengatakan bahwa Ia akan mengalami berbagai penderitaan di Yerusalem. Ia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan para ahli Taurat. Mereka akan menjatuhi hukuman mati bagi-Nya. Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Dia akan diolok-olok, disesah, disalibkan namun pada hari ketiga akan bangkit dengan mulia. Penderitaan Yesus ini akan menjadi bagian dari penderitaan setiap murid Kristus. Artinya para murid Kristus juga akan meminum cawan-Nya sendiri. Kuncinya adalah pada kerendahan hati untuk mengikuti teladan Yesus Kristus. Yesus menunjukkan jati diri-Nay sebagai Hamaba Yahwe yang menderita sebagaimana sudah dinubuatkan dalam Kitab nabi Yesaya.

Masa prapaskah menjadi sebuah kesempatan bagi kita untuk ikut mengalami penderitaan Kristus. Santu Paulus pernah berkata: “Sekarang aku bersukacita, bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan di dalam dagingku apa yang masih kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuh-Nya yaitu jemaat” (Kol 1:24). Pengurbanan diri melalui matiraga, puasa dan pantang, doa dan karya amal kasih adalah jalan bagi kita untuk mengalami penderitaan Kristus dan mendewasakan iman kita kepada-Nya. Tentu saja kita harus mengandalkan Tuhan di dalam hidup ini.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply