Homili 2 Mei 2020

Hari Sabtu, Pekan III Paskah
Peringatan Wajib St. Atanasius
Kis. 9:31-42
Mzm. 116:12-13,14-15,16-17
Yoh. 6:60-69

Semoga kami percaya dan tahu

Pada hari ini kita mengenang santo Atanasius, bertepatan dengan hari kedua dalam bulan Bunda Maria. Ada sebuah doa yang inspiratif dari St. Atanasius tentang Bunda Maria seperti ini: “Perawan yang mulia, engkau sungguh lebih besar daripada kebesaran apapun. Jika aku berkata bahwa malaikat dan malaikat agung adalah besar, tapi engkau lebih besar dari mereka, karena mereka melayani Ia yang berdiam di rahimmu dengan gemetar, dan mereka tidak berani berbicara dalam kehadiran-Nya, sementara engkau berbicara dengan bebas kepada-Nya.” Bunda Maria sungguh luar biasa di mata St. Atanasius. Kalau para malaikat dan malaikat agung saja segan berbicara dengan Yesus Putera Maria, sedangkan Bunda Maria sendiri berbicara dengan bebas dan leluasa kepada Yesus. Saya teringat pada peristiwa di Kana, di mana Yesus membuat mukjizat pertama atas permintaan Bunda Maria. Ketika itu Bunda Maria berkata kepada Yesus: “Mereka kehabisan anggur” (Yoh 2:3) dan “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu” (Yoh 2:4). Di satu pihak Bunda Maria peka dengan kebutuhan pasutri yang menikah. Anggur adalah lambang kasih Allah sendiri. Di lain pihak Bunda Maria meminta kesediaan manusia untuk patuh kepada kehendak Tuhan sebagaimana Ia sendiri mengatakan: “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Bunda Maria menolong Puteranya hingga tuntas maka layaklah diberi gelar penolong abadi bagi umat Kristiani.

Kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dalam Injil Yohanes bagian terakhir dari pengajaran Yesus di dalam rumah ibadat di Kapernaun. Sebelumnya Yesus sudah mengatakan kepada mereka bahwa Dialah roti dari surga. Roti adalah daging-Nya sendiri. Maka orang yang percaya dan mengikuti-Nya hingga keabadian harus memakan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Kata-kata ini menakutkan, seolah-olah Yesus mengajarkan kanibalisme, meskipun bukanlah demikian. Namun dampaknya sangat besar. Ada krisis iman bagi para murid di Galilea. Mereka yang setiap hari ada bersama Yesus mengatakan: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60). Gara-gara makan daging dan minum darah maka mereka krisis iman dan mau mundur. Tuhan Yesus bereaksi dalam perkataan-Nya berikut ini: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” (Yoh 6:61-64). Tuhan Yesus mengungkapkan diri-Nya dalam Tritunggal Mahakudus. Satu Allah tiga pribadi, di mana Yesus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.

Untuk meyakinkan mereka kembali maka Yesus berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” (Yoh 6: 65). Allah Bapa memiliki inisiatif untuk menyelamatkan manusia. Sebab itu Ia menganugerahkan kepada manusia anugerah untuk datang kepada Yesus. Pikiran kita tertuju pada hidup pribadi kita yang mengimani Tuhan Allah Bapa. Dia yang memiliki rencana untuk menyelamatkan kita dalam Yesus Kristus Putera-Nya. Dia yang punya inisiatif untuk membawa kita kepada Yesus Putera-Nya. Perkataan Tuhan Yesus ternyata membuat banyak orang krisis iman dan mengundurkan dirinya dari hadapan Yesus.

Situasi ini mendorong Yesus untuk bertanya kepada para murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yoh 6: 67). Petrus selalu muncul dengan perkataan-perkataan tertentu pada saat situasi sulit. Ia berusaha menjawab Yesus dengan berkata: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69). Petrus mengakui imannya sekali lagi di hadapan Yesus, sekaligus menguatkan teman-temannya untuk tetap tinggal bersama Yesus.

Bacaan Injil hari ini sebenarnya berbicara tentang kita yang siang dan malam berusaha untuk mengikuti Yesus di masa sulit ini. Kita berada pada dua pilihan yakni setia kepada Yesus sampai selamanya atau memilih untuk mundur. Banyak yang memilih untuk selamanya bersama Yesus bahkan menumpahkan darahnya karena mengimani dan mencintai Yesus. Namun ada juga yang memilih untuk mundur ketika mengalami kesulitan, ketika mencari sensasi supaya terkenal sebagai public figure dengan jalan tragis yakni murtad. Hanya karena hal duniawi orang berani murtad. Ini menyedihkan. Saya tetap percaya bahwa darah para martir selalu menjadi benih subur bagi iman kristiani. Semoga kita tetap percaya dan tahu bahwa Yesus adalah satu-satunya Penyelamat kita.

Apa yang menjadi impian Gereja masa kini?

Terinspirasi oleh bacaan pertama di mana periode setelah pertobatan Saulus, gereja kembali menjadi tenang, menata diri dan maju. Semua jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria hidup dalam damai. Dasar kedamaian mereka adalah mereka dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya bahkan semakin banyak karena pertolongan dan penghiburan Roh Kudus. Santu Petrus sendiri berkeliling dan berbuat baik seperti sang Maestronya. Tempat-tempat yang dikunjungi adalah Lida dan Yope di mana mukjizat-mukjizat juga terjadi di sana. Misalnya Eneas yang sudah delapan tahun mengalami kelumpuhan dapat disembuhkan dalam nama Yesus. Tabita alias Dorkas di Yope sudah meninggal dunia dapat dibangkitkan dalam nama Yesus. Mukjizat-mukjizat ini membuat nama Tuhan semakin dimuliakan di mana-mana.

Di masa covid-19, Gereja diminta untuk memiliki semangat seperti para rasul yang berkeliling dan berbuat baik. Kita dipanggil untuk beramal, terutama bagi mereka yang sangat-sangat menderita. Sikap empati perlu digalakan kembali supaya mereka yang kenyang dapat mengenyangkan mereka yang masih lapar, mereka yang tidak haus melegakan mereka yang haus. Mereka yang tidak memiliki rumah untuk menginap dapat memiliki tempat menginap, mereka yang sakit  di rumah sakit dan yang ada di dalam penjara dapat dikunjungi dan dihibur, juga yang meninggal dunia dikuburkan. Semua ini adalah keprihatinan dan pilihan pelayanan kita sebagai Gereja. Hanya dengan demikian kita turut menghadirkan wajah kerahiman Allah. Orang-orang akan percaya dan tahu bahwa kita memiliki Allah yang adalah kasih.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply