Homili 8 Mei 2020

Hari Jumat, Pekan Paskah ke-IV
Kis 13:26-33
Mzm 2:6-7.8-9.10-11
Yoh 14:1-6

Pernah Cemas dan Gelisah

Ada sebuah pertanyaan yang sering kita hadapi secara pribadi selama masa covid-19 ini: “Apakah anda sedang merasa cemas dan gelisah dalam hidupmu?” Saya merasa yakin bahwa anda dan saya pasti sudah, sedang dan akan merasa cemas dan gelisah dalam hidup baik pribadi maupun bersama dengan orang lain. Misalnya, ada yang sedang merasa cemas dan gelisah karena mengalami dampak langsung covid-19 seperti kematian sanak keluarga dan sahabat kenalan, ada yang kehilangan pekerjaan yang berdampak pada adanya beban ekonomi, ada banyak orang tua yang cemas dan gelisah karena anaknya belum mendapat jodoh, atau kalau sudah mendapat jodoh tetapi belum memiliki keturunan. Masih banyak bentuk-bentuk kecemasan dan kegelisahan lain yang kita alami di dalam hidup ini. Nah, kembali kepada kita sebagai orang beriman, bagaimana kita dapat menghadapi berbagai persoalan hidup ini supaya jangan merasa cemas dan gelisah atau berada di bawah tekanan.

Saya teringat pada Santu Yohanes Bosco. Ia membaktikan dirinya seumur hidup bersama orang-orang muda di oratorium. Sebelum meninggal dunia, ia merasa yakin bahwa anak-anak muda di oratoriumnya akan merasa cemas, kehilangan dan bersedih. Sebab itu ia menjanjikan tiga hal penting bagi anak-anak mudanya di oratorium supaya jangan merasa cemas dalam hidup yakni terus menerus bekerja (lavoro), mendapatkan rejeki secukupnya (pane) dan keabadian di surga (heaven). Janjinya ini bahkan terungkap dalam kata-kata terakhirnya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir: “Sampaikanlah kepada anak-anakku bahwa aku menunggu mereka di surga”. Tentu saja kata-kata Don Bosco ini memiliki daya untuk meyakinkan mereka supaya meninggalkan kecemasan dan menggantinya dengan optimisme di dalam hidup. Mengapa kita mesti memiliki oprtimisme? Sebab kita memiliki Tuhan yang Mahakuasa. Segala sumber kecemasan kita sangat kecil dibandingkan dengan kuasa Tuhan yang begitu besar. Maka kita perlu kembali kepada Tuhan, percaya kepada-Nya sekarang dan selamanya.

Pada hari ini ini kita mendengar kelanjutan kisah Yesus di dalam Injil Yohanes. Dalam amanat perpisahan-Nya, Ia juga menyadari bahwa para murid-Nya akan merasa cemas. Mereka akan merasa kehilangan sebab komunitas mereka baru terbentuk lebih kurang tiga tahun. Sebab itu, setelah bersantap bersama di malam terakhir, Ia mengatakan kepada para murid-Nya: “Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” (Yoh 14:1). Tuhan Yesus mengetahui setiap murid-Nya. Mereka masing-masing memiliki harapan pada Yesus, namun harapan-harapan pribadi itu akan menjadi kecemasan dan kegelisahan ketika mereka menyaksikan salib. Yesus akan wafat secara tragis di salib. Maka untuk menghilangkan rasa cemas dan gelisah, para murid diingatkan untuk percaya kepada Allah Bapa dan kepada Yesus sendiri sebagai Allah Putera.

Tuhan Yesus sudah mengatakan secara terus terang bahwa Ia akan menderita, wafat dan bangkit pada hari yang ketiga. Sebab itu ia juga mengatakan kepada mereka bahwa di rumah Bapa, dalam hal ini di surga dalam kategori pemikiran kita, ada banyak tempat tinggal. Yesus berjanji untuk pergi terlebih dahulu untuk menyiapkan tempat, Dia akan datang kembali untuk membawa kita supaya tetap berada bersama-Nya selama-lamanya. Dalam credo, kita percaya bahwa Yesus akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Orang-orang benar akan tinggal bersama-Nya selama-lamanya. Memang harapan untuk tinggal bersama Yesus adalah kerinduan kita semua. Kita berusaha untuk mengikuti teladan-Nya, melakukan segala perintah-Nya karena kita mau tinggal tetap dengan Yesus selamanya.

Tentu saja para murid merasa bingung dengan semua perkataan Yesus ini. Thomas mewakili teman-temannya berkata kepada Yesus: “Tuhan, kami tidak tahu kemana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke sana?” Thomas tidak menyapa Yesus sebagai guru tetapi Tuhan karena ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Yesus. Dia bukan sekedar Rabi tetapi lebih dari seorang Rabi. Yesus menjawab Thomas: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun dapat datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.” (Yoh 14:6). Kali ini para murid mengalami sesuatu yang baru dalam diri Yesus. Dia adalah Tuhan menurut Thomas. Yesus sendiri menambahkan jati diri-Nya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Dia adalah satu-satunya penyelamat kita. Dia adalah Kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa. Dia adalah Hidup abadi kita. Perkataan Yesus ini menutup jalan kecemaan dan kegelisahan kita. Yesus selalu ada untuk kita.

Apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini?

Terinspirasi oleh Paulus dalam bacaan pertama, kita dipanggil untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus. Dengan demikian kita tidak membawa kecemasan dan kegelisahan kepada sesama tetapi sukacita kebangkitan Kristus. Paulus menunjukkan teladannya ini di Antiokhia di Pisidia (Kis 13:26-33) di mana ia mewartakan kisah Yesus secara kronologis dalam paskah-Nya. Bahwa Yesus menderita di salib, wafat dan bangkit kemudian menampakkan diri kepada para saksi mata. Bagi Paulus, kebangkitan Yesus adalah pemenuhan janji keselamatan dari Allah sendiri bagi manusia. Tugas kita sebagai Gereja saat ini bukan mewartakan kecemasan dan kegelisahan tetapi mewartakan khabar sukacita atau Injil kepada semua orang bahwa Yesus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup.

Kita semua mengalami rasa cemas dan gelisah. Kalau kita tetap berada dalam area cemas dan gelisah berarti kita belum beriman secara radikal atau berakar pada Tuhan. St. Paulus mengatakan bahwa kita lebih dari pemenang (Rom 8:37) dan bahwa tidak ada suatu apapun dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada di dalam Kristus Yesus Tuhan kita (Rom 8:39). Mari kita setia mewartakan sukacita Injil dan kebangkitan Kristus kepada sesama. Pengalaman pernah cemas dan gelisah pernah ada, tetapi Tuhanlah yang menghilangkannya di dalam hidup kita. Percayalah kepada Yesus dan Bapa yang mengutus-Nya dalam Roh Kudus.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply