Homili 27 Juli 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XVII
Yer. 13:1-11
MT Ul. 32:18-19,20,21
Mat. 13:31-35

Berani Melawan Lupa

Ada seorang pemuda yang pernah bertanya kepada saya: “Romo, apakah anda juga seorang pelupa?” Saya hanya tersenyum karena pertanyaannya ini memang sederhana namun mendalam maknanya. Saya mengatakan kepadanya: “Selagi saya masih hidup maka saya sudah, sedang dan akan lupa pada seseorang atau sesuatu.” Saya merasa yakin bahwa hampir semua orang pernah, sedang dan akan lupa sesuatu atau seseorang. Pikirkanlah bahwa kita bisa saja lupa akan semua hal baik yang berasal dari Tuhan dan hanya mengingat segala penderitaan dan kemalangan yang dalam kategori pemikiran kita, semuanya adalah hukuman dari Tuhan. Ada berapa orang yang sedang mengeluh dan memberontak kepada Tuhan karena dampak pandemi Covid-19 ini. Kita lebih sering hanya mengingat hal-hal yang jahat dalam diri sesama dan melupakan kebaikan-kebaikan mereka. Semua ini adalah bagian yang penting dalam diri dan menemani sepanjang hidup kita.

Saya mengingat sebuah perkataan Tuhan Allah kepada Bangsa Israel di dalam Kitab Ulangan, seperti ini: “Hai umat, engkau telah melalaikan Gunung Batu yang memperanakkan dikau, dan melupakan Allah yang melahirkan dikau. Ketika Tuhan melihat hal itu, maka Ia menolak mereka, karena Ia sakit hati oleh anak-anaknya lelaki dan perempuan.” (Ul 32:18-19). Fokus perhatian saya adalah pada perkataan ini: “Engkau melupakan Allah yang telah melahirkanmu.” Perilaku melupakan Tuhan dalam hidup manusia itu telah berlangsung turun temurun bahkan hingga saat ini. Contoh: Bangsa Israel mengalami kasih dan kebaikan Tuhan Allah. Ia membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, mendampingi mereka dalam pengembaraan di padang gurun menuju tanah terjanji di bawah pimpinan Musa. Semua musuh mereka dalam perjalanan ditaklukan karena kuasa Tuhan sang Gunung Batu. Ketika mereka kekurangan pasokan makanan dan minuman, Tuhan menyediakan bagi mereka. Namun bangsa Israel ini tegar tengkuk. Mereka mudah lupa akan kasih dan kebaikan Tuhan sehingga yang ada pada mereka adalah bersungut-sungut melawan Tuhan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mambantu kita untuk melawan lupa, terutama lupa akan Tuhan sang Gunung Batu yang sudah melahirkan kita. Dia menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupa-Nya, tetapi kita lebih memilih menjauh dari sang Pencipta, dari wajah-Nya yang kudus. Ini adalah pengalaman kita semua ketika jatuh ke dalam dosa. Dalam bacaan pertama, kita mendengar Tuhan mengibaratkanbangsa Isarel sebagai ikat pinggang yang lapuk, akibat dosa dan salah yang mereka lakukan di hadirat-Nya Yang Mahakudus. Sebagaimana dikisahkan sendiri oleh nabi Yeremia bahwa Tuhan memintanya untuk membeli ikat pinggang lenan, lalu mengikatnya pada pinggangnya. Hanya saja saat itu ia jangan mencelupkannya ke dalam air. Selanjutnya, Tuhan menyuruh nabi Yeremia untuk melepaskan ikat pinggangnya itu dan menyembunyikannya di cela-cela bukit batu di dekat sungai Efrat. Setelah cukup lama, Tuhan menyuruhnya untuk mengambil kembali ikat pinggang itu. Dia menemukan ikat pinggangnya itu sudah lapuk, tidak berguna lagi untuk apapun.

Pengalaman nabi Yeremia ini sangatlah mendidik. Tuhan mengingatkannya bahwa bangsa Israel juga lapuk seperti ikat pinggang lapuk. Inilah perkataan Tuhan: “Beginilah firman Tuhan: Demikianlah Aku akan menghapuskan kecongkakbongakan Yehuda dan Yerusalem. Bangsa yang jahat ini, yang enggan mendengarkan perkataan-perkataan-Ku, yang mengikuti kedegilan hatinya dan mengikuti allah lain untuk beribadah dan sujud menyembah kepada mereka, akan menjadi seperti ikat pinggang ini yang tidak berguna untuk apapun. Sebab seperti ikat pinggang melekat pada pinggang seseorang, demikianlah tadinya segenap kaum Israel dan segenap kaum Yehuda Kulekatkan kepada-Ku, demikianlah firman Tuhan, supaya mereka itu menjadi umat, menjadi ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku. Tetapi mereka itu tidak mau mendengar.” (Yer 13:9-11).

Bangsa Israel adalah bangsa pelupa. Semua kasih dan kebaikan Tuhan tidak dihargai maka mereka melakukan dosa-dosa di hadapan Tuhan. Sebab itu mereka ibarat ikat pinggang lenan yang lapuk dan tak berguna. Wajah orang-orang Israel sebagai ikat pinggang yang lapuk adalah: Mereka tidak mendengar perkataan-perkataan Tuhan dan tidak melakukannya. Mereka menyembah berhala. Mereka bertegar tengkuk dan suka bersungut-sungut melawan Tuhan. Semua yang dilakukan bangsa Israel masih tetap aktual hingga saat ini. Anda dan saya juga tidak lebih dari ikat pinggang lenan yang lapuk karena mudah sekali kita melupakan kasih dan kebaikan Tuhan. Setiap hari kita selalu jatuh dalam dosa, bahkan dosa yang sama. Memang ada usaha untuk bertobat tetapi selalu sia-sia karena pertobatan itu tidak serius, tidak radikal dalam hati kita. Tuhan ampunilah kami orang lemah, pelupa dan pendosa ini.

Apa yang harus kita lakukan untuk melawan lupa?

Pertama, kita harus bertekad untuk memulai dari hal-hal yang kecil, sebab hal-hal yang besar akan menyusul hal-hal yang kecil ini. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil memberi perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi untuk menjelaskan tentang Kerajaan Sorga. Biji sesawi itu kecil, ragi itu sedikit tetapi bisa bertumbuh dan berkembang menjadi besar. Sesawi menjadi pohon dan burung saja bisa bersarang di atasnya. Ragi yang sedikit tetapi membuat adonan menjadi besar. Kita melakukan pertobatan radikal mulai dari hal-hal yang kecil, kebiasaan-kebiasaan dosa kita yang kecil dan lama kelamaan akan bertobat dalam hal-hal yang besar.

Kedua, Tuhan Yesus membuka pikiran kita bahwa Ia memulai Kerajaan Sorga dengan sekelompok kecil orang yang penuh dengan kelemahan, mereka juga seperti ikat pinggang lenan yang lapuk. Mereka adalah para murid yang jumlahnya sedikit, penuh kelemahan, namun akhirnya menjadi kuat, besar dan bertahan hingga saat ini yang disebut sebagai Gereja. Pewartaan Injil dalam Gereja di mulai dari kelompok kecil ini menjadi kelompok besar karena kuasa Tuhan menyertai mereka hingga akhir zaman.

Ketiga, Kita berbangga sebagai Gereja. Memang Gereja itu penuh kelemahan dan dosa tetapi Tuhan Yesus tetap hadir dan menguatkannya. Gereja tidak akan lenyap dari muka bumi, karena Tuhan Yesus yang mendirikan dan memberikan orang-orang pilihan untuk menguatkan Gereja hingga akhir zaman. Maka kita harus berbangga, bukan menjadi penakut atau bermental bekicot. Kita lebih dari pemenang! Biji sesawi sangat kecil saja bisa jadi pohon besar, ragi yang jumlahnhya sedikit dapat membuat adonan menjadi besar. Tuhan tetap menghadirkan Kerajaan Sorga dengan jaya di dunia ini, di dalam Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik dan Apostolik. Apapun situasinya kita harus tetap optimis dan maju terus bersama Yesus. Mari kita berusaha melawan lupa supaya menjadi ikat pinggang yang kuat bersama Tuhan, bukan ikat pinggang yang lapuk bersama dunia.

PJ-SDB