Homili Hari Minggu Biasa ke-XXI/A – 2020

Hari Minggu Biasa XXI/A
Yes. 22:19-23
Mzm. 138:1-2a,2bc-3,6,8bc
Rm. 11:33-36
Mat. 16:13-20

Transformasi kehidupan rohani

Kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XXI/A. Ada sebuah pertanyaan yang menarik bagi kita semua yang sudah dibaptis pada Hari Minggu ini: “Siapakah Yesus Kristus bagi kita secara pribadi?” Para murid Yesus yang sudah berjalan bersama-Nya selama lebih kurang tiga tahun, dan setelah mengalami perutusan ke kampung-kampung kembali dengan sukacita. Tuhan Yesus tetap berjalan bersama mereka dan kali ini mereka melakukan perjalanan yang cukup jauh yaitu dari Kapernaun menuju ke Kaisarea Filipi (pada saat ini disebut Banias). Jarak dari Kapernaum ke Kaisarea Filipi adalah sekitar 45 Km. Di tempat ini Yesus bertanya kepada para murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Mat 16:13). Pertanyaan seperti ini tentu akan lebih mudah dijawab karena pertanyaan menyangkut kata orang. Maka dengan cepat mereka menjawab: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” (Mat 16:14). Mungkin ada di antara kita yang bertanya, mengapa Yohanes Pembaptis yang disebut namanya? Karena Yohaneslah yang menyiapkan kedatangan Tuhan dengan seruan tobat dan membaptis di sungai Yordan. Mereka menyebut nama Elia karena bagi mereka Elia yang sudah diangkat ke surga akan kembali sebagai Mesias. Mereka menyebut nama Yeremia karena kehidupan pribadinya mirip dengan Yesus yang menderita karena orang-orang dekatnya.

Tuhan Yesus mau membuat transformasi radikal dalam hidup para murid-Nya. Maka ia bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mat 16:15). Pertanyaan ini memang singkat tetap berat karena harus dijawab secara pribadi, karena menggambarkan relasi pribadi dengan Tuhan Yesus sendiri. Petrus sebagai juru bicara para murid menjawab pertanyaan Yesus dengan berkata: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16). Pengakuan sang juru bicara ini ternyata bukan hasil refleksi atau ucapan spontan Simon. Sebab itu Tuhan Yesus mengatakan: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 16:17). Allah Bapa sendiri yang menyatakan diri atau mewahyukan diri-Nya kepada Simon supaya bersaksi yang benar. Jawaban sekaligus pengakuan iman Simon menandakan awal baru bagi hidup, tugas dan perutusannya sampai tuntas sebagai murid dan mengikuti sang maestro sebagai martir.

Tuhan Yesus memandang Petrus dengan penuh kasih. Ia mengatakan kepadanya: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:18-19). Simon mengalami sebuah transformasi hidup yang radikal. Ia berubah dari Simon menjadi Khefas atau Petrus. Di atas wadas yang kokoh ini Tuhan Yesus berjanji untuk mendirikan Jemaat-Nya. Alam maut atau bahaya apapun tidak akan menghancurkan jemaat sebab dibangun di atas wadas yang kokoh. Transformasi yang dialami Simon adalah berubah dari manusia lemah, menjadi kuat seperti wadas dan bahwa kekuatannya itu berasal dari Tuhan.

Tuhan Yesus juga menjanjikan kunci kerajaan Surga. Kunci bukan dalam arti kunci sebagaimana adanya. Bayangkan kalau kunci yang diberikan Yesus benar-benar barang nyata maka tentu sudah ada duplikatnya di mana-mana. Kunci adalah kuasa yang diberikan Yesus kepada Simon Petrus dan para penerusnya. Dalam bacaan pertama (Yes 22:19-23) kita dibantu untuk memahami makna ‘kunci’. Ketika itu Sebna diambil kuasanya oleh Tuhan dan diberikan kepada Elyakin bin Hilkia. Tuhan berjanji untuk memberikan kepadanya jubah, ikat pinggang dan kekuasaan. Elyakim akan menjadi bapak bagi penduduk Yerusalem dan kaum Yehuda. Tuhan juga mengatakan bahwa kunci rumah Daud akan diletakkan di atas bahunya. Maka apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka. Kunci disini berkaitan dengan kekuasaan yang Tuhan berikan kepada Elyakim dalam Perjanjian Lama dan Petrus dalam Perjanjian Baru.

Tuhan Yesus pada akhir bacaan Injil, Tuhan Yesus melarang murid-murid-Nya memberitakan kepada siapa pun bahwa Dialah Mesias. Mengapa Tuhan melarang para murid-Nya demikian? Tuhan kelihatan tidak menghendaki agar para murid-Nya pergi dan menyampaikan secara langsung kepada semua orang bahwa Dia adalah Mesias. Dia menghendaki agar setiap orang secara pribadi datang kepada-Nya dan menemukan-Nya sebagai Mesias. Iman kepada Yesus selalu bersifat pribadi. Mengimani Yesus bukan hanya sekedar ikut ramai saja. Orang harus mengimani-Nya secara radikal dan sangat pribadi.

Mengapa kita harus mengimaninya secara pribadi? St. Paulus dalam bacaan kedua memberikan kepada kita sebuah pemahaman tentang rahasia Allah yang kita alami secara pribadi. St. Paulus berkata: “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm 11:32-36). Tuhan tetaplah rahasia atau misteri yang tidak dapat dipahami dengan akal budi kita.

Bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu ini membantu kita untuk melakukan transformasi iman yang luar biasa. Tuhan menghendaki kita supaya tidak ikut ramai dalam beriman. Kita beriman dengan radikal dan kritis dengan tidak mengabaikan Sabda, tradisi suci dan magisterium para gembala di dalam Gereja Katolik. Hanya dengan demikian kita dapat mengenal Tuhan Yesus lebih mendalam lagi.

PJ-SDB