Homili 25 September 2020

Hari Jumat Pekan Biasa ke-XXV
Pkh. 3:1-11
Mzm. 144:1a,2abc,3-4
Luk. 9:19-22

Ada waktu untuk mengakui iman kita

Saya pernah bertemu dengan seorang mantan pimpinan perusahaan terkenal. Bertahun-tahun ia memiliki jabatan penting di dalam perusahaan dan banyak orang mangakui bahwa perusahaan itu pernah mencapai titik keemasan pada masa kepemimpinannya. Kini ia sudah pensiun dan menghabiskan masa tuanya sebagai ketua lingkungan dan prodiakon. Karakter kepemimpinannya tetap nampak dalam pelayanannya. Maka lingkungannya dan kelompok prodiakon juga mengalami pembaruan dalam semangat pelayanannya. Pokoknya maju dan teamwork merupakan andalannya. Saya sempat bertanya kepadanya mengapa sekarang ia begitu focus dalam pelayanan di dalam Gereja? Ia menjawabku: “Romo, bertahun-tahun saya sibuk mencari uang dan pingin menjadi orang kaya. Sayang sekali, tidak kesampaian menjadi orang kaya. Namun sekarang saya menemukan wajah Yesus dalam diri orang-orang miskin dan terlantar. Saya memaknai pengalaman ini sebagai bagian dari rencana Tuhan yang indah pada waktunya. Sayapun berprinsip untuk menjadi kaya dalam iman dengan melayani Tuhan tanpa pamri.” Saya merasa begitu terkesan dengan perkataan beliau.

Saya merasa yakin bahwa kita selalu menemukan sosok-sosok orang biasa yang menjadi luar biasa dalam pelayanannya. Ia melayani bukan karena ia hebat dan kuat tetapi semata-mata karena mau membalas kasih dan kebaikan Tuhan. Ada pelayan-pelayan Tuhan yang mengalami mukjizat dan sebagai tanda syukurnya, mereka menyediakan waktu untuk Tuhan. Ada yang memiliki waktu atau saat teduh, ada yang menggunakan waktu untuk membaca dan merenungkan Sabda, ada yang terlibat dalam karya sosial karitatif. Semua dilakukan dengan sukarela, penuh dengan sikap lepas bebas. Benarlah perkataan Tuhan bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, untuk apa pun di bawah langit ada masanya (Pkh 3:1). Waktu yang ada tidak dapat disia-siakan tetapi digunakan untuk kebaikan yang indah.

Himne tentang waktu dalam bacaan ini sangat menguatkan karena masuk dalam pengalaman-pengalaman hidup kita yang nyata. Ada waktu untuk lahir dan meninggal, ada waktu untuk menanam dan menuai, ada waktu untuk membunuh dan menyembuhkan, ada waktu untuk memrombak dan membangun. Ada waktu untuk menangis dan tertawa, ada waktu untuk meratap dan menari. Ada waktu untuk membuang batu dan mengumpulkannya kembali. Ada waktu untuk memeluk dan menahan diri untuk tidak memeluk. Ada waktu untuk mencari dan ada waktu untuk menderita rugi. Ada waktu untuk menyimpan dan ada waktu untuk membuang. Ada waktu untuk merobek dan ada waktu untuk menjahit. Ada waktu untuk berdiam diri dan ada waktu untuk berbicara. Ada waktu untuk mengasihi dan ada waktu untuk membenci. Ada waktu untuk perang dan ada waktu untuk damai. Lihatlah bahwa segala sesuatu itu memang ada waktunya. Kita membaca: “Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Hanya manusia yang tidak mampu memahami dan menyelami rencana Tuhan.

Mengapa kita masih kesulitan untuk memahami dan menyelami rencana Tuhan? Karena kita yang mengaku percaya kepada-Nya belum mengenal-Nya secara pribadi. Dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana Tuhan Yesus sedang berdoa seorang diri lalu berdialog dengan para murid mengenai identitas diri-Nya sebagai Mesias yang menderita. Hal pertama yang patut kita renungkan adalah Yesus meskipun Anak Allah namun Ia tetap bersatu dengan Bapa dalam doa. Ia memiliki waktu-waktu tertentu untuk berdoa kepada Bapa. Dia berdoa seorang diri. Apakah kita juga memiliki waktu yang cukup untuk berdoa seorang diri seperti yang Tuhan Yesus lakukan? Untuk segala sesuatu ada waktunya, hanya saja banyak kali kita lalai untuk berdoa secara pribadi. Kalau berdoa seorang diri saja kita lalai, bagaimana kita dapat berdoa bersama-sama dengan orang lain? Selalu saja ada alasan untuk membenarkan diri kita supaya lalai dalam doa secara pribadi dan doa bersama.

Hal kedua yang penting dalam bacaan Injil adalah ada waktu untuk mengakui iman kita kepada Tuhan Yesus. Kita perlu mengenal Tuhan Yesus secara pribadi dan lebih dalam lagi. Orang lain menyangka bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, Elia atau seorang nabi tempo doeloe dan bangkit kembali. Mengapa mereka senang menyebut Yohanes Pembaptis? Karena Yohaneslah yang menyiapkan kedatangan Yesus sang Mesias, lagi pula banyak di antara mereka adalah murid-murid Yohanes. Nama Elia disebut karena mereka masih memiliki harapan bahwa Elia adalah Mesias yang akan datang kembali. Demikian juga nabi-nabi yang tidak disebut namanya dengan jelas karena keterpesonaan mereka terhadap nabi-nabi masa lalu. Ketika Yesus bertanya kepada mereka tentang siapakah Yesus bagi mereka maka Simon Petrus menjawab: “Mesias dari Allah.” Yesus adalah Yang Diurapi dari Allah. Jawaban Petrus sebagai juru bicara para murid bukan dari dirinya melainkan dari Bapa di Surga. Apakah kita memiliki waktu untuk mengakui bahwa Yesus adalah satu-satunya Mesias bagi kita?

Hal ketiga, Tuhan Yesus adalah sosok Mesias yang menderita. Dia bukan Mesias yang jaya sebagaimana dipikirkan secara manusiawi. Ia berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22). Sang Mesias sendiri merasakan ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal dunia. Hal yang sama akan kita alami juga maka kita tidak memiliki hak untuk menolak rencana Tuhan yang terjadi dalam waktu dan terjadi dalam hidup kita.

Pada hari ini Tuhan menyapa kita supaya selalu menyadari semua waktu sepanjang hidup ini dan mensyukurinya. Semakin kita bersyukur semakin kita menyapa Tuhan dalam doa-doa kita. Semakin kita berdoa kita juga mengenal-Nya lebih dalam lagi. Siapakah Kristus bagimu saat ini?

PJ-SDB