Homili 5 November 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXXI
Flp. 3:3-8a
Mzm. 105:2-3,4-5,6-7
Luk. 15:1-10

Bermurah hatilah

Pada hari ini kami para Salesian Don Bosco di seluruh dunia mengenang para penderma kongregasi yang sudah dipanggil Tuhan. Saya teringat pada sosok Don Bosco yang sangat menghargai para penderma. Mereka dengan cara masing-masing ikut terlibat dalam mensukseskan karya dan pelayanan para Salesian di tengah kaum muda. Sebagai contoh Don Bosco pernah melakukan perjalanan ke Prancis untuk mencari dana dalam rangka membangun Basilika Hati Kudus Yesus di Roma sesuai permintaan Paus Leo XIII. Dana yang banyak itu merupakan uluran tangan kasih Tuhan melalui para penderma. Sebab itu Don Bosco mengatakan: “Everything fades away, but not our gratitude. We shall always pray that God will abundantly bless those who have been so good to us.” (Segalanya akan memudar, namun tidaklah demikian dengan rasa terima kasih kita. Kita harus selalu berdoa dan bersyukur agar Tuhan memberkati mereka semua yang telah berbuat begitu baik kepada kita).

Di masa pandemi ini, kita harus tetap berusaha untuk menolong kaum papa miskin. Habitus suka menolong harus selalu ada di dalam diri kita. Kita tentu tidak akan membiarkan teman-teman yang sedang kesulitan untuk mendapatkan sesuap nasi dan seteguk air. Yesus mengatakan: “Kamu harus memberi mereka makan” (Mrk 6:37). Ini adalah perintah bagi kita semua untuk berjiwa dermawan kepada sesama manusia. Memang ada orang yang mungkin takut untuk menjadi miskin sehingga tidak mau berbagi. Tetapi akan lebih mulia ketika orang berbagi dari kekurangan mereka. Itulah kemurahan hati, yang menggambarkan sikap dermawan kita terhadap sesama manusia. Sebuah prinsip yang bagus adalah: “Jadilah orang yang dermawan tapi jangan menjadi pemboros. Jadilah orang yang hidup sederhana, tetapi jangan menjadi orang yang kikir.” Para penderma adalah orang yang berani melepaskan dan meninggalkan segala sesuatu.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk berani mengingat sekaligus melepaskan masa lalu kita untuk menggapai suatu masa depan yang lebih bagus. Paulus melihat kembali masa lalunya dan ia jujur mengakui semuanya. Inilah perkataan Paulus yang jujur adanya: “Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.” (Flp 3:4-6). Jarang sekali kita mendapat orang yang jujur seperti Paulus, yang mengingkapkan kembali masa lalu yang penuh kegelapan. Mungkin kita saat ini masih merasa malu untuk mengungkapkan masa lalu kita. Kita belajar dari Paulus yang berani melepaskan masa lalunya untuk mengabdi Kristus.

Hal yang menarik perhatian kita adalah Paulus berusaha untuk membaharui dirinya. Ini menjadi kekuatan bagi kita juga. Perhatikan perkataannya ini: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” (Flp 3:7-8). Ini benar-benar merupakan metanoia yang radikal dan patut kita ikuti.

Dalam bacaan Injil kita mendengar Tuhan Yesus menunjukkan belas kasih-Nya kepada manusia yang berdosa. Dia mengakui bahwa perutusan-Nya di dunia ini adalah untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. Pertobatan selalu membawa sukacita bagi banyak orang: “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:10).

Tuhan Yesus memang hebat. Ia membuka wawasan kita, membiarkan kita masuk dalam jalan pertobatan dengan contoh-contoh yang praktis. Dia memberi contoh-contoh dalam bacaan Injil hari ini: Pertama, tentang semangat sebagai gembala yang baik. Gembala yang baik itu siap untuk mencari yang tersesat untuk menyelamatkan bukan berada di zona nyaman karena sembilan puluh sembilan yang tidak tersesat. Sembilan puluh Sembilan itu tidak memiliki kemauan untuk bertobat sebab mereka berpikir bahwa mereka adalah orang benar, padahal mereka juga memiliki kerapuhan. Kedua, Wanita yang kehilangan satu dirham dari sepuluh yang dimilikinya akan mencari satu yang hilang, dan ketika menemukannya akan ada sukacita yang besar. Semangat pertobatan yang radikal memang perlu kita miliki di dalam hidup ini.

Lalu apa hubungannya dengan sikap dermawan?

Baik santu Paulus dan Tuhan Yesus sama-sama menuturkan tentang kemampuan untuk melepaskan supaya lebih bebas dalam mengabdi Tuhan. Santu Paulus murah hati dengan meninggalkan hidup lama yang dianggapnya sampah karena merugikan Kristus. Dia mengenakan hidup baru dalam Kristus dan Tuhan yang dianggap lebih mulia dari segalanya. Paulus bermurah hati kepada Tuhan Yesus dan Gereja-Nya. Tuhan Yesus mengajar kita bermurah hati dengan berani meninggalkan zona nyaman, kepuasaan sesaat untuk menemukan yang lebih sulit dan ekstrim. Satu domba hilang akan dicari sampai dapat dibandingkan dengan bertahan bersama Sembilan puluh Sembilan. Hal yang sama juga terjadi dengan satu dari sepuluh dirham yang hilang. Sikap murah hati akan membuka pintu pertobatan bagi kita semua. Hidup Kristiani memang seharusnya demikian, penuh dengan semangat untuk bertobat hari demi hari.

P. John Laba, SDB