Homili 13 November 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXXII
2Yoh. 4-9
Mzm. 119:1,2,10,11,17,18
Luk. 17:26-37

Hidup yang tidak bercela

Saya memiliki kebiasaan memeriksa buku catatan para siswa di sekolah. Saya selalu menemukan hal-hal tertentu yang menakjubkan. Saya pernah menemukan seorang anak menggambar wajah seorang pria dan wanita lalu mencoret mulut keduanya. Saya memanggilnya ke kantor dan berbicara dengan dia. Ia mengaku sangat kesal dengan kedua orang tuanya lantara selalu banyak bicara, membentak dan memaki. Saya salut karena anak remaja ini mulai mengerti apa artinya menghargai hidup orang lain dan menjaga lidah. Seorang siswa menulis di salah satu halaman buku perkataan ini: “Berbahagialah orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat Tuhan.” (Mzm 119:1). Beberapa waktu kemudian saya memanggilnya dan bertanya-tanya tentang kutipan dari Kitab Mazmur ini. Ia mengatakan bahwa ia mau menjadi orang terbaik bagi Tuhan dan sesama. Untuk menjadi orang baik maka ia mau hidup tidak bercela dan bercacat di hadirat Tuhan. Saya teringat pada St. Paulus yang mengatakan: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4). Sebab itu keinginan anak remaja ini adalah kehendak Tuhan baginya.

Bacaan-bacaan Kitabb Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk meraih hidup kudus, tak bercela di hadirat Tuhan. Yohanes dalam surat keduanya memulai dengan perkataan yang tertuju pada sebuah keluarga: “Hai ibu yang terpilih, aku sangat bersukacita, bahwa aku mendapati, bahwa separuh dari anak-anakmu hidup dalam kebenaran sesuai dengan perintah yang telah kita terima dari Bapa.” (2Yoh 1:4). Hidup kudus dan tak bercela berarti hidup dalam kebenaran sesuai dengan perintah Tuhan. Kita mengenal satu-satunya kebenaran yaitu Yesus sendiri sebagai Anak Bapa di Surga. Hidup dalam kebenaran berarti hidup dalam kasih.

Bagi Yohanes, hidup dalam kasih berarti pemenuhan terhadap perintah Tuhan. Sebuah perintah yang bukan lagi baru, melainkan sebuah perintah yang sudah lama yakni supaya saling mengasihi. Kasih bagi Yohanes berarti hidup menurut perintah-perintah Tuhan. Pikiran kita terarah pada perkataan ketaatan. Orang yang taat adalah orang yang mampu mendengar dengan baik. Dengan mendengar maka ia dapat menjadi taat. Dengan menjadi taat maka ia akan mampu mengasihi. Mentaati dan mengasihi selalu berjalan bersama-sama. Untuk mampu mentaati dan mengasihi maka kita harus hidup sepadan dengan Kristus. Sebab itu Yohanes memberikan warning kepada kita: “Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya. Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak.” (2Yoh 1:8-9).

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus mengingatkan kita supaya selalu siap menyambut kedatangan Anak Manusia. Untuk meyakinkan para murid-Nya tentang pentingnya sikap selalu siap siaga menyambut kedatangan Tuhan maka Yesus mengambil contoh-contoh praktis yang kisahnya mereka Kenal dalam dunia Perjanjian Lama. Misalnya soal keadaan orang yang hidup dalam dosa hingga restorasi pada zaman Nuh. Dengan adanya air bah maka hanya keluarga Nuh yang selamat. Selain itu, ada tentang orang-orang Sodom dan Gomora yang mengalami hujan belerang dan api dari langit. Hanya Lot yang selamat. Kedua kisah ini membantu para murid dan kita semua untuk berani meninggalkan hidup lama dan berusaha memiliki hidup baru. Hidup yang tak bercela di hadirat Tuhan. Hidup kudus hanya bagi Tuhan.

Selanjutnya Yesus mengingatkan para murid tentang kedatangan-Nya kelak. Kapan itu terjadi? Tidak hanya yang tahu, hanya Bapa yang tahu. Berkaitan dengan ini, Yesus berkata: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mat 24:36). Sikap berjaga-jaga memang harus kita miliki. Yesus berkata: “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.” (Luk 17:33). Sekali lagi di sini Yesus mengingatkan kita tentang hidup yang kudus dan tak bercela di hadirat Tuhan. Tanpa kekudusan maka yang ada hanyalah penderitaan. Yesus berkata lagi: “Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar.” (Luk 17:37).

Mari kita berusaha untuk selalu bersiap siaga dengan sebuah habitus baru yakni hidup dengan kudus dan tak bercela di hadirat Tuhan. Ini sungguh membahagiakan. Kita berani memohon kepada Tuhan: “Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu.” (Mzm 119:10). Tuhan menguduskan dan menyelamatkan kita semua.

PJ-SDB