Homili 9 Desember 2020

Hari Rabu, Pekan Adventus II
Yes. 40:25-31
Mzm. 103:1-2,3-4,8,10
Mat. 11:28-30

Marilah kepada-Ku!

Hari-hari dalam masa Adventus terus berlanjut. Kini kita sedang berada di pertengahan pekan kedua Adventus, artinya kita perlahan-lahan akan memasuki pertengahan masa Adventus dan sebentar lagi kita akan merayakan Natal tahun 2020. Masa adventus tahun ini memang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Akibat covid-19 maka masih banyak saudari dan saudara yang pergi ke Gereja untuk berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi. Ada yang hampir setahun tidak menerima komuni dan mengakui dosa. Ini benar-benar pengalaman yang keras untuk tahun 2020. Tidak hanya covid yang melumpuhkan hampir semua aspek kehidupan dan relasi antar pribadi. Kini musim hujan mulai tiba sehingga terjadi banjir di mana-mana, penyakit menular pun bermunculan. Para saudara dan saudari kita di Pulau Lembata, NTT khususnya dua kecamatan di Ile Ape sedang mengalami kesulitan akibat erupsi ile Lewotolok sehingga mereka mengungsi. Betapa beratnya mengungsi di musim hujan karena mereka sebenarnya harus menanami kebun mereka. Dalam situasi seperti ini, mudah sekali orang melupakan Tuhan dan berkata: “Tuhan sedang tidur sehingga Ia melupakan kita. Tuhan tidak mengasihi kita lagi sehingga gelombang penderitaan datang silih berganti.”

Saya teringat pada nubuat Tuhan melalui nabi Yesaya. Ketika melihat umat-Nya mengalami musibah kehidupan, Tuhan selalu menunjukkan inisiatifnya yang pertama dan terindah. Ia berkata: “Pada waktu Aku berkenan, Aku akan menjawab engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau; Aku telah membentuk dan memberi engkau, menjadi perjanjian bagi umat manusia, untuk membangunkan bumi kembali dan untuk membagi-bagikan tanah pusaka yang sudah sunyi sepi, untuk mengatakan kepada orang-orang yang terkurung: Keluarlah! kepada orang-orang yang ada di dalam gelap: Tampillah! Di sepanjang jalan mereka seperti domba yang tidak pernah kekurangan rumput, dan di segala bukit gundulpun tersedia rumput bagi mereka. Mereka tidak menjadi lapar atau haus; angin hangat dan terik matahari tidak akan menimpa mereka, sebab Penyayang mereka akan memimpin mereka dan akan menuntun mereka ke dekat sumber-sumber air.” (Yes 49: 8-10). Tuhan yang ditampilkan nabi Yesaya adalah Tuhan Allah yang penuh dengan kerahiman. Manusia boleh lupa akan kasih dan kebaikan-Nya tetapi Dia sendiri tidak pernah lupa dengan manusia ciptaan-Nya. Itulah sebabnya Tuhan berkata: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.” (Yes 49:15-16).

Perkataan Tuhan melalui nabi Yesaya ini menunjukkan bahwa Tuhan sendiri tidak pernah lupa atau tidur. Dia tetap mengasihi manusia dalam hidup yang nyata. Maka dalam suasana yang sulit sekali pun, Ia tetap memanggil manusia untuk datang kepada-Nya: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28). Siapakah yang sedang letih, lesu dan berbeban berat? Tentu jawabannya adalah anda dan saya. Kitalah semua yang sedang letih lesu dan berbeban berat di masa pandemi ini. Dan dalam suasana yang sulit ini, Tuhan tetap memanggil kita untuk datang kepada-Nya. Dia yang menolong untuk meringankan beban kehidupan kita.

Apa yang Tuhan Yesus kehendaki bagi kita?

Tuhan Yesus ingin agar kita selamanya berjalan bersama dengan Dia. Ia berkata: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Mat 11:29-30). Kuk adalah sepotong kayu besar yang biasanya dibentuk sedemikian rupa, untuk di taruh di bagian pundak hewan. Biasanya satu kuk akan dipasang pada sepasang hewan, dengan kuk tersebut mereka akan menarik beban, seperti menarik mata bajak, pengirik atau bahkan kereta pedati. Berkaitan dengan perikop ini, St. Yohanes Krisostomus berkata: “Kristus tidak berkata, datanglah orang ini dan orang itu, tetapi ‘semua’ yang berbeban berat, yang sedang berduka, atau yang berdosa, bukan “agar Aku menghukummu”, tetapi agar Aku dapat mengampuni kamu. Datanglah kamu, bukan karena aku memerlukan kemuliaanmu tetapi karena aku menginginkan keselamatanmu. “Dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”; bukan hanya menyelamatkanmu, tetapi lebih dari itu, “memberikan kelegaan”, yaitu menempatkan kamu dalam ketenangan.” Yesus menghendaki supaya kita tetap berjala bersama-Nya dalam semua situasi hidup kita.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menunjukkan sosok Tuhan yang Mahakuasa dan Mahakuat. Bagi Yesaya, “Tuhan ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.” (Yes 40:28-29). Perkataan nabi Yesaya ini sekali lagi sangat menguatkan kita semua. Di kala kita lemah, ia datang untuk menguatkan. Di kala kita jatuh, dialah yang membangkitkan kita dan tetap mengasihi kita apa adanya. Tuhan tetap menuntun kita semua meskipun kita masih hidup dalam kefanaan. Tuhan berkata: “Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yes 40:31).

Masa adventus menjadi bermakna ketika kita berani berbagi dan berempati dengan semua orang. Tuhan selalu memanggil kita untuk datang kepada-Nya. Kita mendapat kelegaan di dalam Tuhan. Dia yang bersedia untuk berjalan bersama kita. Tuhan yang Mahakudus berjalan bersama manusia yang tidak kudus, supaya benar-benar merasakan dan mengalami kekudusan dari Tuhan. Masa adventus menjadi kesempatan bagi kita untuk berempati dengan semua orang yang sangat membutuhkan. Gerakan kepedulian dalam masyarakat kita untuk menolong sesama manusia turut mendekatkan kita kepada Tuhan yang tetap memanggil kita: “Marilah kepada-Ku!”

P. John Laba, SDB