Homili 15 Desember 2020

Hari Selasa Pekan III Adven
Zef. 3:1-2,9-13
Mzm. 34:2-3,6-7,17-18,19,23
Mat. 21:28-32

Kesempatan untuk bertobat

Seorang sahabat barusan menulis pesan singkat kepada saya untuk meminta waktu sebentar supaya ia mengaku dosa. Ia mengatakan kepada saya bahwa Tuhan Allah terlalu baik baginya maka Ia masih memberi kesempatan kepadanya untuk bertobat sebelum saudara maut menjemputnya. Saya bertanya kepadanya alasan mengapa ia sampai berpikir demikian? Dan ia menjawabku bahwa masa pandemi ini tetap berlanjut. Siapa tahu Tuhan memanggilnya untuk mengalami keabadian, ia dalam keadan siap untuk menjawabi ajakan Tuhan. Saya tersenyum dan mengingatkannya supaya jangan lupa bahwa masa novena Natal telah diambang pintu. Sebab itu bertobat itu hal yang indah dan menyenangkan hati Tuhan. Bahwa Tuhan akan memanggilnya untuk mengalami keabadian itu cukup menunggu giliran saja.

Saya bersyukur karena sahabat ini mengingatkan saya supaya mengakui dosa sebelum merayakan Natal juga. Kadang-kadang Tuhan menyapa dan menegur kita melalui pengalaman-pengalaman sehari-hari yang sederhana namun sangat mengesankan. Sahabat saya memiliki masa lalu yang kelam dan saya bersyukur karena ia sangat terbuka dan mau dibimbing untuk bersatu dengan Tuhan. Pertobatan bukan menjadi keterpaksaan baginya melainkan pengalaman kasih Tuhan yang tiada berkesudahan setelah mengalam masa lalu yang gelap. Dan kali ini dia yang menyadarkan saya supaya sebelum merayakan hari Raya Natal, saya sebagai gembala harus mengaku dosa. Pengalaman akan Allah selalu ditandai dengan pertobatan yang terus menerus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk menyesal dan kembali kepada Tuhan. Penginjil Matius mengisahkan bahwa ada seorang Bapa yang mempunyai dua orang anak yang sudah dewasa. Ia meminta kepada anak yang sulung untuk pergi bekerja di kebun anggurnya. Anak sulung ini menjawab bapanya bahwa ia mau pergi tetapi nyatanya ia tidak pergi. Sang Bapa pergi kepada anak yang kedua. Ia memintanya untuk pergi bekerja di kebun anggurnya. Anak itu tidak mau pergi tetapi kemudian ia menyesal dan pergi bekerja di kebun anggur bapanya. Tuhan Yesus bertanya kepada para imam kepala dan pemuka-pemuka Yahudi tentang siapa yang melakukan kehendak Bapanya. Mereka semua sepakan dan menjawab Yesus bahwa anak yang kedua yang melakukan kehendak bapanya.

Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajar mereka sebagai para imam dan pemuka agama untuk melakukan pertobatan yang radikal supaya layak di hadirat Tuhan. Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mat 21:31). Para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal adalah pribadi-pribadi yang dianggap sebagai pendosa pada masa itu. Di mata para imam dan pemimpin agama, mereka ini tidak layak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tetapi mereka ini justru merupakan orang-orang yang terbuka kepada kehendak Allah sehingga mereka yang tadinya ‘tidak mau’ tetapi ‘menyesal’ shingga mau melakukan kehendak Allah di dalam hidup mereka. Hal ini tentu berbeda dengan para imam dan pemuka agama yang berpikir bahwa mereka adalah status quo keselamatan. Maka mereka mau tetapi nyatanya mereka tidak melakukan kehendak Allah.

Untuk lebih menjelaskan maksud Yesus, Ia melanjutkan perumpamaan ini dengan berkata: “Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat 21:32). Kenyataan yang ada pada saat itu adalah kaum yang dianggap pendosa yaitu para pemungut cukai dan pelacur datang kepada Yohanes untuk dibaptis dan melakukan pertobatan yang radikal. Mereka-mereka ini menjadi sahabat Yesus. Ia dekat dengan mereka dan menyelamatkan mereka.

Dalam hidup kita setiap hari, mudah sekali kita menganggap orang lain sebagai kaum pendosa dan merasa bahwa mereka ini tidak layak untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kita berpikir bahwa kita sendiri yang menjadi status quo keselamatan. Padahal sebenarnya bukanlah demikian. Urusan keselamatan itu haknya Tuhan. Kita sebagai manusia adalah orang berdosa yang harus bertobat untuk layak hidup di hadirat Tuhan.Tanpa ada perasaan sebagai orang berdosa maka kita juga akan sulit untuk melakukan pertobatan. Nabi Zefanya dalam bacaan pertama mencontohkan orang yang keras kepala dan sulit untuk bertobat. Sebab itu Tuhan berkata: “Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! Ia tidak mau mendengarkan teguran siapapun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada Tuhan ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap.” (Zef 3:1-2). Mungkin saja kita adalah contoh pemberontak, si cemar, tidak mau mendengar teguran, tidak mempedulikan kecaman dan tidak percaya kepada Tuhan. Pokoknya, ‘kita banget!’

Zefanya lebih lanjut menghadirkan sosok Tuhan yang luar biasa. Tuhan yang kita Imani itu Maharahim. Ia tidak menghitung dosa-dosa kita. Transformasi terjadi dalam diri manusia di hadirat Tuhan menurut Zefanya: Tuhan memberi bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama Tuhan, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu. Orang-orang asing akan memuji Tuhan dan membawa persembahan kepada-Nya. Tuhan berkata: “Aku sendiri akan menyingkirkan dari padamu orang-orangmu yang ria congkak, dan engkau tidak akan lagi meninggikan dirimu di gunung-Ku yang kudus.” (Zef 3:11).

Pada akhirnya ada harapan dari Tuhan yang begitu indah tentang pertobatan sejati: “Di antaramu akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama Tuhan, yakni sisa Israel itu. Mereka tidak akan melakukan kelaliman atau berbicara bohong; dalam mulut mereka tidak akan terdapat lidah penipu; ya, mereka akan seperti domba yang makan rumput dan berbaring dengan tidak ada yang mengganggunya.” (Zef. 3:12-13). Pertobatan sejati bukan semata-mata usaha manusia tetapi Tuhan yang melakukan pendekatan pertama untuk menunjukkan kerahiman-Nya.

Bagaimana dengan kita? Kita semua orang berdosa. Mari kita bertobat dan kembali kepada Tuhan untuk merasakan kerahiman-Nya.

PJ-SDB