Homili 5 Januari 2021

Hari Selasa, Setelah Penampakan Tuhan
1Yoh 4:7-10
Mzm 72: 1-2.3-4b.7-8
Mrk 6:34-44

Dengan hati yang berbelas kasih

Adalah Albert Schweitzer (1875-1965). Filsuf dan Pemusik Jerman ini pernah berkata: “Tujuan hidup manusia adalah untuk melayani, dan untuk menunjukkan belas kasih dan kemauan untuk membantu orang lain.” Perkataan beliau ini sederhana namun memiliki pesan yang mendalam bagi kita. Kita hidup di dunia ini untuk melayani. Di dalam keluarga, melayani adalah jalan kasih yang benar. Orang mengaku saling mengasihi harus nyata dalam semangat saling melayani. Cinta tanpa semangat melayani itu bukanlah cinta sejati.

Tuhan mengasihi manusia sebab manusia diciptakan sesuai dengan wajah-Nya sendiri. Kasih Tuhan Allah sungguh nyata dalam diri Yesus yang datang untuk melayani bukan untuk dilayani. Kita pun dipanggil Tuhan untuk melayani bukan untuk dilayani. Ketika kita melayani, kita juga menunjukkan belas kasih kita kepada sesama manusia. Kita tidak hanya sekedar melayani, kita melayani karena kasih. Kita melayani karena Tuhan yang adalah kasih melayani manusia meskipun rapuh hidupnya. Albert Schweitzer juga menekankan tentang belas kasih dan kemauan untuk membantu orang lain. Apakah kita sungguh-sungguh melayani dan memiliki rasa belas kasih kepada sesama?

Pada hari ini penginjil Markus bercerita: Tuhan Yesus sedang berkeliling untuk berbuat baik. Ia menyembuhkan banyak orang yang sakit, bahkan orang mati dibangkitkan-Nya. Pada kesempatan-kesempatan tertentu Ia melihat jumlah orang yang begitu banyak. Hati-Nya tergerak oleh belas kasih kepada mereka sebab mereka itu seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Yesus adalah gembala yang baik, gembala yang berada di tengah-tengah domba-domba dan mengenal mereka satu persatu. Seorang gembala yang ketika seekor dombanya tersesat, rela meninggalkan yang sembilan puluh sembilan untuk pergi dan mencari satu yang tersesat itu.

Hati Yesus yang penuh belas kasih haruslah menjadi hati kita di masa pandemi ini. Kita selalu mendoakan doa ini: “Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu”. Masa pandemi memanggil kita untuk memiliki hati Yesus yang berbelas kasih kepada sesama yang sedang menderita. Hati yang suka berbagi sebagai tanda kepeduliaan kepada sesama manusia. Para orang tua jadilah pendidik yang handal bagi anak-anakmu. Saya sebagai iman diingatkan Paus Fransiskus supaya menjadi gembala berbau domba. Begitu luhur dan indahnya melayani seperti Tuhan sendiri.

Apa yang dilakukan Yesus? Ia membuat sebuah mukjizat yakni menggandakan roti dan ikan. Para murid diingatkan Yesus untuk belajar berbagi dari sedikit yang mereka miliki. Ada ketakutan untuk berbagi karena hanya sedikit yang kita miliki. Tuhan Yesus mengajar kita bahwa dari sedikit yang kita miliki, kalau kita berikan dengan sukarela dan sukacita maka akan memuaskan banyak orang. Misalnya, dalam kisah mukjizat penggandaan roti dan ikan. Dengan lima roti dan dua ikan bisa memberi makan orang banyak yakni lima ribu orang. Dari sedikit bisa memberi kepada banyak orang. Masa pandemic menanggil kita untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Yesus. Bagi para murid, ini adalah sebuah mukjizat tetapi bagi Yesus, ini adalah pelajaran hidup untuk berbagi dari sedikit yang mereka miliki.

P. John Laba, SDB