Homili 6 Januari 2021 – Injil Untuk Daily Fresh Juice (DFJ)

Hari Rabu Setelah Epifani
1Yoh. 4:11-18;
Mzm. 72:2,10-11,2-13;
Mrk. 6:45-52

Lectio:

Sesudah memberi maka lima ribu orang, Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. Ketika hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat. Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah. Mereka sangat tercengang dan bingung, sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.

Demikianlah Injil Tuhan kita.
Terpujilah Kristus

Renungan:

Angin sakal zaman now!

Saya barusan membereskan file-file di laptop saya. Saya menemukan kembali sebuah kutipan dari Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II yakni “Salvifici Doloris” (Penderitaaan yang Menyelamatkan), tentang Arti Kristiani dari Penderitaan Manusia, tertanggal 11 Februari 1984. Inilah kutipan perkataan orang kudus modern yang menarik perhatian saya: “Jika seseorang ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus, maka hal ini terjadi karena Kristus telah membuka penderitaan-Nya kepada manusia, karena Dia sendiri dalam penderitaan-Nya yang menyelamatkan, dalam arti tertentu, telah ikut ambil bagian dalam penderitaan manusia. Manusia, yang menemukan penderitaan Kristus yang menyelamatkan, melalui imannya, juga menemukan di dalamnya penderitaan-penderitaannya sendiri. Ia menemukannya kembali melalui imannya dengan suatu isi yang baru dan arti baru.” (SD, 20).

Saya mengambil kutipan ini untuk mengawali renungan kita pada hari ini karena bagi saya perkataan ini masih sangat aktual. Kita sudah berada di awal tahun 2021, namun pandemi covid-19 ini semakin menjadi-jadi. Data di Indonesia yang saya akses pada tanggal 4 Januari 2021 menunjukkan bahwa: Mereka yang positif: 772.103, yang sembuh: 639.103 dan yang meninggal 22.911. Nah kita bisa membayangkan data-data sebelum tanggal 4 Januari dan data aktual hari ini 6 Januari 2021 pasti bertambah. Data-data ini memang menakutkan kita dan generasi manusia secara umum. Kita semua lalu dihadapkan pada pertanyaan tentang Allah yang Mahabaik dan pandemi covid-19. Pertanyaan klasiknya adalah kalau Allah kita itu Mahabaik mengapa ia membiarkan covid-19 ini semakin merajalela? Mengapa Ia mengijinkan covid-19 menimpa umat manusia di seluruh dunia? Kapan Tuhan Allah akan membiarkan penderitaan ini berlalu? Pertanyaan ini membawa saya kepada sebuah penegasan yang disampaikan Paus Yohanes Paulus II dalam kutipan di atas: “Manusia, yang menemukan penderitaan Kristus yang menyelamatkan, melalui imannya, juga menemukan di dalamnya penderitaan-penderitaannya sendiri. Ia menemukannya kembali melalui imannya dengan suatu isi yang baru dan arti baru.” (SD, 20). Sedangkan Paus Fransiskus mengatakan: “Melihat Yesus dalam penderitaanNya, kita melihat seperti pada cermin penderitaan semua umat manusia dan kita menemukan jawaban ilahi untuk misteri kejahatan, penderitaan, kematian”. Tuhan tetap memiliki kuasa atas seluruh hidup kita.

Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang sangat menarik. Setelah Yesus memberi makan lima ribu orang, Ia menyuruh orang banyak yang sudah kenyang itu pulang, para murid-Nya juga mendahului-Nya ke seberang. Yesus sendiri menggunakan kesempatan untuk pergi ke bukit dan berdoa. Ia bersyukur atas segala sesuatu yang sudah dilakukan-Nya, termasuk mukjizat lima roti dan dua ikan. Para murid yang sedang berlayar sendirian tanpa Yesus itu mengalami angin sakal. Maklumi danau Galilea yang panjangnya 21 Km dan lebar 11 Km itu letaknya sekitar 495m di bawah permukaan laut tengah. Dengan demikian angin dari daerah pegunungan termasuk dataran tinggi Golan akan membuat pusaran tertentu di danau Galilea sehingga danau itu mengamuk dan membahayakan para nelayan. Para murid Yesus merasa ketakutan, sambil mendayung perahu mereka di tengah amukan angin sakal ke seberang danau. Pada saat itulah Yesus berjalan di atas air, pura-pura hendak melewati mereka. Dalam keadaan takut Yesus menyapa mereka dengan perkataan yang meneguhkan: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mrk 6:50). Yesus naik ke perahu, angin redah dan para murid tercengang dan bingung sebab Yesus memiliki kuasa yang luar biasa. Angin sakal saja takluk pada Yesus.

Saya membayangkan bahwa dunia kita ini serupa dengan sebuah bahtera yang sedang berada di tengah lautan dan diterpa angin sakal ‘covid-19’. Ada ketakutan umat manusia yang mencekam seperti yang kita sedang mengalaminya bersama. Kita semua seakan berteriak ketakutan karena covid-19 ini sedang berada di depan pintu kita. Benar-benar sebuah ancaman yang sangat serius. Saya membayangkan Gereja kita juga sedang mengalami teriakan-teriakan yang sama untuk memohon kehadiran Tuhan. Ini benar-benar penderitaan yang dahsyat bagi kita dan dunia. Ini adalah realitas kita bersama. Sebuah angin sakal zaman now!

Pengalaman ini memang menakutkan tetapi menjadi kesempatan untuk membantu kita mengintrospeksi diri dengan pertanyaan ini: Apakah kita benar-benar membutuhkan Tuhan? Para murid Yesus pergi sendiri dan merasa bahwa dengan pengalaman sebagai nelayan, mereka dapat menaklukan angin sakal di danau. Ternyata hanya ketika Yesus hadir maka angin sakal menghilang dan danau menjadi tenang. Kita tidak boleh mengandalkan diri dan kekuatan manusiawi kita. Pada saat ini, kita butuh Tuhan untuk berbicara dan menyatakan diri-Nya: “Tenanglah, Aku ini!” supaya angin sakal zaman now ini yakni covid-19 ini bisa lenyap. Semakin kita mengandalkan diri, semakin berjatuhan korban sebagaimana pengalaman umat Israel di padang gurun dalam kisah ular tedung. Semakin kita mengandalkan Tuhan maka angin sakal zaman now yakni covid-19 ini bisa hilang. Sungguh kita membutuhkan Tuhan dan kuasa-Nya. Kita belajar supaya jangan terlampau mengandalkan diri sendiri.

Doa: Tuhan Allah kami, kami sudah memasuki tahun yang baru yakni 2021. Kami semua masih diselimuti ketakutan akan bahaya pandemi covid-19. Bantulah kami supaya dengan kuat kuasa-Mu saja, kami dapat luput dari bahaya covid-19, laksana angin sakal zaman now ini. Kami tetap percaya bahwa di masa yang sulit sekali pun Engkau akan datang dan menenangkan kami sebagaimana Putera-Mu Yesus Kristus berkata: “Tenanglah, Aku ini. Jangan takut!” Amen.

P. John Laba, SDB