Homili 7 Januari 2021

Hari Kamis, Penampakan
1Yoh 4:19-5:4
Mzm 72:1-2.14.15.bc.17
Luk 4:14-22a

Dengan mata tertuju kepada Yesus

Ada seorang anak kecil yang bertanya kepada mamanya ketika mereka singgah di sebuah Gereja untuk berdoa bersama: “Mama, kenapa kalau berdoa selalu melihat ke depan altar bukan menunduk seperti orang lain?” “Mama sedang melihat Yesus”, jawab mamanya. Anaknya bertanya lagi: “Yesus ada di mana?” Mamanya menjawab: “Yesus sedang bersemayam di dalam kamar-Nya, di dekat lampu yang menyalah itu. Nama kamarnya adalah tabernakel.” Anaknya mengangguk sambil berkata: “Oh, yang kita biasa diterima saat mengikuti misa?” Mamanya menjawab: “Ya, itu namanya Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Dia benar-benar ada bersama kita.” Dialog sederhana antara anak dan mamanya kelihatan sederhana tetapi mewakili dialog iman yang terjadi dalam banyak keluarga. Sebab itu para orang tua harus benar-benar menyiapkan mentalnya untuk mengedukasi anak-anaknya dalam hal iman. Pendidikan iman yang sederhana, pengenalan Yesus yang hadir dalam sakramen Mahakudus perlu ditanamkan orang tua sedini mungkin kepada mereka.

Hidup Kristiani bermakna ketika kita setia mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus berarti kehidupan Yesus haruslah menjadi kehidupan kita. Visi dan Misi-Nya di dunia ini haruslah menjadi visi dan misi kita juga. Kita menamakan diri kita dengan bangga sebagai orang Kristen, artinya sebagai Kristus kecil di tengah dunia. Sebab itu kehidupan Kristus harus menjadi nyata di dalam kehidupan pribadi kita. Mata hati kita harus tetap tertuju kepada Yesus Kristus, mendengar Sabda-Nya dan setia merenungkan dan melakukannya di dalam hidup kita.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Yesus yang indah dari Penginjil Lukas. Setelah Ia lulus pencobaan di padang gurun, dalam kuasa Roh, Ia kembali ke Galilea. Nama-Nya begitu popular di Galilea. Ia mengajar di dalam rumah-rumah ibadat dan semua orang yang mendengar pengajaran itu memuji-Nya. Dia bijaksana melebihi para nabi dan para guru Yahudi. Ia juga kembali ke Nazareth, kampung halaman-Nya. Ia mengikuti ibadah pada hari Sabat dan mendapat kepercayaan dari pejabat untuk membaca nas Kitab Suci. Kepadanya diberikan gulungan Kitab Nabi Yesaya, lalu Ia membacanya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19). Ia membaca nas Kitab Suci dari Yes 61:1-2 dan Yes 58:6 yang mana semua orang di dalam rumah ibadat itu sudah mengetahuinya. Semua mata di dalam rumah ibadat itu tertuju kepada Yesus, dan dengan tegas Ia mengatakan: “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarnya!”

Tuhan Yesus sedang memberikan visi dan misi-Nya. Dia datang ke dunia untuk mewartakan Injil kepada kaum papa miskin. Ia melakukannya dengan sempurna. Ia berbicara dengan penuh kuasa dan wibawa. Ia membuat tanda-tanda heran untuk mewujudkan visi dan misi-Nya ini dengan sempurna: orang lumpuh bisa berjalan, orang buta bisa melihat, orang tuli mendengar, orang kusta sembuh, orang lapar dikenyangkan, orang mati dibangkitkan. Tanda-tanda ini sungguh membebaskan orang-orang pada zaman itu dan tetap berlangsung sampai sekarang. Yesus tetap hadir dalam Gereja dan melakukan tanda-tanda heran. Maka tepat sekali ketika Ia mengatakan: “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarnya!” Mukjizat sungguh-sungguh terjadi dan nyata.

Semua yang dilakukan Tuhan Yesus ini karena kasih-Nya yang tiada batasnya bagi manusia. St. Yohanes dalam suratnya mengatakan bahwa Allah adalah kasih. Ia mengasihi manusia apa adanya dan diharapkan supaya manusia juga melakukan hal yang sama yakni mengasihi. Pada hari ini, Yohanes dalam bacaan pertama mengatakan: “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” (1Yoh 4:19). Banyak kali kita berpikir bahwa kitalah yang mengasihi Tuhan. Bukan! Tuhanlah yang lebih dahulu mengasihi kita maka kita mengasihi Tuhan sebagai jawaban kasih, dan mengasihi sesama seperti Tuhan mengasihi. Kalau kita mengatakan kita mengasihi Tuhan tetapi membenci saudara maka kita adalah pendusta. Berapa kali kita sudah berdusta ya? Berkali-kali kita berdusta! Tuhan yang tidak kelihatan tidak akan dikasihi kalau kita tidak mengasihi saudara di samping yang selalu kelihatan.

Allah adalah kasih. Kalau kita mampu mengasihi berarti kita berasal dari Allah. Kita lahir dari Allah. Kita memgasihi Tuhan dengan melakukan perintah-perintah-Nya. Kita mengasihi karena kita percaya. Yohanes mengatakan bahwa iman merupakan kemenangan atas dunia. Kita memiliki kasih, iman dan harapan untuk bersatu dengan Tuhan. Dengan kasih, iman dan harapan akan tetap membantu kita untuk memandang Tuhan. Mata kita harus tetap tertuju kepada Tuhan Yesus dan mengagumi-Nya. Melihat atau memandang dalam alam pikir St. Yohanes berarti mengasihi dengan tulus. Apakah anda mengasihi Tuhan Yesus dengan tulus?

P. John Laba, SDB