Homili 11 Januari 2021

Hari Senin, Pekan Biasa I/B
Ibr. 1:1-6
Mzm 97:1-2b.6.7c.9
Mrk. 1:14-20

Merenung sejenak panggilan hidupku

Pada suatu kesempatan saya di wawancarai oleh seksi panggilan di sebuah paroki. Ada sebuah pertanyaan yang mengagetkanku: “Kapan dan di mana Romo mendengar suara panggilan Tuhan untuk menjadi seorang gembala?” Saya tinggal di dalam Biara Salesian Don Bosco memasuki tahun ke-32, sejak tahun 1989 dan sudah menjadi imam 20 tahun terakhir ini. Hanya saja saya sendiri sudah lupa kapan dan di mana untuk pertama kali saya mendapatkan panggilan Tuhan untuk menjadi imam. Yang jelas saya merasa yakin bahwa saya dipanggil ketika saya tidak sedang berdoa, beradorasi atau mengikuti misa. Bahwa saya memiliki keinginan untuk menjadi seperti sekarang ini memang sejak masih kecil, sebelum masuk Sekolah Dasar juga sudah suka untuk menjadi seperti sekarang ini. Orang tua saya hanya bercerita bahwa alm Pater Ande Mua, SVD, ketika masih frater datang ke rumah kami, melihat saya dan mengangkat saya sambil membalikkan badan saya dengan posisi kepala saya ke arah tanah dan mengatakan: “Kamu kalau besar ikut saya ya”. Itu sebuah cerita ‘profetis’ dari pastor perdana keluarga dan dan dari kampung. Tuhan memanggil dan memilihku sehingga pada saat misa syukur imamat bulan Juni 2001 yang lalu, pastor Parokiku mengatakan: saya menjadi imam ke enam dalam keluarga besar Tolok di Lerek, imam ke-16 dari kampung Lerek dan imam ke-32 dari Paroki Lerek. Saya menyukai angka-angka ajaib ini.

Apakah saya dipanggil saat sedang berdoa? Tidak! Saya merasa dipanggil dalam hidup saya yang biasa-biasa. Tetapi Tuhan yang berinisiatif untuk memanggil, memilih dan menentukanku untuk menjadi abdi-Nya. Selama 32 tahun di dalam komunitas biara, saya selalu percaya bahwa Tuhan selalu memiliki inisiatif untuk melakukan segala sesuatu di dalam hidupku. Kadang-kadang saya juga bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa saya bukan orang lain yang terpilih menjadi abdi-Nya? Pertanyaan ini selalu muncul dan saya percaya bahwa kehendak Tuhan adalah seperti sekarang ini maka saya harus taat dan siap untuk mengabdi dengan setia. Berbagai pengalaman selama formatio dan sebagai gembala saya jalani di Timor Leste, Sumba, Jakarta dan Tangerang. Di tempat-tempat ini saya merasakan panggilan Tuhan dan keindahannya. Ada pengalaman suka dan duka, jatuh dan bangun tetapi Tuhan turut bekerja di saat-saat itu. Tuhan tidak lupa, tidak tidur tetapi selalu mengarahkan saya untuk datang kepada-Nya.

Pada hari ini saya sangat berbahagia karena Tuhan kembali menyadarkan saya untuk mengenang panggilan dan pilihan Tuhan. Tuhan mengingatkan saya bahwa panggilan itu menjadi indah dan mulia karena menjadi sungguh nyata dalam pertobatan radikal diri pribadiku. Saya mengalami pertobatan yang luar biasa dalam hidupku selama 32 tahun terakhir. Saya yang sebelum tahun 1989 sudah berbeda dengan setelah tahun 1989 hingga saat ini. Saya memaknai pengalaman panggilan ini sebagai rahmat pertobatan peribadiku. Dan benar sebagaimana Tuhan Yesus katakan: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15) Panggilan dan pelayananku menjadi kuat karena ada pertobatan yang membawaku kepada pengalaman akan Allah yang terus menerus. Saya juga semakin percaya bahwa Yesus juga berjalan dalam Lorong-lorong kehidupanku sehingga Ia memanggilku untuk menjadi abdi-Nya. Inilah perkataan Yesus yang saya rasakan dalam suka dan duka menghayati panggilan dan perutusanku: “Mari, Ikutlah Aku dan kalian akan Kujadikan penjala manusia.” (Mrk 1: 17). Perkataan Yesus ini sungguh nyata. Saya menjala manusia sebagai imam, guru dan dosen dan menjadikan banyak orang muda menjadi manusia. Ini sungguh buah pertobatan dan buah panggilan yang perlahan saya syukuri dalam hidupku.

Saya bersyukur atas panggilan hidupku sebagai imam. Saya berterima kasih kepada anda yang selalu mendukungku dalam segala hal. Doaku untukmu sekeluarga. Semoga engkau juga setia dan bahagia dalam panggilanmu seperti yang saya rasakan sekarang ini. Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB