Homili 16 Januari 2021

Hari Sabtu, Pekan Biasa I/B
Ibr. 4:12-16
Mzm 19:8.9.10.15
Mrk.2:13-17

Keindahan sebuah panggilan

Tuhan Yesus sungguh luar biasa. Ia memangil para rekan kerja-Nya sesuai dengan kehendak-Nya sendiri. Ia berjalan melewati pantai danau Galilea dan melakukan panggilan di danau. Kelompok pertama panggilan di danau diwakili oleh para nelayan sederhana yakni Simon Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes (Mrk 1:14-20). Tuhan Yesus memanggil mereka pada saat mereka sedang bekerja sebagai nelayan. Mereka tidak sedang berada di Sinagoga untuk berdoa, tetapi di tempat kerjanya masing-masing. Panggilan Tuhan Yesus dijawab dengan ‘segera’ meninggalkan segala-galanya, tak memiliki apa-apa lagi supaya lebih bebas mengikuti, mengasihi dan tinggal bersama Yesus sampai tuntas. Mereka menjadi penjala manusia atau ἁλιεῖς ἄνθρωπος (halieis anthropos). Ungkapan ἁλιεῖς bukan hanya berarti menjala manusia tetapi lebih dari itu Yesus dan nantinya para murid juga bersama-sama membawa semua orang ke pelabuhan yang aman di dalam sebuah perahu bersama St. Petrus. Hal ini juga menjadi rujukan permenungan gereja sejak masa gereja perdana. Para pilihan Yesus ini nantinya bertugas untuk menangkap manusia-manusia dan membawa mereka kepada kehidupan. Manusia juga menemukan Tuhan sebagai sumber kehidupan.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan lainnya di danau yakni panggilan Lewi anak Alfeus yang nantinya kita kenal dengan nama Matius. Tuhan Yesus tidak hanya memanggil para nelayan yang melakukan pekerjaan harian biasa-biasa di danau Galilea. Ia sekarang memanggil yang lebih ekstrim sesuai kultur mereka saat itu yakni seorang pemungut cukai. Gambaran diri pemungut cukai pada masa itu adalah orang-orang yang kotor dan pendosa. Mereka dianggap demikian karena mengkhianati sesama orang Yahudi sebab mereka bekerja untuk bangsa penjajah. Dalam melakukan tugasnya, terkadang mereka menagih lebih dari yang perlu ditagih. Memang sangat manusiawi tetapi ini memang dosa. Korupsi itu dosa! Yesus tidak memandang pekerjaan Lewi tetapi manusianya yang perlu diselamatkan dan dijadikan rekan kerja. Tuhan Yesus memanggilnya dan ia segera mengikuti Yesus. Lewi tidak hanya sekedar mengikuti Yesus, ia juga menerima Yesus di rumah dan menjamu Yesus bersama para tamu lainnya yang tidak lain adalah para pemungut cukai lainnya dan kaum pendosa.

Panggilan-panggilan ini memiliki kesamaan yakni Tuhan Yesus bebas memanggil dan memilih para murid yang nantinya menjadi rasul. Tuhan Yesus yang melakukan pendekatan pertama dengan memanggil dan manusia siap untuk menjawab dan mengikuti panggilan Tuhan. Tuhan Yesus menghormati kebebasan manusia, Dia tidak memaksa. Tuhan Yesus memberikan perutusan kepada para pilihan. Di pihak manusia, mereka dengan bebas menjawab panggilan Tuhan dan siap untuk mendapatkan perutusan. Para pilihannya berani meninggalkan segalanya supaya lebih bebas mengikuti dan mengasihi Yesus. Panggilan ini menjadi sangat indah karena Tuhan dan manusia saling bekerja sama mengkonkretkannya sampai tuntas.

Keindahan panggilan tidak hanya dalam proses panggilan dan kesediaan manusia untuk mengikuti Tuhan Yesus dari dekat. Hal lain yang memperindah panggilan adalah pertobatan. Tuhan mengubah hidup manusia lama menjadi manusia baru karena ada keberanian untuk meninggalkan segalanya, termasuk hidup lama atau masa lalu. Lewi memiliki masa lalu yakni pemungut cukai, kini berubah menjadi baru yakni murid Kristus. Yesus dengan tegas mengatakan tentang transformasi hidup manusia seperti ini: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit! Aku datang untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa!” (Mrk 2:17).

Banyak orang kudus besar memiliki masa lalu yang kelam. Sebut saja santu Agustinus yang masa mudanya kelam. Tetapi Tuhan memiliki rencana lain. Agustinus bertobat dan mengakui: “Terlambat aku mencintai-Mu, O Keindahan yang selalu purba dan selalu baru, terlambat aku mencintai-Mu! Engkau ada di dalam aku, tetapi aku ada di luar, dan di luarlah aku mencari-Mu. Dalam keburukanku aku menceburkan diri ke dalam hal-hal elok yang Engkau ciptakan. Engkau bersamaku, tetapi aku tidak bersama-Mu. Ciptaan menghalangiku dari Engkau, namun andai mereka tidak ada di dalam Engkau, mereka tidak akan pernah ada sama sekali. Engkau memanggil, Engkau berseru, Engkau menerobos ketulianku. Engkau menyinari, Engkau memancar, Engkau menghalau kebutaanku. Engkau menghembuskan aroma-Mu padaku; aku menghirupnya dan kini aku berhasrat akan Engkau. Aku telah mencicipi-Mu, kini aku semakin lapar dan haus. Engkau telah menyentuh aku, dan aku terbakar oleh damai-Mu.” Sebuah ungkapan iman yang luar biasa.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita sudah menemukan jalan kekudusan yang kita temukan dalam kisah injil ini yakni panggilan dan jawaban atas panggilan disertai pertobatan radikal. Hal lain yang penting di sini adalah kesetiaan kepada sabda Tuhan. Penulis surat kepada umat Ibrani menulis: “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” (Ibr 4:12-13). Selain kesetiaan pada Sabda Tuhan yang memiliki kuasa mengoreksi hidup kita, kita juga diingatkan untuk teguh dalam mengakui iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus yang memanggil kita. Dialah Imam Agung yang memanggil kita dan menjadikan panggilan kita menjadi indah karena kita mengikuti-Nya dari dekat.

P. John Laba, SDB