Homili 25 Februari 2021

Hari Kamis Pekan I Prapaskah
T.Est. 4:10a,10c-12,17-19;
Mzm. 138:1-2a,2bc-3,7c-8;
Mat. 7:7-12

Tuhan adalah penolongku

Saya mengawali hari baru ini dengan sebuah kutipan ayat-ayat Kitab Suci yang dikirim oleh seorang sahabat. Inilah kutipan ayat-ayat Kitab Suci yang saya maksudkan: “Tuhan di pihakku Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku? Tuhan di pihakku, menolong aku; aku akan memandang rendah mereka yang membenci aku.” (Mzm 118:6-7). Perkataan ini sangat meneguhkan, apalagi bagi kita semua di masa pandemi ini. Banyak di antara kita sedang takut dan kuatir karena situasi pandemi, cuaca yang tidak bersahabat sehingga dapat menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, situasi sosial dan politik juga ekonomi yang tidak menentu. Semua hal ini memang menjadi beban yang berat bagi kita semua. Sebagai orang beriman, kita sedang mengalami ujian dalam iman kita. Namun demikian saya juga tetap optimis karena saya percaya bahwa dalam situasi yang sulit sekalipun Tuhan tetap ada di pihak kita karena kita lebih dari pemenang.

Sambil merenung perkataan dari Kitab Mazmur ini, saya semakin merasa dikuatkan oleh Ester dalam bacaan pertama. Ketika bahaya maut menyerangnya Ratu Ester mendapat ketenangan karena ada Tuhan yang menjadi tempat untuk berlindung. Ia tidak mengandalkan dirinya. Ia hanya mengandalkan Tuhan sebagai satu-satunya penolong baginya. Ia berdoa kepada Tuhan: “Tuhanku, Raja kami, Engkaulah yang tunggal. Tolonglah aku yang seorang diri ini. Padaku tidak ada seorang penolong selain Engkau, sebab bahaya maut mendekati aku. Sejak masa kecilku telah ku dengar dalam keluarga bapakku, bahwa Engkau, ya Tuhan, telah memilih Israel dari antara sekalian Bangsa, dan nenek moyang kami telah Kaupilih dari antara sekalian leluhurnya, supaya mereka menjadi milik abadi bagi-Mu; dan telah Kaulaksanakan bagi mereka apa yang telah Kaujanjikan. Ingatlah, ya Tuhan dan sudilah menampakan diri-Mu di waktu kesesakan kami. Berikanlah kepadaku keberanian, ya Raja para Allah dan penguasa sekalian kuasa! Taruhlah perkataan sedap di dalam mulutku terhadap singa itu, dan ubahkanlah hatinya sehingga menjadi benci kepada orang-orang yang memerangi kami, supaya orang itu serta semua yang sehaluan dengannya memenuhi ajalnya. sehingga menjadi benci kepada semua orang-orang yang memerangi kami Tetapi selamatkanlah kami ini dengan tangan-Mu, dan tolonglah aku yang seorang diri ini, yang tidak mempunyai seorangpun selain dari Engkau, ya Tuhan.” (T.Est 4:10a.10c-12.17-19).

Dari doa Ratu Ester ini kita melihat beberapa hal yang meneguhkan kita. Pertama, ketika mengalami kesulitan atau masalah kehidupan maka andalkanlah Tuhan bukan mengandalkan diri sendiri. Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes mengatakan: “Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Maka Ester berseru kepada Tuhan yang esa untuk memberikan pertolongan kepadanya dalam bahaya maut. Ester percaya kepada Allah karena orang tuanya mengajarkan kepadanya tentang Allah yang benar. Di sini kita juga belajar bahwa iman bisa menjadi warisan dari orang tua. Kita percaya kepada Tuhan karena orang tua kita telah lebih dahulu percaya kepada-Nya dan mereka meneruskan imannya kepada kita secara turun temurun. Tuhan sendirilah yang menyempurnakan iman kita. Apakah kita pernah bersyukur karena iman yang orang tua wariskan kepada kita?

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengenal Allah sebagai Bapa yang murah hati. Dalam kotbah di bukit, Ia meminta kita untuk tetap percaya kepada-Nya sehingga doa-doa yang kita panjatkan kepada-Nya dengan iman pasti akan dikabulkan-Nya. Tuhan Yesus berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Mat 7:7-8). Tentu saja ketika kita mengandalkan Tuhan, menaru seluruh harapan kepada-Nya maka Ia akan memberikan apa yang kita butuhkan tepat pada waktunya.

Tantangan bagi kita adalah kita cepat sekali merasa puas dan lupa bersyukur. Ketika kita berhasil dalam hidup ini, apakah kita juga cepat atau lambat bersyukur kepada Tuhan? Kita memang rajin meminta dan memohon tetapi lamban bahkan kadang tidak tahu bersyukur. Ketika kita mengalami kesulitan, kita cepat sekali datang kepada Tuhan, tetapi ketika tidak ada kesulitan kita juga lalai bahkan lupa dengan Tuhan. Ratu Ester dalam bacaan pertama memberikan teladan yang luar biasa. Ia mengalami kesulitan, ia datang kepada Tuhan dan bersyukur atas iman yang diwariskan orang tuanya. Kalau kita hanya menunggu ada masalah dan kesulitan baru mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tuhan kita murah hati dan maharahim. Ia akan memberi kepada kita apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita sukai. Banyak kali kita menuntut supaya Tuhan memberi apa yang kita sukai bukan apa yang kita butuhkan. Tuhan Yesus menegur kita dengan contoh ini: “Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Mat 7:9-11). Tuhan memberi yang terbaik yang kita butuhkan maka berilah yang terbaik juga kepada Tuhan.

Hidup kristiani akan semakin bermakna ketika kita nampakkan dalam tingkah laku yang nyata. Tingkah laku yang nyata adalah wujud kasih kepada Tuhan dan sesama. Tuhan Yesus memberikan aturan emas kepada para murid-Nya: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 7:12). Perbuatan baik yang kita lakukan itu seperti boomerang. Jangan berhenti berbuat baik.

Masa prapaskah menjadi bermakna bagi kita ketika kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita menaruh harapan kepada Tuhan dan membawa harapan kepada semua orang yang tidak berpengharapan. Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB