Homili 17 Maret 2021

Hari Rabu Pekan Prapaskah ke-IV
Yes. 49:8-15;
Mzm. 145:8-9,13cd-14,17-18;
Yoh. 5:17-30

Semakin mengasihi Tuhan

Masa pandemi covid-19 merupakan masa penuh transformasi dalam seluruh hidup kita. Transformasi pertama adalah dalam hal membangun relasi antar pribadi. Ada sebuah kata yang menjadi pedoman bagi kita yakni ‘prokes’ atau protokol kesehatan di mana masing-masing kita mengenal beberapa M. Misalnya 3M yang sangat terkenal yakni Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak. Ada juga orang yang menambah dua M lagi menjadi 5 M yakni Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, serta Membatasi mobilisasi dan interaksi. Baik 3M dan 5M sama-sama mengubah habitus kita untuk merawat diri kita. Kita semakin sadar bahwa diri kita itu berharga dan patut kita menjaga dan melindunginya.

Kita juga mengalami transformasi dalam relasi dengan Tuhan. Ketika mengawali misa online banyak di antara kita merasa aneh, apalagi dengan menerima komuni batin. Koor bersama daring, perayaan natal bersama dan tahun baru daring, sebentar lagi paskah bersama daring meskipun sudah banyak yang mendapat vaksin covid. Kita mengalami bahwa banyak kegiatan kita dalam hubungan dengan Tuhan dilakukan ‘daring’. Kini setelah setahun berlalu kita semakin menjadi terbiasa dan terus memantabkan relasi kita dengan Tuhan meskipun melalui ‘daring’. Namun demikian satu pernyataan yang selalu diungkapkan adalah: “Dengan masa pandemi yang berkepanjangan ini menjadi satu bukti bahwa Tuhan lupa dengan manusia”. Hal ini mirip dengan perkataan Sion kepada Tuhan dalam Kitab nabi Yesaya: “Tuhan telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku.” (Yes 49:14).

Saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita merasa ditinggalkan oleh Tuhan dalam masa pandemi ini. Lebih lagi ketika kita mengingat sanak keluarga dan sahabat yang meninggal dunia akibat covid-19. Bagi saya ini merupakan perasaan yang wajar saja. Secara manusiawi kita semua tidak jauh berbeda dengan bangsa Israel yang mengalami kekelaman di Babilonia. Pengalaman berada di negeri asing membangkitkan pemikiran yang sama bahwa Tuhan sudah lupa dengan manusia ciptaan-Nya. Namun Tuhan sebenarnya tidak tinggal diam. Ia mengutus para nabi untuk memberikan harapan bahwa akan ada pemulihan, aka nada ‘langit dan bumi’ yang baru. Ini adalah harapan yang Tuhan berikan kepada umat Israel dan kepada kita semua saat ini. Bagi saya vaksin untuk covid-19 ini adalah pekerjaan Tuhan untuk membaharui kita semua, menjadi kebal terhadap covid dan memuliakan Dia.

Mari kita merenung perkataan Tuhan melalui nabi Yesaya: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” (Yes 49:15). Perkataan ini sangat menguatkan dan menjadi transformasi bagi hidup kita. Manusia bisa saling melupakan tetapi Tuhan tidak akan lupa dengan kita. Tuhan tidak melupakan kita karena Dia pengasih dan penyayang dan besar kasih setia-Nya. Raja Daud dalam Kitab Mazmur berkata: “Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.” (Mzm 145:8-9).

Kita berada di pertengahan masa Prapaskah maka bacaan-bacaan Kitab Suci juga mengarahkan kita pada misteri paskah. Kita memandang Yesus yang perlahan-lahan mengalami ancaman dan penderitaan karena dinilai oleh kaum Farisi dan para ahli Taurat bahwa Ia meniadakan hari Sabat dan menyapa Allah sebagai Bapa-Nya dan Ia sama dengan Allah. Ancaman demi ancaman tidak membuat Yesus takut, tetapi semakin berani untuk memperkenalkan Allah sebagai Bapa. Ia mengatakan: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh 5:17).

Tentu saja perkataan Yesus ini semakin menimbulkan kontroversi di antara mereka. Ini menjadi kesempatan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Anak Allah kepada mereka. Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya.” (Yoh 5:19-21). Di sini Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Anak dan bersatu dengan Bapa dalam Roh yang adalah kasih. Perkataan Yesus ini membuat kita semakin mengasihi-Nya sebab Dia memiliki kuasa untuk semua yang hidup dan mati. Dia mengasihi kita maka kita harus semakin mengasihi-Nya.

Maka pertanyaan bagiu kita adalah apakah kita masih harus berkata seperti Sion bahwa Tuhan sudah melupakan kita? Saya merasa yakin bahwa kata tidak akan keluar dari mulut kita. Justru yang seharusnya keluar dari mulut kita adalah rasa syukur tanpa henti karena kasih setia Tuhan yang tiada batasnya. Bahwa anda masih hidup, dia dan saya juga masih hidup adalah tanda bahwa Tuhan tidak pernah lupa dengan kita. Dia tetap mengingat dan mengasihi kita apa adanya. Maka bersyukurlah selalu kepada Tuhan karena kasih-Nya. Perkataan Tuhan ini sangat meneguhkan kita semua: “Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan.” (Mzm 145:17-18). Tuhan memberkati, Bunda Maria dan Santo Yusuf mendoakan kita semua.

P. John Laba, SDB