Homili 27 Maret 2021

Hari Sabtu Pekan V Prapaskah
Yeh. 37:21-28;
MT Yer. 31:10,11-12ab,13;
Yoh. 11:45-56.

Jiwa Pemersatu

Saya sangat terkesan dengan seorang uskup yang saleh. Dia mengadakan pertemuan dengan kami para imam. Dalam pertemuan itu beliau memberikan pengarahan untuk mewujudkan visi dan misi keuskupan. Ada satu hal yang menarik dari banyak hal yang beliau katakan yakni: “Para romo terkasih. Salah satu tugas untuk mewujudnyatakan panggilanmu sebagai gembala umat adalah mempersatukan domba-domba gembalaanmu. Jangan menceraiberaikan mereka tetapi persatukanlah mereka.” Saya selalu mengingat nasihat yang sederhana ini setiap kali melakukan pelayanan pastoral saya. Memang kami para romo juga manusia yang lemah sehingga banyak kali kami menggunakan mimbar bukan untuk mewartakan sabda tetapi mengomeli umat dengan dalil ‘warta kenabian’ kami. Maafkan kami karena kami tidak mempersatukan tetapi malah menceraiberaikan.

Paus Fransiskus pernah mengharapkan supaya kami para gembala benar-benar menjadi gembala berbau domba. Artinya dalam karya pelayanan, kami harus benar-benar menyatu dengan umat, berempati dengan mereka, dan merasakan ‘bau’ domba gembalaan. Seorang gembala menjadi gembala yang baik untuk mempersatukan bukan untuk menceraiberaikan domba-domba gembalaan. Ini benar-benar menjadi wujud nyata dari harapan Yesus supaya para murid beralih dari penjala ikan menjadi penjala manusia.

Saya tertarik dengan sharing pengalaman nabi Yehezkiel dalam bacaan liturgi hari ini. Nama Yehezkiel (Bahasa Ibrani: יְחֶזְקֵאל‎ Yĕḥezqēʾl [jəħ.ɛzˈqeːl] berarti Allah menguatkan. Beliau adalah salah satu nabi Yahudi yang bernubuat pada masa pembuangan sekitar tahun 593-571 SM. Ia menegur, menasihati dan menghiburkan bangsa Israel dalam pembuangan. Salah satu nubuat yang diungkapkanya adalah bahwa pada suatu saat yang tepat Tuhan akan membaharui perjanjian-Nya dengan bangsa Israel. Ia akan membawa mereka kembali ke Sion dan menjadikan mereka menjadi satu bangsa. Inilah perkataan Tuhan melalui nabi Yehezkiel: “Beginilah firman Tuhan Allah: Sungguh, Aku menjemput orang Israel dari tengah bangsa-bangsa, ke mana mereka pergi; Aku akan mengumpulkan mereka dari segala penjuru dan akan membawa mereka ke tanah mereka. Aku akan menjadikan mereka satu bangsa di tanah mereka, di atas gunung-gunung Israel, dan satu raja memerintah mereka seluruhnya; mereka tidak lagi menjadi dua bangsa dan tidak lagi terbagi menjadi dua kerajaan.” (Yeh 37:21-22). Tuhan Allah yang kita imani itu mempersatukan semua bangsa menjadi satu. Ada semangat Bhineka Tunggal Ika karena merupakan rencana Tuhan sendiri.

Dalam bacaan Injil Yohanes, kita mendengar suasana kebenciaan dari para imam kepala dan kaum Farisi terhadap Yesus karena perbuatan baik yang dilakukan Yesus yakni membangkitkan Lazarus. Perasaan benci kepada Yesus sempat didengar oleh Kayafas yang saat itu bertugas sebagai imam besar. Inilah perkataan Kayafas: “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.” (Yoh 11:49-50). Penginjil Yohanes memberi keterangan yang sangat jelas dari perkataan Kayafas ini: Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (Yoh 11:51-52).

Baik Yehezkiel maupun Yohanes sama-sama mengatakan satu hal kepada kita bahwa Tuhan yang kita imani itu pemersatu segala suku bangsa, yakni anak-anak Allah yang tercerai berai. Tuhan saja memiliki kehendak untuk mempersatukan semua orang, mengapa masih begitu sulit bagi kita untuk bersatu sebagai saudara? Mengapa begitu sulit bagi kita untuk semakin mengasihi, semakin terlibat dan semakin menjadi berkat bagi sesama? Kami para gembala dengan kelemahan dalam tugas kegembalaan, para domba belum siap untuk menjadi domba yang mengenal sang gembalanya, atau lebih suka menjadi domba yang tersesat karena alasan-alasan pribadinya. Memasuki pekan suci ini mari kita berusaha untuk membaharui diri kita. Jadilah pemersatu di dalam hidupmu, keluarga, lingkungan dan tempat kerjamu.

Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB