Food For Thought: Tidak takut menjadi miskin

Tidak takut menjadi miskin

Masa pandemi ini memberi banyak pelajaran yang sangat berarti bagi kehidupan kita. Misalnya, kita sungguh merasakan semangat Gereja perdana di kalangan umat ketika mereka bahu membahu menolong sesama lain yang sedang berada dalam kesulitan. Ada semangat sharing is caring. Mereka miusalnya mengumpulkan sembako untuk dibagikan kepada keluarga-keluarga tertentu yang sangat membutuhkan. Sebenarnya mereka juga sedang berada dalam kesulitan tetapi mereka tidak takut untuk menjadi miskin. Bagi saya, mereka sungguh orang Kristen sejati. Mereka selalu siap menolong kapan, dimana dan bagi siapa saja yang perlu ditolong. Bahwa dia atau mereka adalah manusia maka layaklah ditolong. Cinta kasih lintas batas. Cinta kasih itu universal.

Dalam kehidupan saya sebagai seorang imam, banyak kali saya merasa terharu menyaksikan pribadi-pribadi tertentu yang sebenarnya sedang berada dalam kesulitan karena sakit atau kesulitan lainnya tetapi mereka masih bermurah hati dan mau berbagi dengan sesama yang lain. Mereka tidak menjadi pelit, lebih mengingat dirinya dan melupakan orang lain di sekitarnya. Kemurahan hati menjadi keunggulan hidup orang-orang sederhana ini. Mereka bukan memberi karena hidupnya berkelimpahan tetapi mereka memberi karena kasih kepada sesama. Sekali lagi mereka ini tidak takut menjadi miskin.

Pada hari ini saya kembali diingatkan oleh kisah Injil tentang janda miskin yang datang dan memasukkan dua peser, yaitu satu duit (Mrk 12:42) ke dalam peti persembahan. Janda miskin ini memang hebat dan layak untuk diberi jempol oleh Tuhan Yesus. Ia bahkan mengatakan kepada para murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Mrk 12:43-44).

Perlu kita ketahui bahwa uang dua peser, satu duit merupakan semacam koin yang dipakai pada masa pemerintahan kaisar Alexander Janus (103 -76 SM). Meskipun saat kisah janda miskin ini terjadi pemerintahan Kaisar Alexander memang sudah lewat, namun uangnya tetap bisa dipergunakan. Bahannya dibuat dari perunggu. Nilai 1 keping koin Alexander Janus adalah 1/8 sen. Kalau kita menggunakan kurs dolar, maka 1 keping koin janda miskin itu nilainya 1/8 dari Rp.14.225, atau sekitar Rp.1778. Maka janda miskin itu memberi dua koin, maka total pemberiannya hanya Rp.3.556 saja. Kita bisa membayangkan janda miskin itu hanya memiliki uang sekitar Rp.3.556 untuk hidupnya, tetapi ia masih mau memberinya secara total. Janda miskin ini tidak takut untuk menjadi miskin. Apa saja yang dimilikinya adalah titipan Tuhan yang patut dijaga dan dilindungi.

Lalu apa yang dapat kita pelajari?

Kita perlu bermurah hati seperti Bapa di surga murah hati adanya (Luk 6:36). Kita bermurah hati dengan membangun semangat empati dengan sesama kita yang sangat membutuhkan. Pada wajah mereka yang menderita, kita melihat wajah Kristus sendiri. Kita juga perlu merasa bahagia dengan apa yang kita miliki dan hidup kita yang nyata. Janda miskin itu menerima diri dan bahagia apa adanya sehingga dia memberi segalanya. Kalau saja kita bernai bermurah hati dan mensyukuri apa yang kita miliki maka kita pasti tetap menjadi pribadi yang bahagia. Jangan takut menjadi miskin, tetapi berilah dirimu utuk berkarya demi membahagiakan orang lain.

Tuhan memberkati kita semua,

P. John Laba, SDB