Homili 5 Januari 2022 – Dari Bacaan Pertama

Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan
1Yoh. 4:11-18
Mzm. 72:1-2,10-11,12-13
Mrk. 6:45-52

Kasih adalah sebuah pengalaman

Kita berada di Hari Rabu setelah Penampakan Tuhan. Bacaan-bacaan Kitab Suci terutama dari bacaan pertama diambil dari Tulisan Yohanes yang bertemakan Kasih. Sebelumnya Yohanes menulis: “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8). Pada hari ini kita mendengar kembali penegasannya yang sama bahwa Allah adalah kasih. Bagi Yohanes, Allah yang adalah kasih sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Kasih berasal dari Allah dan bahwa Dialah yang lebih dahulu mengasihi kita. Konsekuensinya adalah kita mengasihi Allah dan kita juga saling mengasihi. Yohanes berkata: “Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.” (1Yoh 4:12).

Kasih Allah itu dapat dipahami dalam konteks relasi antara Tuhan Yesus dengan kita dan kita dengan Tuhan Yesus, juga kita dengan sesama manusia. Berkaitan dengan ini, Yohanes berkata: “Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” Pengalaman dikasihi Allah harus berubah menjadi pengalaman mengasihi Allah. Kasih haruslah menjadi sebuah pengalaman yang aktif bukan pasif. Kita tidak hanya menunggu untuk di kasihi tetapi harus mampu membuka diri untuk bisa mengasihi dan menerima kasih atau dikasihi.

Pada tahun ini kita mengenang empat abad kematian santo Fransiskus dari Sales (21 Agustus 1567 – 28 Desember 1622). Uskup Jenewa ini mampu mengubah hidup banyak orang yang mengalami penyesatan tentang predestinasi atau takhdir sebagaimana diajarkan Calvin dengan kasih dan kebaikan. Maka karya nyatanya adalah mengubah iman kaum Protestan untuk kembali ke agama Katolik pada masa itu. Dari jumlah 72.000 orang yang disesatkan, ia berhasil mengembalikan 67.000 orang. Sebuah jumlah yang sangat signifikan. Ia menyelamatkan mereka dengan pendekatan pastoral gembala baik dan kasih penuh kebaikan. Orang dapat berubah karena pengalaman kasih dikebaikan.

Santo Fransiskus dari Sales berkata: “Barangsiapa takut untuk mengasihi maka sesungguhnya ia juga takut untuk dikasihi.” Perkataan ini mengisyaratkan supaya setiap pribadi memiliki kemampuan untuk berani melepaskan egonya supaya ia tidak takut mengasihi dan tentu saja tidak takut untuk dikasihi. Selagi masih ada ego yang berlebihan maka manusia hanya tingggal dalam kesendiriannya. Kita dapat hidup karena kasih dan tentu tanpa kasih kita tidak dapat hidup. Kasih adalah segalanya. Ini adalah pengalaman hidup kita tentang betapa penting dan luhurnya kasih.

Santo Fransiskus dari Sales juga mengatakan: “Jika menghadapi kesulitan dan tantangan, janganlah mencoba untuk memuntahkannya, tapi hadapilah dengan kelembutan hati sambil mengalir mengikuti waktu.” Kita mendengar dalam bacaan Injil, situasi para murid yang sudah mengalami kasih Yesus tetapi mereka tidak memahaminya. Tuhan menyuruh mereka untuk segera berlayar ke tepian danau, sementara Dia membangun relasi kasih dengan Bapa di surga dalam doa. Para murid Yesus sendirian berlayar di danau, suasananya malam kelam, ada angin sakal. Ini menakutkan bagi para murid Yesus. Tuhan Yesus sendiri berjalan di atas air danau dan mencoba untuk melewati mereka. Di saat itu para murid mengira bahwa Dia adalah hantu. Tuhan Yesus tidak pusing dengan anggapan mereka ini, Ia tetap masuk ke dalam perahu, menenangkan mereka sekaligus mengalahkan badai.

Para murid berpikir bahwa mereka mampu berjalan sendiri tanpa Yesus padahal Tuhan Yesus sendiri mengatakan: “Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Para murid lebih memilih takut dan berteriak-teriak histeris daripada menghadapi angin sakal dengan mengandalkan Tuhan. Para murid Yesus adalah anda dan saya yang lebih mengandalkan pengalaman, mengandalkan diri dan lupa mengandalkan Tuhan. We are nothing! Ini tanda bahwa kita tidak mampu menjawabi kasih Tuhan dalam hidup kita. Kita belum sepenuhnya menyadari kasih sejati dari Tuhan padahal kita sedang mengalaminya. Mari kita berubah!

P. John Laba, SDB