Homili 27 Januari 2022

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-IIIC
2Sam. 7:18-19,24-29
Mzm. 132:1-2,3-5,11,12,13-14
Mrk. 4:21-25

Berani mewartakan Sabda Tuhan!

Saya pernah bertemu dengan seorang baptisan baru di sebuah paroki yang memiliki semangat yang tinggi untuk menjadi orang Katolik dan siap untuk terlibat dalam mewartakan Injil. Dia mengaku sudah mempelajari banyak hal dan ingin mengajak teman-temannya untuk menjadi orang Katolik. Saya hanya mengangguk dan menyimak semua ceritanya. Tentu tidak ada yang salah, dan cita-cita seperti ini memang layak untuk didukung. Hanya saja dia perlu mendapat pendampingan lebih lanjut, tidak hanya berhenti setelah mistagogi. Sebab itu saya menyarankan dia untuk tetapi datang ke gereja dan terlibat di paroki dalam bagian pewartaan hingga suatu saat kalau dia sudah matang baru melakukan karya evangeliasasi. Bagi saya baptisan baru seperti ini limited edition dan harus dipegang oleh Paroki untuk menjadi rekan kerja dalam pewartaan kepada kelompoknya.

Saya mengingat kembali perkataan santo Paulus kepada Timotius yang kita kenang kemarin 26 Januari: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2Tim 4:2). Jiwa dan Hasrat baptisan baru ini baik sekali dan perlu didampingi untuk memberitakan firman, selalu siap sedia dalam setiap saat untuk melayani Tuhan. Tidak ada kata kendor dalam usaha untuk mewartakan sabda Tuhan. Kalau seorang baptisan baru ini begitu bersemangat, mestinya kita yang dibaptis bayi harus lebih bersemangat. Sayang sekali banyak yang pasif, setelah dibaptis. Tugas perutusan sebagai orang yang dibaptis seharusnya dijalankan dengan sepenuh hati.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan kita supaya menjadikan sabda Tuhan itu sebagai pelita bagi langkah kaki kita. Kita mengingat pengakuan Daud dalam Mazmur ketika ia berkata: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm 119:105). Sabda Tuhan sebagai terang yang menuntun langkah kaki, arah hidup kita. Sabda Tuhan tidak hanya tinggal di dalam diri kita tetapi tugas perutusan kita adalah mewartakannya baik atau tidak baik waktunya. Maka benar sekali Tuhan Yesus ketika berkata: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian.” (Mrk 4:21). Di kampung-kampung yang belum dijangkau oleh listrik maka pelita menjadi alat penerangan terbaik. Pelita kalau disembunyikan di bawah tempat tidur maka tidak menerangi semua orang. Kalau diletakkan di atas tempat yang tingga maka dengan sendirinya akan menerangi semua orang di dalam rumah. Yesus melanjutkan perkataan-Nya: “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.” (Mrk 4:22).

Sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kaki kita. Sebab itu harus diwartakan secara terang-terangan bukan didiamkan, disembunyikan. Yesus yang sudah bangkit dengan mulia mengatakan kepada para murid-Nya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15). Pesan ini mesti didengar dan dipahami oleh semua orang yang dibaptis. Ini adalah panggilan dan perutusan kita di dalam Gereja masa kini. Perutusan dengan mewartakan sabda harus didengar oleh kita semua. Kita mengingat perkataan Yesus: “Yang bertelinga hendaknya mendengar”. Perikop kita hari ini mengulangi perkataan Yesus: “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Mrk 4:23). Kesediaan untuk mewartakan Sabda Tuhan dengan terang-terangan itu adalah misi kita semua. Jangan pernah membiarkan pelita itu sampai padam di bawah tempat tidur. Berkaitan dengan hal ini, kita mewartakan Sabda tidak hanya dengan mulut untuk berbicara tetapi lebih dari itu kita mewartakan Sabda dengan hidup kita yang nyata.

Apa yang harus kita lakukan untuk dapat menjadi pewarta sabda yang handal?

Bagi saya, kiranya pengalaman Raja Daud dalam Bacaan pertama dapat menginspirasi kita untuk terlibat aktif dalam mewartakan sabda yang adalah pelita bagi langkah kaki kita. Raja Daud memiliki relasi yang akrab dengan Tuhan. Sebab itu dengan rendah hati ia berkata kepada Tuhan: “Siapakah aku ini, ya Tuhan Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini? Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Tuhan Allah; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya Tuhan Allah.” (2Sam 7:18-19). Daud tidak mewartakan sabda kasih Allah sendirian, dia terlibat dalam mewartakannya dengan keluarganya. Semangat kebersamaan ini tentu menyukakan hati Tuhan.

Pemikiran untuk mewartakan Sabda Tuhan tidak hanya berdasar pada kebersamaan untuk mewartakan sabda. Hal yang lebih penting adalah kesadaran bahwa Tuhan adalah Allah kita dan kita adalah umat-Nya. Kesadaran ini berdasar pada relasi yang akrab dan mendalam dengan Tuhan. Tuhan adalah Allah kita dan kita umat-Nya, dengan sendirinya kita terlibat aktif mewartakan sabda-Nya. Selain Sabda, nama Tuhan haruslah dimuliakan dalam segala hal. Jangan menyebut nama Tuhan tidak dengan hormat tetapi muliakanlah nama Tuhan melali hidup yang nyata. Hal lainnya adalah, sebuah keyakinan bahwa Sabda Tuhan adalah kebenaran. Tanpa merasa yakin bahwa sabda Tuhan adalah kebenaran maka sia-sia saja iman kita kepada Tuhan dan keinginan untuk mewartakan sabda-Nya.

Saya menutup homili ini dengan mendoakan doa dari Raja Daud: “Ya Tuhan Allah, Engkaulah Allah dan segala firman-Mulah kebenaran; Engkau telah menjanjikan perkara yang baik ini kepada hamba-Mu. Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada di hadapan-Mu untuk selama-lamanya. Sebab, ya Tuhan Allah, Engkau sendirilah yang berfirman dan oleh karena berkat-Mu keluarga hamba-Mu ini diberkati untuk selama-lamanya.” (2Sam 7:28-29). Semoga sabda Tuhan yang adalah kebenaran dapat memerdekakan kita untuk menjadi anak-anak Tuhan yang siap untuk mewartakan sabda dengan penuh sukacita.

P. John Laba, SDB