Homili 13 April 2022

HARI RABU DALAM PEKAN SUCI
Yes. 50:4-9a
Mzm. 69:8-10,21-22,31,33-34
Mat. 26:14-25

Tuhan Allah Penolongku

Seorang sahabat pernah berbagi cerita kepada saya tentang pengalamannya menjadi pasien covid-19. Ia terjangkit covid-19 dan pada saat yang bersamaan ada kesulitan untuk mendapatkan rumah sakit sebagai tempat perawatannya. Setelah cukup lama mencari informasi akhirnya mereka menemukan satu rumah sakit dan ia dirawat cukup lama di sana. Selama di rumah sakit itu ia mengalami pergumulan yang luar biasa karena merasa dijauhkan dari keluarga dan orang-orang dekatnya. Semua kehebatan, prestasi, jabatan yang dimilikinya di tempat kerja tidak berarti apa-apa baginya. Ia bahkan merasa tidak berarti apa-apa lagi bagi dirinya dan bagi sesama. Namun dalam pergumulan itu ia perlahan-lahan merasakan sebuah kekuatan rohani dari perkataan Tuhan Yesus: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut !” (Mat 14:27). Sebuah perkataan Tuhan yang dia pernah dengar, rasanya biasa-biasa saja tetapi saat itu menjadi luar biasa karena memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Perkataan Tuhan yang cocok bagi orang yang sedang bergumul dan nyaris kehilangan harapan. Kata-kata Tuhan Yesus ini yang membuatnya bangkit untuk memerangi sakit penyakitnya hingga menjadi pemenang dan dinyatakan sembuh oleh para dokter. Ia semakin percaya bahwa Tuhan sungguh penolong baginya.

Ketika mendengar sharing pengalaman ini rasanya merinding. Banyak orang meninggal dunia karena menyerah pada keadaannya. Andaikan ia berani melawan penyakit atau virus yang dideritanya maka dia juga dapat menjadi pemenang. Andaikan dia dapat keluar dari rasa takut dan mengandalkan Tuhan mungkin cerita hidup mereka akan berbeda. Di saat-saat yang sulit, kita harus tetap mengandalkan Tuhan sebab terlepas dari Tuhan, kita semua tidak dapat berbuat apa-apa. Kita perlu dan tetap percaya bahwa Tuhan adalah penolong kita dalam setiap saat kehidupan kita. Saya teringat pada Raja Daud ketika ia berkata: “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut.” (Mzm 46: 2-3).

Pada hari ini kita mendengar kisah tentang hamba Yahwe yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya. Kiranya hamba Yahwe yang menderita ini merupakan gambaran diri Tuhan Yesus yang mengalami pengkhianatan dari murid-Nya sendiri, sehingga Ia menderita, sengsara, wafat dan bangkit dari kematian-Nya. Sosok hamba Yahwe digambarkan begitu mentaati kehendak Tuhan Allah karena belas kasih Tuhan yang tiada batas baginya. Ada hal-hal baik yang dia rasakan dan membuatnya bersyukur, misalnya, Tuhan Allah memberikan kepadanya lidah sebagai seorang murid. Dengan dia mampu memberikan peneguhan dan kekuatan kepada orang yang letih lesu. Tuhan memberikan telinga yang baik untuk mendengar. Tuhan sendiri yang mempertajam pendengarannya sehingga dia lebih banyak mendengar. Kemampuan mendengar dengan baik ini mengubah hidupnya untuk menjadi pribadi yang taat, tidak memberontak dan berpaling dari Tuhan. Kemampuan mendengar dengan baik membuatnya mampu bertahan dalam penderitaan sebagai hamba: “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.” (Yes 50:6). Dia adalah hamba yang sungguh-sungguh menderita dan hanya Tuhan Allah saja yang peduli padanya.

Dalam keadaan menderita, ia ternyata tidak merasa sendirian. Ia merasakan kehadiran Tuhan sebagai penolong baginya. Dengan bangga sang hamba yang menderita mengakui pertolongan Tuhan dengan berkata: “Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat.” (Yes 50:7-8). Pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya. Tidak seorang pun mampu menghalangi pertolongan Tuhan. Tidak ada seorang pun yang dapat membantah atau mempersalahkan sang hamba Yahwe yang menderita. Tuhan adalah penolong yang setia bagi manusia. Benar sekali pengalaman rohani raja Daud ini: “Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada Tuhan: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” (Mzm 91: 1-2).

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar kisah Yesus dan komunitas-Nya. Mereka bersantap bersama dalam malam perjamuan terakhir. Ini adalah perjamuan terakhir yang sangat bermakna karena menjadi saat bagi Yesus untuk mengungkapkan perasaan-Nya kepada para murid. Perjamuan malam di mana Yesus mengungkapkan bahwa di antara para murid-Nya ada seorang yang mengkhianati-Nya. Dialah Yudas Iskhariot yang menjual sang Gurunya seharga tiga puluh perak kepada para imam kepala. Dia menerima uang haram itu dan mencari kesempatan untuk menyerahkan Gurunya. Kejahatan memang tidak memandang siapa: Tuhan dan manusia sama saja. Ini menyedihkan dan tetap terjadi sampai saat ini.

Ketika Tuhan Yesus berkata: “Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” (Mat 26:21) maka nampaklah berbagai reaksi dari para murid-Nya. Para murid yang setia dalam suasana keraguan, bertanya: “Bukan aku, ya Tuhan?” (Mat 26:22), tetapi Yudas Iskariot tetap beda dengan bertanya: “Bukan aku, ya Rabi?” (Mat 26:25). Kita melihat kualitas pemuridan yang berbeda. Mereka yang setia menyapa Yesus sebagai Tuhan sedang sang pengkhianat hanya melihat Yesus sebagai manusia. Ini juga menjadi gambaran diri kita semua di hadirat Tuhan.

Tuhan Yesus menderita, kita juga menderita. Kita juga mengikuti jejak-Nya dan harusnya kita tetap berbangga karena kita menyerupai Dia yang adalah Tuhan dan Penyelamat kita. Santo Paulus menguatkan kita dengan berkata: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.” (Kol 1:24). Mari kita mengikuti jejak Kristus. Mari kita bertahan dalam penderitaan karena Tuhan adalah penolong setia bagi kita.

P. John Laba, SDB