Homili Kamis Putih 2022

Hari Kamis Putih
Kel 12:-8.11-14
Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
1Kor 11:23-26
Yoh 13:1-15

Mengenang Kristus dalam Ekaristi

Saya selalu mengingat sebuah pertanyaan dari seorang pemuda setelah saya merayakan misa harian di paroki. Pertanyaannya sederhana namun membuat saya berefleksi sebagai seorang imam yang setiap hari merayakan Ekaristi di dalam Gereja. Dia bertanya: “Apa yang romo rasakan pada saat merayakan Ekaristi Suci?” Saya spontan menjawabnya: “Saya merasa bahagia karena selalu mengenang Tuhan Yesus yang memberikan Tubuh dan Darah-Nya untuk keselamatan kita semua”. Dia mengangguk, menjabat dan mencium tangan saya. Saya tidak mengerti apa maksudnya tetapi saya menduga dia memahami jawaban spontan saya. Setelah bertahun-tahun menjadi imam, saya tetap berkeyakinan bahwa setiap kali saya merayakan Ekaristi Kudus, saya secara pribadi bersama umat yang hadir di Gereja mengenang Paskah Kristus. Tuhan Yesus Kristus yang mengurbankan diri-Nya secara total, cinta-Nya sampai tuntas bagi manusia. Saya sebagai imam menghadirkan Yesus Kristus yang satu dan sama sebagai santapan rohani yang menyelamatkan.

Pada hari ini kita memulai Tri hari suci. Tri hari suci yang pertama ini adalah hari Kamis Putih. Kita semua mengenang Perjamuan Tuhan Yesus bersama para murid-Nya. Ada dua hal yang kita kenang dalam perayaan Ekaristi kita yakni perjaman atau makan bersama dan pembasuhan kaki. Kedua hal ini merupakan tindakan nyata Yesus yang menunjukkan kasih-Nya yang senantiasa kepada para murid-Nya. Ia mengasihi mereka sampai tuntas. Apa yang dilakukan Yesus pada saat sebelum makan bersama? Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus memberi kesaksian yang autentik bahwa pada malam perjamuan terakhir, sebelum Tuhan Yesus diserahkan, Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkan dan sambil menunjukkan kepada mereka Ia berkata: “Inilah Tubuh-Ku, yang diserahan bagimu. Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku.” Hal yang sama dilakukan Yesus ketika Ia mengambil cawan, Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru bagi yang dimeteraikan dalam darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku.” Maka bagi santo Paulus, Ekaristi juga bertujuan untuk mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang.

Kesaksian Santo Paulus ini merupakan sebuah kesaksian yang paling tua tentang Ekaristi. Sesuai dengan kesaksian ini maka setiap kali merayakan Ekaristi, fokus perhatian kita adalah pada sosok Yesus yang senantiasa mengasihi kita dengan perkataan-perkataan-Nya (Liturgi Sabda) dan Ekaristi untuk mengenang Tuhan Yesus memberi diri-Nya, dalam hal ini Tubuh dan Darah-Nya untuk keselamatan kita (komuni Kudus). Kita mengenang Tuhan Yesus yang mengasihi kita apa adanya, dan memberikan kepada kita sebuah penugasan untuk mewartakan wafat-Nya sampai Ia datang kembali. Ekaristi menjadi sebuah kenangan akan kasih Kristus yang tidak berkesudahan bagi manusia.

Selain kita mengenang pemberian diri-Nya, hari ini kita juga mengenang pelayanan Yesus yang luar biasa bagi manusia. Yesus adalah seorang pelayan yang sederhana, rendah hati, yang memperhatikan martabat manusia, meskipun manusia itu berdosa. Ia melayani orang berdosa, bersahabat dengan mereka dan menyelamatkan mereka. Dalam malam perjamuan terakhir ini, Yesus memang sudah mengetahui bahwa Dia akan dikhianati oleh Yudas Iskariot. Akibatnya, Ia akan wafat dan bahwa Ia yang berasal dari Allah Bapa akan kembali kepada-Nya. Cinta kasih Yesus senantiasa menyertai mereka. Apa yang Tuhan Yesus lakukan? Ia berlutut di depan manusia yang berdosa dan membasuh kaki mereka.

Pikirkanlah seorang Yesus yang luar biasa. Dia tahu bahwa Yudas Iskhariot akan mengkhianati-Nya dan berakibat pada penderitaan hingga wafat-Nya di kayu salib. Dia tahu bahwa Simon Petrus akan menyangkal-Nya tiga kali. Dia tahu bahwa para murid-Nya akan meninggalkan Dia seorang diri dalam penderitaan-Nya. Dia tahu bahwa ada Thomas yang kurang percaya. Namun demikian Yesus tetap berlutut dan membasuh kaki mereka semua. Ia mengingatkan mereka: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Nah, jikalau kamu memanggil Aku sebagai Guru dan Tuhan membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki, sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang sudah Kuperbuat kepadamu.”

Cinta kasih itu bukan hanya sekedar sebuah kata kosong tanpa makna. Cinta kasih itu adalah sebuah pengalaman yang nyata dalam hidup kita setiap hari. Tuhan Yesus senantiasa mengasihi para murid-Nya dengan tindakan nyata. Ia membasuh kaki mereka bahkan memberikan diri-Nya secara total sebagai makanan rohani yang kita kenang di dalam Ekaristi. Cinta kasih haruslah menjadi sebuah pengalaman di dalam hidup kita. Anak-anak tidak hanya bisa mendengar bahwa orang tuanya mengasihi mereka, mereka harus mengalami bahwa orang tuanya memang mengasihi mereka. Saling membasuh kaki adalah sebuah tindakan yang nyata dalam pelayanan dan kasih yang tulus.

Pada hari ini mata kita tertuju pada Yesus yang berekaristi bersama kita semua. Dia senantiasa mengasihi kita dan memberi teladan melayani dan mengasihi sampai tuntas. Semua mata juga tertuju pada kami para imam sebagai alter Christus yang dipilih Tuhan untuk merayakan Ekaristi setiap hari di dalam Gereja bersama umat. Doakan kami para imam untuk melayani dan mengasihi Gereja sampai tuntas. Terima kasih untuk doa-doa dan peneguhan untuk kami para imam di hari bahagia ini. Semoga kami semakin mengasihi, semakin terlibat dan semakin bersaksi tentang pelayanan dan kasih Kristus kepada Gereja-Nya.

P. John Laba, SDB