Homili 12 Mei 2022

Hari Kamis, Pekan Paskah IV
Kis. 13:13-25
Mzm. 89:2-3,21-22,25,27
Yoh. 13:16-20

Siap menjadi utusan

Saya pernah berjumpa dengan seorang biarawan yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang pioner karya tarekatnya di sebuah daerah pedalaman. Ia mengatakan bahwa pada saat pertama bersama rekannya tiba di tanah misi itu rasanya sangat menantang. Ia bersama rekannya harus memulai segala sesuatu dari awal untuk menata komunitas dan pelayanan atau karya tarekat di tempat itu. Tentu saja banyak kesulitan yang menantang dan tidaklah mudah untuk bermisi di tempat baru itu, namun satu hal yang selalu mereka ingat adalah pesan dari pimpinan tarekatnya supaya mereka selalu siap menjadi utusan. Pesan pimpinan mereka menjadi kekuatan tersendiri manakala mereka mengalami kesulitan dan tantangan. Mereka selalu siap menjadi utusan terbaik. Pada akhirnya mereka berusaha menjadikan tempat misi itu menjadi tempat yang menarik bagi banyak orang untuk. Tempat yang tadinya tersembunyi, menjadi ramai dikunjungi karena kesaksian hidup para pioneer ini. Siap menjadi utusan dapatlah menjadi sebuah komitmen yang penting bagi semua orang yang dibaptis. Kita semua menjadikannya sebagai komitmen karena kita dikasihi oleh Tuhan. Kita juga diselamatkan oleh Tuhan.

Pada hari ini kita semua dikuatkan oleh Tuhan Yesus melalui perkataan-Nya di dalam Injil. Dia adalah anak Allah yang datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa kita. Dia merelakan diri-Nya menjadi hamba yang siap untuk melayani. Anak Allah melayani manusia dengan membasuh kaki manusia yang lemah dan berdosa. Melayani adalah tanda kasih yang tiada batasnya dari Tuhan bagi manusia. Tuhan Yesus berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Yesus adalah tanda kasih karunia dari Bapa bagi kita. Dia lebih dahulu mengasihi dan Dia juga yang mengutus kita untuk mengasihi sesama manusia. Sedangkan kepada-Nya, Dia menghendaki supaya kita tinggal di dalam kasih-Nya.

Tuhan Yesus dalam Injil hari ini berkata: “Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.” (Yoh 13:16-17). Dua kata penting yang muncul di sini yakni hamba dan utusan. Seorang hamba pasti berelasi dengan tuannya, seorang utusan pun demikian dengan orang yang mengutusnya. Dalam membangun relasi bersama itulah, Yesus mengatakan bahwa hamba tidaklah lebih tinggi dari tuan, utusan tidaklah lebih tinggi dari yang mengutus. Yesus menunjukkan dirinya sebagai seorang pribadi yang sungguh-sungguh Allah dan sungguh manusia.

Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan: “Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.” (Yoh 13:20). Dalam perjamuan malam terakhir ini, Tuhan Yesus juga menekankan tentang aspek evangeliasasi. Para utusan atau Rasul adalah orang-orang ‘limited edition’. Mereka adalah utusan yang tidak bekerja atas nama dirinya sendiri, melainkan mereka itu melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus. Sebab itu siapa yang menerima para utusan atau rasul sama dengan menerima Yesus sendiri karena mereka melakukan pekerjaan Yesus. Mereka juga dengan sendirinya menerima Allah Bapa yang mengutus Yesus Kristus Putera-Nya. Yesus sendiri adalah utusan Bapa untuk melakukan kehendak Bapa di dunia ini. Para utusan adalah penerus atau mereka melanjutkan tongkat estafet dari Yesus.

Salah satu model utusan adalah Saulus. Roh Kudus sendiri telah mengatakan: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” (Kis 13:2). Sejak saat itu Saulus dengan ditemani oleh Barnabas melakukan perjalanan misioner yang pertama (Kis 13-14). Dalam perjalanan Misioner pertama ini, Saulus memenuhi panggilan Allah untuk memberitakan Kristus. Saulus yang menjadi Paulus dan Barnabas meninggalkan gereja di Antiokhia di Siria menuju ke tempat-tempat yang lain. Metode evangelisasi mereka dilakukan dengan cara berkhotbah di sinagoga-sinagoga di kota-kota yang mereka kunjungi. Ketika ada banyak orang Yahudi menolak Kristus, para misionaris ini sadar akan panggilan Allah untuk bersaksi bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.

Dalam Kisah Para Rasul, kita dapat mengetahui rote perjalanan misioner yang pertama sebagai berikut: Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia (Kis. 13:4a). Barnabas dan Saulus berangkat ke Siprus (Salami) (Kis. 13:4b). Mengelilingi seluruh pulau sampai ke Pafos (Kis. 13:6). Paulus dan kawan-kawannya berlayar ke Perga di Pamfilia (Kis. 13:13). Paulus dan kawan-kawannya tiba di Antiokhia di Pisidia (Kis. 13:14). Paulus dan Barnabas pergi ke Ikonium (Kis. 13:51). Paulus dan Barnabas menyingkir ke kota-kota di Likaonia yaitu Listra dan Derbe dan daerah sekitarnya (Kis. 14:6). Paulus dan Barnabas kembali ke Listra, Ikonium, dan Antiokhia (Kis. 14:21). Paulus dan Barnabas menjelajah seluruh Pisidia dan tiba di Pamfilia (Kis. 14:24). Paulus dan Barnabas pergi ke Atalia, di pantai (Kis. 14:25). Akhisrnya, Paulus dan Barnabas berjalan melalui Fenisia dan Samaria menuju Yerusalem (Kis. 15:3-4). Paulus dan Barnabas benar-benar menjadi utusan yang melakukan pekerjaan Yesus. Dalam perjalanan misioner yang pertama ini Paulus dan Barnabas menceritakan sejarah keselamatan kepada semua orang yang mereka kunjungi.

Mari kita memandang Paulus. Kita menyatakan kekaguman yang luar biasa karena Dia adalah misionaris, utusan yang agung untuk mewartakan Injil. Dari Saulus menjadi Paulus. Dari Saulus dalam kegelapan menjadi Paulus yang hidup dalam Terang dan mewartakan Terang. Terang adalah Yesus yang menjadi utusan Bapa untuk menyelamatkan kita. Kita juga siap menjadi utusan untuk menyelamatkan umat manusia. Apakah kita siap menjadi utusan?

P. John Laba, SDB