Homili 25 Mei 2022

Hari Rabu Pekan VI Paskah
Kis. 17:15,22-18:1
Mzm. 148:1-2,11-12b,12c-14a,14bcd
Yoh. 16:12-15

Butuh keberanian dalam bersaksi

Saya pernah mendengar sharing pengalaman seorang misionaris yang sudah bermisi selama lebih kurang dua puluh tahun. Ia mengisahkan bagaimana melayani umat di pedalaman, yang hanya dijangkau dengan perahu dan kuda. Kadang-kadang perlu 8-10 jam menyeberangi sungai untuk menjangkau stasi misionaris yang lain. Kadang dia butuh tambahan waktu satu dua jam melewati pegunungan dengan kuda tunggangannya. Banyak kali harus tahan lapar dan haus. Semangat misioner ini tetap menggembirakan hatinya karena semua umat yang dilayaninya adalah orang-orang sederhana yang selalu memberinya rasa sukacita. Senyum umat sederhana terasa sangat menguatkannya hingga saat ini. Saya bisa mendengar sharing ini dengan penuh perhatian. Pengalaman misionernya menantang dan mendewasakan saya dalam pelayanan-pelayanan saya di tengah umat.

Semangat para misionaris sangat membekas di hati banyak di antara kita yang pernah merasakan kasih dan kebaikan mereka. Mungkin saja di antara para misionaris itu tidak pandai memberi homii karena kesulitan Bahasa daerah tetapi kekudusan hidup mereka berhasil mengubah kehidupan begitu banyak orang. Hingga saat ini ada orang yang masih berkata: “Pastor Belanda… Pastor Amerika…” atau ada yang menyebut nama pastor misionarisnya secara jelas. Kenangan akan para misionaris dan kehidupan pribadi mereka memiliki daya transformatif yang luar biasa. Banyak orang berubah dan menerima Yesus sebagai Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar kisah lain dari Santo Paulus. Dia berada di kota Atena, Yunani. Ia sempat berkeliling di kota itu dan menemukan bahwa orang-orang di kota Atena banyak menyembah para dewa dewi. Maka dengan penuh keberanian Ia berdiri di atas Aeropagus dan mengingatkan mereka tentang penyembahan yang sudah mereka lakukan kepada para dewa dan dewi. Dia juga sempat menemukan sebuah mezbah dengan tulisan: “Kepada Allah yang tidak dikenal.” Sebab itu Paulus mengatakan: “Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.” (Kis 17:23). Selanjutnya Paulus menjelaskan tentang jati diri Tuhan Allah sebagai Pencipta dan pemilik segalanya. Allah itu tidak kekurangan suatu apapun karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. Tuhan juga menjadikan manusia yang berkembang biak dan menjadi banyak jumlahnya dan mereka semua ini adalah keturunan Allah. Dan sebagai keturunan Allah maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.

Selanjutnya Paulus mengatakan: “Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.” (Kis 17:31). Perkataan Paulus tentang kebangkitan orang mati ini benar-benar tidak sesuai dengan harapan orang-orang Yunani. Mereka kecewa dan menolak Paulus dengan ejekan dan ada yang berkata: “Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.” (Kis 17:32). Situasi penolakan ini memang membuat Paulus meninggalkan Atena dan melanjutkan perjalanan misionernya ke tempat lain yaitu Korintus. Masih ada orang-orang setia yang mendampinginya seperti Dionisius dan Damaris dan beberapa orang lain yang setia mendengar Paulus.

Pengalaman Paulus ini sangat luar biasa. Dia tidak hanya dipenjara tetapi ditolak di depan umum karena kesaksian lisannya tentang Allah dan kuasa-Nya di dalam diri Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dengan mulia. Apakah Paulus luka batin karena penolakan? Ternyata karena kasih Kristus kepadanya dan kasihnya kepada Kristus maka dia tetap setia mewartakan Injil. Dia tidak putus asa dan kehilangan harapan. Hidup sebagai misionaris di dalam gereja ini patut kita ikuti.

Bagaimana dengan kita?

Banyak kali kita mudah putus asa dan meninggalkan perutusan kita. Kita tidak mau melayani karena bentrok di dalam lingkungan dan di dalam kelompok kategorial. Ada yang bentrok karena masalah duit atau karena kuasa. Melayani Tuhan itu bukan untuk mencari duit atau mencari kuasa di dalam lingkungan atau kategorial. Kita harus seperti Paulus yang semuanya dia berikan untuk Tuhan. Dia berkata: “Celakalah aku kalau tidak memberitakan Injil.”

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil mengingatkan kita akan janji yang Dia berikan kepada para Rasul yakni Roh Kebenaran atau Paraclitus. Tugas utama Roh Kebenaran adalah: “Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.” (Yoh 16:13-14). Roh yang satu dan sama ini menginspirasi Gereja untuk terus melanjutkan pewartaan Injil di dalam Gereja.

Pada hari ini marilah kita membaharui diri kita di dalam Roh, untuk bermental baja seperti Paulus dan para misionaris di dalam gereja. Paulus menulisnya di dalam suratnya: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.” (1Kor 9:16-18). Kita patut berterima kasih kepada Santo Paulus atas keteladanan misionernya.

P. John Laba, SDB