Homili 14 Juli 2022

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XV
Yes. 26:7-9,12,16-19
Mzm. 102:13-14ab,15,16-18,19-21
Mat. 11:28-30

Beban terlalu berat!

Saya memulai hari baru ini dengan membaca sebuah pesan dari seorang sahabat: “Romo saya merasa beban saya terlalu berat dan saya pingin mengakhiri hidup ini.” Tentu saja perkataan ini mengagetkan saya karena sahabat yang saya kenal ini sangat terbuka, suka bergaul, riang gembira. Ternyata dia masih menyimpan penderitaan tertentu yang dianggapnya sebagai beban dalam hidupnya. Banyak orang menginginkan jalan pintas untuk keluar dari beban hidup dengan mengakhiri hidupnya secara tidak wajar. Mungkin bagi mereka itu cara terbaik padahal bukanlah demikian. Tuhan tidak menghendaki seperti itu. Hidup adalah anugerah Tuhan yang harus diperhatikan dan dipertanggungjawabkan di akhirat. Saya berusaha untuk berbicara dengannya dan berjanji untuk mendoakannya. Saya merasa yakin bahwa banyak orang sedang memikirkan jalan pintas seperti itu. Mari kita berusaha untuk menjaga dan merawat kehidupan.

Saya mengingat kembali Sophocles (496 SM – 406 SM), filsuf Yunani ini pernah mengatakan bahwa ada satu kata yang membebaskan kita dari beban dan penderitaan hidup. Kata itu adalah cinta. Saya sepakat dengan perkataan Sophocles ini. Setiap orang pasti memiliki beban hidup, luka yang menghasilkan bekas luka, sayatan-sayatan dalam bathin. Namun demikian kita mesti tetap percaya pada cinta, karena hanya dengan cinta maka manusia bisa menjadi pribadi yang merdeka. Cinta bagi kita adalah jati diri dari Tuhan sendiri. Dimana ada cinta maka Tuhan hadir di sana. Di mana ada cinta maka Tuhanlah yang akan membebaskan kita dari seribu satu beban hidup. Saya juga mengenang kembali sosok Mahatma Gandhi (1869-1948). Politikus India ini pernah berkata: “Kebencian selalu membunuh, cinta tidak pernah mati, itulah yang membedakan antara keduanya. Apa yang diperoleh cinta, akan selalu abadi. Apa yang diperoleh benci, akan menjadi beban hidup karena ia akan melahirkan banyak kebencian baru.” Cinta membahagiakan, benci menjadi beban dalam hidup. Maka apa untungnya anda membenci sesama? Gantilah benci dengan cinta kepada sesamamu.

Pada hari ini kita berjumpa lagi dengan sosok Yesus yang murah hati. Dia menunjukkan wajah kerahiman Allah dengan lembut hati kepada manusia. Dia yang selalu memiliki inisiatif untuk memanggil kita supaya datang kepada-Nya dan berjalan bersama Dia. Dengan berjalan bersama Dia maka beban hidup kita pun diangkat-Nya. Ia berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28). Tuhan Yesus menjadi sahabat orang kecil, merekalah yang layak di hadirat Bapa. Dia memanggil orang yang letih lesu dan berbeban berat untuk datang kepada-Nya karena hanya Dialah yang akan memberi kelegaan, keringanan dalam hidup. Orang yang letih dan lesu serta beban berat menjadi pilihan pelayanan Yesus. Ketika sesama manusia tidak memperhatikan mereka maka Tuhan Yesuslah yang akan memperhatikan mereka. Ketika ada orang yang tertawa di atas penderitaan sesama, beban yang berat maka masih ada Tuhan yang memanggil untuk datang kepada-Nya. Perkataan Raja Daud dan kemudian diulangi oleh santo Petrus sangat menguatkan kita semua: “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah”(Mzm 55:23; 1Ptr 5:7). Perkataan ini sangat menguatkan saya juga di saat-saat mengalami kesulitan hidup.

Tuhan selalu memiliki cara untuk meneguhkan kita semua ketika mengalami beban berat atau keletihan hidup. Melalui nabi Yesaya Tuhan berkata: “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yes 46:4). Tuhan kita begitu baik lalu apa yang harus kita takuti ketika mengalami beban hidup? Apakah kita harus tinggal di tempat sambil memikul beban atau kita berani keluar untuk berbagi beban dengan Tuhan sendiri. Dia tak henti-hentinya mau menggendong, menanggung, memikul dan menyelamatkan kita. Tuhan seperti ini memang sempurna adanya dan membuat kita semakin mencintai-Nya.

Selanjutnya Tuhan Yesus juga berkata: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Mat 11:30). Apa itu kuk? Kuk merupakan sepotong kayu besar yang biasanya dibentuk sedemikian rupa, untuk diletakkan di bagian pundak hewan. Biasanya satu kuk akan dipasang pada sepasang hewan yang sama, dengan kuk tersebut mereka akan menarik beban, seperti menarik mata bajak, pengirik atau bahkan kereta pedati. Kuk akan terhubung ke bagian belakang dengan sebilah kayu yang akan menarik beban dimana si gembala atau petani akan mengendalikan arah kemana hewan yang menarik akan pergi. Tuhan Yesus rela menjadi manusia supaya kita sebagai orang berdosa bisa berjalan bersama Yesus, berbagi beban sehingga kita merasakan kelegaan. Beban menjadi ringan karena persekutuan dengan Kristus. Kuk adalah kasih karunia Tuhan Yesus yang melepaskan kita dari belenggu dosa. Kita sendiri semakin serupa dengan Yesus yang berjalan bersama dengan kita.

Kuk menandakan relasi kasih antara Tuhan dan manusia. Tuhan Yesus memberi kasih karunia yang memampukan kita untuk berjalan bersama-Nya. Kita perlu mendengar, taat dan mengasihi Tuhan Yesus Kristus. Hanya dengan demikian Dia dapat meringankan beban hidup kita. Maka apakah beban anda terlalu berat? Datanglah kepada Tuhan dan berjalanlah bersama Dia dalam jalan Salib-Nya. Dialah satu-satunya yang melepaskan beban jasmani dan rohani kita.

P. John Laba, SDB