Homili Hari Minggu Biasa ke-XXXII/C -2022

Hari Minggu Biasa XXXII/C
Bacaan Pertama 2 Mak. 7:1-2,9-14
Mazmur 17:1,5-6,8b,15
2 Tesalonika 2:16-3:5
Lukas 20:27-38

Aku percaya akan kebangkitan badan

Pada Hari Minggu pagi, biasanya saya menerima banyak kiriman tulisan dan audio dari WAG. Dari semua yang saya terima, ada satu yang singkat jelas dan tepat: “Pater John, selamat hari Mingu. Tuhan menyapa saya pada hari ini melalui santo Paulus: ‘Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan’” (1Kor 15:13). Dia tidak menulis kelanjutan kalimat ini. Rasanya dia menghendaki supaya saya melanjutkan dengan merenungkannya sendiri. Santo Paulus mau mengatakan kepada jemaat di Korintus bahwa bagi mereka yang tidak percaya kepada kebangkitan badan, tidak percaya juga kepada Kristus sendiri yang telah bangkit. Dia sendiri sebelumnya sudah memberikan bukti-bukti tertua tentang kebangkitan Kristus, dan kini Ia menjelaskan pembuktiannya ini (1Kor 15:3-9). Kita mengakui adanya kebangkitan badan dalam kredo kita: “Aku percaya akan kebangkitab badan, kehidupan kekal.” Kita mengakuinya ini dengan bangga sebagai pengikut Kristus.

Ada yang mungkin bertanya apa kiranya maksud dari kebangkitan badan? Kebangkitan badan berarti badan manusia yang ‘berasal dari debu dan kembali menjadi debu’ akibat kematian akan dibangkitkan pada akhir zaman. Selanjutnya badan yang sama akan bersatu dengan jiwa. Sebab itu setiap orang akan mengalami persatuan jiwa dan badan dilanjutkan dengan hidup dalam keabadian. Kebahagiaan abadi tentu dialami oleh mereka yang layak masuk surga atau mereka yang sebelumnya mengalami penyucian di api penyucian, sedangkan yang tidak layak akan masuk ke dalam hukuman neraka. Kredo yang kita ucapkan dengan bangga sebenarnya membantu kita untuk percaya akan kehidupan setelah adanya kematian tubuh yang fana ini. Kebahagiaan abadi yang dijanjikan Yesus akan dialami oleh mereka yang berkenan kepada-Nya. Mari kita menyimak perkataan Yesus ini: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:37-40).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini mengarahkan kita pada kepercayaan yang sama yakni kebangkitan badan. Bacaan pertama membuka wawasan kita dalam dunia Perjanjian Lama tentang adanya iman akan kebangkitan badan. Kisah tujuh bersaudara dan ibundanya ditangkap pada masa pemerintahan Raja Antiokus Epifanes. Mereka mengalami siksaan yang keji dengan dicambuk dan dirotan juga dipaksa untuk makan dagung babi yang haram. Salah seorang dari ketujuh bersaudara ini mengakui imannya dengan berkata: “Apakah yang hendak baginda tanyakan kepada kami dan apakah yang hendak baginda ketahui? Kami lebih bersedia mati dari pada melanggar hukum nenek moyang.” (2Mak7:2). Anak kedua sebelum menyerahkan nyawanya bersaksi: “Memang benar kau, bangsat, dapat menghapus kami dari hidup di dunia ini, tetapi Raja alam semesta akan membangkitkan kami untuk kehidupan kekal, oleh karena kami mati demi hukum-hukum-Nya!” (2Mak 7:9). Anak ketiga mendapatkan siksaan bagian-bagian tubuhnya dan dia percaya bawah Tuhan akan memberikan yang baru di surga. Anak yang keempat sebelum akhir hidupnya juga berkata: “Sungguh baiklah berpulang oleh tangan manusia dengan harapan yang dianugerahkan Allah sendiri, bahwa kami akan dibangkitkan kembali oleh-Nya. Sedangkan bagi baginda tidak ada kebangkitan untuk kehidupan.” (2Mak 7: 14). Masing-masing anak bersaksi tentang iman mereka akan Allah yang benar dan kepercayaan mereka akan kebangkitan badan.

Pengalaman iman dan kesaksian anak-anak dan sang ibu ini sangat meneguhkan kita semua. Dalam situasi apa saja, iman itu tidak bisa digadai atau diobral menjadi barang murahan. Iman itu mahal, sangat bernilai karena diberikan cuma-cuma oleh Tuhan. Sebab itu tugas kita adalah mempertahankan iman yang merupakan pemberian istimewa dari Tuhan. Kita tidak bisa menutup mata dan harus bersifat realistis dengan kehidupan beragam masa kini. Betapa banyak orang yang meninggalkan imannya kepada Kristus karena ingin lebih populer, memiliki nama besar. Orang akhirnya mencari makan dari jualan dan cemohan terhadap agama sebelumnya. Padahal semuanya itu tidak ada yang abadi. Belum tentu kenikmatan yang dialami itu abadi.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang perkawinan levirat sebagaimana diungkapkan dalam Kitab Ulangan 25:5-10. Menurut hukum perkawinan levirat, seorang laki-laki yang menikah kemudian meninggal dunia tanpa memiliki anak maka adiknya laki-laki akan mengambil iparnya (istri kakak laki-laki yang meninggal tanpa anak) sebagai istri, dan anak pertama yang lahir dari rahim iparnya itu akan diakui sebagai anak dari sang kakak laki-laki yang meninggal tanpa anak. Sebenarnya bisa juga ada penolakan dengan melakukan upacara halizah. Maka kepada Yesus, kaum Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan badan mengajukan sebuah pertanyaan: ketujuh lelaki yang menikahi wanita itu meninggal dunia dan wanita itu juga meninggal dunia, pada hari kebangkitan siapa kiranya yang menjadi suami dari wanita ini? Tuhan Yesus menyadari bahwa pertanyaan kaum Saduki adalah sebuah pertanyaan untuk mencobai Dia karena sesungguhnya mereka tidak percaya kepada kebangkitan badan.

Tuhan Yesus memberi kepada mereka jawaban yang tepat. Pertama, tentang keadaan orang hidup dan yang meninggal dunia: “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.” (Luk 20:34-36). Kedua, tentang kebangkitan badan: “Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.” (Luk 20:37-38).

Lihatlah dua hal penting yang keluar dari jawaban Tuhan Yesus ini. Pertama, bahwa orang-orang yang hidup memang masih melakukan aktivitas sebagai orang hidup tetapi pada hari kebangkitan, orang-orang yang layak di hadirat Tuhan akan memiliki hidup baru. Mereka tidak kawin dan dikawinkan. Mereka memiliki hidup baru, tubuh yang mulai seperti para malaikat. Karena itu aktivitas manusiawi yang terjadi di dunia ini tidak akan terjadi lagi di dunia yang lain. Kedua, kebangkitan badan itu adalah sebuah kenyataan karena Allah sendiri yang kita Imani adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati. Abraham, Ishak dan Yakub pernah hidup di hadirat Tuhan dan percaya bahwa Allah sungguh hidup di hadapan mereka.

Pada hari ini pikiran kita tertuju pada Allah yang hidup. Dia yang memberi hidup baru kepada kita. Dia yang selalu setia meskipun manusia tidak setia kepada-Nya. Kiranya kesetiaan Tuhan yang kita rasakan ini membantu kita untuk percaya kepada kebangkitan badan dan kehidupan kekal yang kita akui dengan bangga dalam iman Kristiani kita.

P. John Laba, SDB