Homili 23 Desember 2022

23 Desember 2022
Mal. 3:1-4; 4:5-6
Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14
Luk. 1:57-66

Tuhan Mahabaik

Kita sedang berada di hari-hari terakhir menjelang Hari Raya Natal. Sabda Tuhan mengarahkan kita pada sebuah pemikiran bahwa Tuhan Allah kita Mahabaik. Dia sungguh baik bagi kita semua. Pemikiran lainnya adalah bahwa peristiwa Natal adalah sebuah peristiwa kasih Allah di dalam keluarga manusia. Kasih Tuhan Allah menjadi nyata melalui kelahiran seorang anak di dalam keluarga. Misalnya, kasih dan kebaikan Tuhan kepada Manoah dan istrinya sehingga mereka mendapatkan Samson anak mereka ketika mereka sudah memasuki usia senja. Keluarga Zakharia dan Elisabeth yang mendapatkan kasih dan kebaikan Tuhan di usia senja dengan mendapatkan Yohanes anak mereka. Dan tentu saja keluarga kudus Yusuf dan Maria dengan kelahiran Yesus yang sedang kita nantikan. Peristiwa kelahiran seorang anak di dalam keluarga selalu membawa sukacita. Kita semua masih merasakannya hingga saat ini.

Pada hari ini kita mendengar kisah nyata kasih dan kebaikan Tuhan Allah di dalam keluarga Zakharia dan Elisabeth. Penginjil Lukas memberi catatan penting tentang keluarga terberkati ini: “Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat. Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya.” (Luk 1:5-7). Dari catatan ini kita bisa melihat bahwa keluarga ini sungguh dekat dengan Tuhan: tidak hanya berdasar pada silsilah keturunannya tetapi bahwa mereka berdua hidup benar di hadirat Tuhan Allah, patuh pada segala perintah Tuhan dan hidup kudus di hadirat Tuhan. Ketiga hal ini yang membuat mereka begitu diberkati Tuhan meskipun sudah memasuki usia senja.

Kisah yang kita dengan dalam bacaan Injil hari ini adalah kisah orang tua yang kudus di hadirat Tuhan Allah. Elisabeth mendapat berkat di usia senja dengan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Apakah Elisabeth merasa bahagia? Tentu saja ia merasa bahagia namun karena sebelumnya ia dilabeli mandul maka ia juga sempat mengasingkan dirinya. Penginjil Lukas bersaksi: “Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: “Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.” (Luk 1:25-26). Seorang ibu yang merasakan penderitaan karena kekerasan verbal namun Tuhan memperhatikannya.

Elisabeth adalah Wanita terberkati. Dari namanya kita mengerti bahwa “Allahku adalah sumpah” atau “Allahku adalah kelimpahan”. Karena itu orang-orang di sekitarnya ikut merasakan mukjizat yang luar biasa ini. Dikatakan bahwa Tuhan menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepada Elisabeth. Dia melahirkan anak laki-laki yang sehat di usia senja. Mengherankan! Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Satu hal yang Elisabeth dan Zakharia harus lakukan adalah menyunatkan anak laki-laki ini dan memberikan namanya. Secara mengagumkan Elisabeth dan Zakharia menamai anak laki-laki ini Yohanes. Nama Yohanes dalam bahasa Yunani Ιωάννης – Ioannes berarti “Tuhan adalah baik/pemurah” atau “Tuhan Mahabaik”. Lagi-lagi nama ini mengherankan semua orang, selain peristiwa Elisabeth dan Zakharia yang sudah sepuh tetapi memiliki anak tetapi lebih dari itu pikiran semua orang dibuka untuk mengerti bahwa Tuhan Allah kita Mahabaik. Nama Yohanes menunjukkan bahwa Tuhan Mahabaik kepada orang-orang yang berharap kepada-Nya. Dari namanya ‘Yohanes’ membuat semua orang juga percaya bahwa Tangan Tuhan menyertai anak laki-laki ini. Tangan Tuhan menunjukkan kuasa Tuhan yang menjaga dan melindungi serta menjadikan Yohanes sebagai Elia baru yang menyiapkan kedatangan Mesias.

Apa saja buah rohani yang dapat kita ambil dari permenungan tentang Yohanes (Tuhan Mahabaik) ini?

Pertama, Tuhan selalu membuat kejutan di dalam hidup kita. Tuhan berkata: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yes 55:8-9). Maka kita perlu berpasrah kepada Tuhan.

Kedua, Kita belajar untuk menjadi semakin serupa dengan sosok Zakharia dan Elisabeth dengan: hidup benar di hadirat Tuhan Allah, patuh pada segala perintah Tuhan dan hidup kudus di hadirat Tuhan.

Ketiga, Kita dipanggil untuk setia dalam karya pelayanan kita setiap hari meskipun selalu ada kesulitan yang kita hadapi. Bercermin pada Zakharia, Elisabeth dan nantinya Yohanes Pembabtis.

Keempat, Kita dipanggil untuk meyakinkan keluarga-keluarga yang tidak mempunya anak untuk tetap setia dan berharap kepada Tuhan.

Inilah keempat buah rohani yang dapat kita hayati dan bagikan kepada sesama yang lain. Tuhan memberkati kita semua.

***