Homili 18 Januari 2023 – Hari Pertama Pekan Doa Sedunia

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-2
Pembukaan Pekan Doa Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani.
Ibr. 7:1-3,15-17
Mzm. 110:1,2,3,4
Mrk. 3:1-6

Merenung Pribadi Tuhan Yesus

Saya memulai homili saya ini dengan mengingat sebuah perkataan dari Santo Yustinus, Filsuf dan Martir dalam gereja perdana. Dia mengatakan: “Meski kami, orang Kristen, dibunuh dengan pedang ataupun disiksa dengan belenggu dan api, kami tidak akan murtad dari iman kami.” Perkataan Orang kudus ini sangat menguatkan kehidupan kita semua sebagai pengikut Kristus atau yang selalu bangga sebagai orang Kristen. Sosok Tuhan Yesus selalu menginspirasi dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Kehidupan kita haruslah menjadi cerminan kehidupan Kristus di tengah dunia ini. Orang boleh melihat Yesus dengan sebelah mata tetapi kita para pengikut-Nya harus selalu membuka mata dan mata kita selalu tertuju kepada-Nya.

Pada hari ini kita memulai pekan doa untuk persekutuan umat Kristiani. Setiap tahun kita mengenang dan siap untuk beroikumene, hidup berdampingan dengan sesama yang percaya kepada Kristus. Tuhan Yesus dalam malam perjamuan terakhir, Dia bertindak sebagai Imam Agung dan berdoa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:21). Kata kunci dari kalimat doa Yesus ini: ἵνα πάντες ἓν ὦσιν (Bahasa Yunani), Ut omnes unum sint (Bahasa Latin) dan bahasa Indonesianya: “Supaya mereka semua menjadi satu”. Ini adalah doa dan harapan dari Tuhan supaya para pengikut-Nya menjadi satu.

Bapa Suci Paus Fransiskus pada tahun 2023 ini memberi tema Pekan Doa untuk persatuan Umat Kristiani yakni: “Berbuat baik, carilah keadilan” (Yes 1:17). Bapa suci meminta agar kita sebagai Gereja dapat mengucap syukur kepada Tuhan karena Ia sebagai Tuhan kita selalu sabar dan setia dalam membimbing kita sebagai umat-Nya menuju persekutuan penuh, dan memohon Roh Kudus untuk mencerahkan dan menopang kita dengan karunia-Nya. Paus Fransiskus juga mengingatkan kita bahwa ada keterkaitan antara pertobatan Sinode dan usaha untuk mencapai persekutuan umat Kristiani secara penuh. Kita perlu berdoa untuk persekutuan umat Kristiani dari hari ini tanggal 18 Januari sampai 25 Januari 2023 mendatang.

Tuhan Yesus dalam Injil hari ini menunjukkan diri-Nya sebagai sungguh-sungguh Manusia dan sungguh-sungguh Allah. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus memasuki Sinagoga pada hari Sabat untuk beribadat. Pada saat itu ada seorang yang sakit mati sebelah tangannya. Tentu saja dengan situasi ini, dia tidak bisa berdoa dengan baik, karena orang Yahudi kalau berdoa mereka pasti menggerakan seluruh tubuhnya. Reaksi orang Farisi pada saat melihat Yesus masuk ke dalam Sinagoga adalah mereka mengamat-amati Yesus, menaruh rasa curiga kepada Yesus kalau-kalau Ia menyembuhkan orang sakit itu pada hari Sabat. Ini akan menjadi alasan untuk mempersalahkan Yesus. Sementara Tuhan Yesus saat itu memiliki perhatian yang sangat khusus kepada orang yang sakit mati sebelah tangannya. Perhatikanlah: Orang yang sakit sebelah tangannya itu tidak diperhatikan oleh orang-orang Farisi yang sedang bersamanya di Sinagoga, hanya Yesus saja yang dapat memberi perhatian khusus. Ia malah memanggil orang yang mati sebelah tangannya supaya berdiri di tengah banyak orang lalu disembuhkan seketika itu juga.

Dalam membuat mukjizat ini, Tuhan Yesus menunjukkan sifatnya sebagai sungguh manusia dan sungguh Allah. Tuhan Yesus sungguh manusia nampak dalam sikapnya ini: Tuhan Yesus merasa jengkel karena kedegilan hati manusia, Tuhan Yesus juga marah dengan orang-orang disekelilingnya yang masih belum percaya kepada-Nya. Jengkel dan marah adalah bagian dari kehidupan kita. Selama sehari ini, berapa kali kita marah dan jengkel. Saya menjamin bahwa setiap orang mungkin mengakui sikap jengkel dan marahnya di rumah dan di tempat untuk melayani atau bekerja. Tetapi hal yang paling tinggi dan luhur adalah Tuhan Yesus menunjukkan ke-Allahan-Nya dengan menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya di hadapan banyak orang. Tuhan Yesus pasti mau supaya orang sakit ini sembuh, setelah sembuh dapat menyembah dan melayani sesamanya.

Nah, perhatikan hal-hal yang dominan dalam kisah ini. Pertama, sikap manusiawi kaum Farisi yang suka mengamati-amati dan berpikir jelek terhadap sesamanya dengan berkata: “kalau-kalau”. Dalam waktu sehari kita dapat saja menjadi orang Farisi masa kini yang lebih dominan. Seharusnya kasih dan kebaikan yang ditegakkan dalam hidup kita. Kedua, Tuhan Yesus menunjukkan sisi kemanusiaan-Nya dengan melihat orang sakit meskipun ada saja perlawanan dari kaum Farisi. Tuhan Yesus jengkel dan marah dengan orang di sekitarnya saat itu. Ini menunjukkan Yesus sungguh-sungguh manusia. Ketiga, Tuhan Yesus juga menunjukkan keilahian-Nya saat menyembuhkan orang yang sakit sebelah tangannya. Hanya Tuhan yang dapat melakukan semua ini. Maka di sini Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya: Sebagai sungguh-sungguh Manusia dan sungguh-sungguh Allah! Tuhan Yesus adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek (Ibr 7:17). Kita percaya kepada-Nya.

Pada hari ini mata kita semua tertuju pada Yesus sambil bersyukur. Kita bersyukur karena Tuhan membentuk kita dengan cara-Nya sendiri melalui orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita patut bersyukur karena Tuhan itu sungguh baik. Mari kita menyembah Dia yang telah memanggil kita untuk bersyukur kepada-Nya. Kita bersyukur karena kita memiliki Tuhan Yesus yang luar biasa. Dia jengkel dan marah sama seperti kita yang suka jengkel dan marah pada orang-orang di sekitar kita. Inilah kemanusiaan Yesus sang Putera Allah. Tetapi yang harus selalu kita ingat dan percaya adalah Tuhan Yesus menujukkan ke-Allahan-Nya di tengah-tengah kita saat ini, misalnya di dalam Ekaristi kudus. Dia sungguh-sungguh Manusia dan sungguh-sungguh Allah. Inilah iman kita kepada Tuhan Yesus.

P. John Laba, SDB