Homili 17 Januari 2023 – Santo Antonius Abas

Peringatan Wajib St. Antonius
Ibr. 6:10-20
Mzm. 111:1-2,4-5,9,10c
Mrk. 2:23-28 atau
Mat 19:16-26 (khusus)

Orang miskin adalah pilihan pertama

Adalah James Baldwin (1924-1987). Beliau adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat. Ia pernah berkata begini: “Anyone who has ever struggled with poverty knows how extremely expensive it is to be poor.” (Semua orang yang pernah berjuang dengan kemiskinan tahu bagaimana mahalnya menjadi miskin). Kutipan ini bagi saya sangatlah inspiratif. Banyak di antara kita pernah mengalami situasi kemiskinan. Saya mengingat kembali masa lalu, ketika masih sebagai siswa SD di akhir tahun 1970-an, saya menemukan kakak-kakak kelas IV-VI SD memakai sarung untuk pergi mengikuti pelajaran di sekolah. Kami adalah generasi-generasi awal yang berseragam merah putih dan pramuka. Kadang-kadang kami juga mengalami kesulitan makanan dan minuman. Maka sambil membaca kutipan perkataan Baldwin ini sangat mencerahkan. Kemiskinan itu memang mahal dan harus berjuang untuk keluar dari cengkramannya. Tentu saja berbeda dengan orang yang tidak pernah mengalami kemiskinan, semuanya pasti baik-baik saja.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok orang kudus yang inspiratif. Dia adalah Santo Antonius Abas. Orang kudus yang dikenal juga dengan nama Antonius Agung atau Antonius dari Mesir. Orang kudus ini lahir di Mesir sekitar tahun 250M, dari sebuah keluarga yang berada. Pada saat menginjak usia ke-20, ia bersama adik perempuannya menjadi anak yatim piatu. Hal yang menguntungkan adalah, kedua orang tua meninggalkan banyak harta yang bisa menjamin kelangsungan hidup mereka berdua.

Ada tiga hal yang menarik perhatian dari kehidupan santo Antonius yang patut kita pelajari:

Pertama, Antonius adalah seorang pribadi yang memiliki sikap lepas bebas. Dia tidak terikat pada semua harta duniawi yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Santo Athanasius mengisahkan sisi-sisi kehidupan santo Antonius Abas ini. Dikisahkan bahwa setelah enam bulan kedua orang tuanya meninggal dunia, ia pergi ke Gereja untuk berdoa. Ia mulai berpikir bagaimana para rasul dengan cara mereka sendiri dapat meninggalkan segalanya untuk mengikuti Yesus. Demikian juga dia mengingat semangat Gereja perdana di mana mereka menjual segala miliknya dan menyerahkan hasil penjualan itu kepada para rasul untuk digunakan bagi kaum miskin dan juga untuk kepentingan bersama. Pikirannya lalu tertuju pada seorang muda yang datang kepada Yesus dan meminta persyaratan bagaimana memperoleh hidup kekal (Mat 19:16-26). Tuhan Yesus menolongnya dengan menjelaskan syarat untuk masuk ke dalam surga. Mulai dengan perintah Tuhan dalam Decalog atau kesepuluh perintah Allah, dan ternyata dia sudah melakukannya dalam hidup pribadinya.

Tuhan Yesus memandangnya dengan penuh kasih dan berkata: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mat 19:20). Syarat untuk menjadi sempurna tidaklah muda. Orang tidak hanya melakukan perintah-perintah Tuhan. Namun lebih dari itu orang harus menjual segala miliknya, hasil penjualan diberikan kepada orang miskin dan ketika tidak memiliki apa-apa lagi maka harta surgawi menjadi jaminannya. Orang muda itu batal mengikuti Yesus karena banyak hartanya.

Santo Antonius Abas dalam pengalamanya dia merasakan adanya sebuah panggilan istimewa. Tuhan menyapanya dalam keheningan dan bahwa dia siap untuk melepaskan segala yang dimilikinya. Suara yang selalu muncul dalam pikirannya: “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” (Mat 6:25). Kata ‘jangan kuatir’ selalu muncul dalam pikirannya. Dia lalu menjual segalanya, diberikan kepada orang miskin. Dia masih sempat menyisahkan sedikit untuk adiknya namun akhirnya dia menjual semuanya dan membagikan kepada kaum miskin. Dia kemudian menitip adiknya dan dia sendiri pergi ke padang gurun dan menjadi seorang pertapa. Meskipun sebagai pertapa, dia tetap bekerja keras, mendapatkan roti dan masih membagikannya kepada orang miskin. Antonius memang rasul kaum miskin.

Kedua, Santo Antonius Abas terkenal karena bergumul melawan godaan iblis. Santo Athanasius bersaksi: “Iblis menyerang pemuda itu (Antonius), mengganggunya di malam hari dan mengganggunya di siang hari, bahkan orang-orang yang melihat melihat pertikaian yang terjadi di antara mereka.” Semakin Antonius diganggu, semakin iblis menjadi panik sendiri. Inilah seruan Antonius kepada iblis, “Ini aku, Antonius; Aku tidak melarikan diri dari bilur-bilurmu, karena bahkan jika engkau melakukan lebih banyak, tidak ada yang akan memisahkanku dari kasih Kristus … ‘meskipun kemah dipasang terhadapku, hatiku tidak akan gentar.’” Untung saja Antonius memiliki dua senjata ampuh untuk menangkis serangan setan dan kekuatannya yaitu dengan berdoa dan berpuasa. Berdoa adalah senjata pertama. Berpuasa atau bermatiraga adalah senjata kedua.

Ketiga, persahabatan menuju kekudusan. Santo Antonius Abas tidak menyendiri saja sebagai pertapa di padang gurun. Dia juga bersahabat dengan santo Paulus sang pertapa di padang gurun. Persahabatan yang berujung pada kekudusan sangatlah menguatkan kita semua. Santo Antonius Abas dan santo Paulus pertama mendokan perjalanan hidup kita selanjutnya.

Apa yang harus kita lakukan pada hari ini untuk melayani orang-orang miskin?

Tuhan Yesus mengatakan: “Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu.” (Mat 26:11). Kita tetap menjumpai dan melayani kaum miskin. Maka penulis surat kepada umat Ibrani mengingatkan kita pada hari ini: “Supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.” (Ibr 6:11-12). Untuk melayani kaum miskin kita perlu kesungguhan untuk melayani bukan sekedar berbicara saja. Dikatakan juga bahwa: “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.” (Ibr 6:19-20). Mari kita terus berusaha untuk melayani kaum miskin yang selalu ada bersama kita.

Santo Antonius Abas, doakankah kami. Amen.

P. John Laba, SDB