Homili 2 Februari 2023 – Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah

Pesta Tuhan Yesus dipersembahkan di Bait Allah
Mal 3:1-4
Mzm 24:7.8.9.10
Luk 2:22-32

Kupersembahkan segalanya untuk-Mu

Pada pagi hari ini saya kembali mendengar sebuah lagu berjudul: “Kupersembahkan hidupku” yang dinyanyikan oleh Maria Shandy beberapa tahun yang lalu. Lirik lagu yang meneguhkan hati saya adalah pada bagian ini: “Ini aku, s’mua milikku, kuserahkan pada Mu Tuhan. Penyesalan dan kebanggaan, suka dan duka, s’mua kuserahkan…” Sebagai seorang imam dan biarawan saya melakukan ziarah panggilan sejak tahun 1989 saya masuk ke dalam komunitas Salesian Don Bosco hingga saat ini. Kiranya perkataan dalam lirik lagu di atas sudah sedang saya hayati. Pemberian diri itu sebuah perjuangan sekaligus pengorbanan diri. Perjuangan dan pengorbanan diri berdasar pada pengalaman dikasihi Tuhan dan menjawabi kasih Tuhan itu sendiri. Persembahan diri diperkuat oleh sikap lepas bebas meskipun belum sempurna seperti yang Tuhan kehendaki. Prinsipnya: “Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (Luk 20:25). Saya tetap bersyukur kepada Tuhan karena Dia mendampingi diri saya untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada-Nya. Terima kasih Tuhan. Terima kasih juga kepada semua orang yang dengan caranya sendiri membantu saya untuk bertumbuh dalam panggilan.

Pada hari ini kita merayakan pesta Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah. Dalam Gereja Ortodoks Timur, perayaan Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah merupakan salah satu dari dua belas Perayaan Besar atau yang dikenal dengan nama Hypapante (Ὑπαπαντή, artinya “Pertemuan”). Ada juga nama-nama tradisionalnya yakni Candlemas, Perayaan Purifikasi Perawan, dan Pertemuan Allah. Perayaan ini di adakan di Yerusalem pada abad ke-V SM. Perayaan di Gereja Ortodox Timur ini turut mempengaruhi Gereja Katolik dalam liturginya. Persembahan Tuhan Yesus di bait Allah bahkan diingat sebagai peristiwa gembira keempat dalam Doa Rosario suci. Peristiwa ini juga merekleksikan kebiasaan penggerejaan ibu-ibu baru empat puluh hari setelah kelahiran seorang anak. Dengan merayakan pesta ini, pikiran kita terarah pada sosok Yesus sebagai Terang bagi dunia. Simbol lilin-lilin yang diberkati dalam perayaan ini melambangkan kehadiran Kristus sebagai terang dunia.

Pesta Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah juga menjadi hari hidup bakti bagi para imam, biarawan dan biarawati yang memiliki panggilan khusus di dalam Gereja. Hari Hidup Bakti Sedunia berlangsung bersamaan dengan Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah sejak dicanangkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 2 Februari 1997. Alasannya karena peristiwa Yesus dipersembahkan di Bait Allah adalah gambaran dari totalnya persembahan hidup seseorang bagi semua orang yang dipanggil untuk Gereja dan dunia melalui penginjilan yang mencerminkan semangat kekhasan Yesus yang kudus, miskin, dan taat. Hari ini menjadi hari penuh refleksi dan syukur atas panggilan dan pilihan yang Tuhan berikan kepada kami dalam peziarahan hidup bakti ini.

Bacaan-bacaan liturgi pada hari ini membuka mata dan nurani kita untuk melihat keselamatan di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Tuhan menyuruh utusan-Nya untuk mempersiapkan jalan di hadapan Tuhan sendiri. Dan sebuah warta sukacita yang penting adalah bahwa Tuhan sendiri dengan mendadak masuk ke dalam bait-Nya (Mal 3: 1). Selanjutnya Maleakhi melihat Tuhan sebagai sosok yang memurnikan segala sesuatu: “Tuhan seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu. Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada Tuhan. Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati Tuhan seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.” (Mal 3:2-4).

Dalam konteks hidup bakti, peziarahan yang dilalui oleh seseorang yang mendapatkan panggilan hidup bakti itu terus menerus mendapatkan pemurnian. Motivasi dimurnikan, persembahan diri secara total dimurnikan secara terus menerus oleh Tuhan sendiri. Orang bisa saja memulai peziarahan hidupnya dengan hidup seadanya. Mungkin saja dia bukanlah pribadi kudus namun Tuhan memurnikan motivasi dan mentransformasi hidup orang itu menjadi layak baginya. Dan dalam sejarah Gereja, sudah begitu banyak orang yang mengalaminya. Tuhan selalu memiliki rencana yang indah bagi setiap pribadi yang dipanggil, dipilih dan ditentukan untuk menjadi rekan kerja-Nya di kebun anggur. Utusan Tuhan dimurnikan, disucikan hingga menjadi layak dengan Tuhan yang memanggilnya.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah Santo Yosef dan Bunda Maria mempersembahkan Yesus ke dalam Bait Allah. Ini adalah tanggung jawab dari orang tua untuk membaktikan anaknya kepada Tuhan. Yesus adalah Anak Allah, dikandung dari Roh Kudus maka Bunda Maria dan santo Yosef memberikan-Nya kepada Tuhan. Apa yang menjadi milik Tuhan patutlah kembali kepada Tuhan. Sosok Maria dan Yosef membantu kita untuk mengerti tentang tanggung jawab orang tua untuk mempersembahkan anak-anaknya kepada Tuhan. Mereka patut mendapat pendidikan secara Katolik.

Di dalam Bait Suci muncul dua tokoh yang sudah sepuh yakni Simeon dan Hanna. Keduanya adalah pribadi yang menunggu dengan penuh harapan akan kedatangan Mesias. Mereka tidak bosan menunggu, tetapi selalu berada di rumah Tuhan. Mereka begitu bahagia ketika melihat Yesus sebagai Terang datang dan menerangi hidup mereka. Mereka berdua menjadi sempurna. Persembahan diri memiliki tujuan akhir yaitu melihat Terang dan menyatu dengan-Nya. Persekutuan dengan Tuhan itu tujuan akhir dari hidup bakti. Maka rasa syukur yang patut disampaikan kepada Tuhan serupa dengan doa dari Simeon ketika memandang Yesus: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” (Luk 2:29-32).

Terima kasih Tuhan, terima kasih atas panggilan hidup ini. Jadikanlah aku setia hari demi hari untuk melayani-Mu. Amen.

P. John Laba, SDB