Homili 29 Maret 2023

Hari Rabu, Pekan V Prapaskah
Dan. 3:14-20,24-25,28
MT T.Dan. 3:52,53,54,55,56
Yoh. 8:31-42

Kesetiaan kepada Tuhan

Masa Prapaskah adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan diri sebagai Χριστιανός (Christianos),artinya “pengikut Kristus” sejati. Santo Ignasius dari Antiokhia pernah berkata: “Saya tidak hanya ingin disebut Kristen, tetapi juga menjadi Kristen.” Kita perlu sadar diri bahwa dengan menyandang gelar “Kristen” adalah satu hal, tetapi hidup sebagai orang Kristen menuntut suatu tindakan sebab menjadi seorang Kristen sejati adalah pengalaman yang sama sekali berbeda. Sebagai salah satu martir pertama Gereja, Santo Ignasius dari Antiokhia menunjukkan apa artinya menjadi seorang Kristen pada masa-masa yang paling sulit. Ignatius tetap setia kepada Tuhan bahkan ketika hal itu akan mengorbankan nyawanya. Kita tetap setia kepada Tuhan karena Tuhan lebih dahulu setia kepada kita.

Kesetiaan kepada Tuhan menjadi nyata dalam pengorbanan diri sampai tuntas. Kita mendengar kisah tiga pemuda dalam tanur api panas yang menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan yaitu Sadrakh (Hananya), Mesakh (Misael) dan Abednego (Azarya). Menurut Kitab Daniel, mereka bertiga bersama Daniel berasal dari Kerajaan Yehuda yang pada abad ke-VI SM dibawa ke Babel untuk bekerja di istana raja. Kriteria yang diberikan Nebukhadnezar adalah mereka haruslah berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, masih merupakan orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim (Dan 1:3-5).

Selanjutnya, Sadrakh, Mesakh dan Abednego dipaksa untuk menyembah dewanya Nebukhadnezar dan patung emas buatannya. Namun Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Dan 3:16–18). Mereka mengalami kemartiran dengan dimasukkan ke dalam tanur api yang panasnya tujuh kali lebih panas dan menghanguskan. Namun ada hal yang ajaib yakni mereka malah berjalan-jalan di tengah nyala api seraya bernyanyi kepada Allah serta memuji Tuhan (Dan 3:24). Tuhan selalu melindungi umat yang setia kepada-Nya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya supaya setia kepada-Nya. Apa yang harus mereka lalukan? Yesus berkata kepada mereka: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yoh 8:31-32). Kesetiaan kepada Tuhan ditandai dengan kemauan untuk tetap tinggal di dalam firman dan Firman adalah Yesus sendiri. Tinggal bersama Yesus sang Sabda, sekaligus Jalan, Kebenaran dan Hidup. Hanya Yesus saja yang merupakan Kebenaran yang memerdekakan atau melepaskan kita semua dari beban dosa. Hanya Yesus saja yang mengentas kita semua dari hidup lama sebagai hamba dosa menjadi manusia yang merdeka dan selamat.

Tuhan Yesus sedang berbicara dengan orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya supaya jangan menjadi hamba dosa tetapi mereka hidup di dalam Yesus sang Sabda sebagai orang merdeka. Mereka harus terbuka pada pertobatan supaya layak memperoleh keselamatan. Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.” (Yoh 8:34-36). Sayang sekali, orang-orang yang percaya kepada-Nya memiliki pemahaman yang berbeda tentang konsep ‘Kebenaran yang memerdekakan’. Mereka berpikir dengan cara manusiawi bahwa mereka adalah keturunan Abraham dan konsekuensinya mereka adalah orang merdeka. Mereka juga mengakui Allah sebagai Bapa. Namun Tuhan Yesus tetap menekankan pentingnya kesetiaan kepada-Nya sebagai Kebenaran sejati yang memerdekakan. Hanya dalam Yesus mereka akan setia kepada Allah sebagai Bapa. Yesus berkata: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” (Yoh 8:42).

Pada hari ini kita boleh bertanya sambil berefleksi secara pribadi: apakah kita benar-benar setia kepada Tuhan? Apakah kita sungguh percaya kepada Yesus sebagai kebenaran yang memerdekakan kita?

P. John Laba, SDB