Homili Hari Senin, Pekan Suci – 3 April 2023

HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI
Yes. 42:1-7
Mzm. 27:1,2,3,13-14
Yoh. 12:1-11

Semerbak Minyak Narwastu Murni

Kita berada di hari Senin Pekan Suci 2023. Pada saat ini saya tertarik untuk merenung tentang semerbak Minyak Narwastu (Spikenard Oil) dalam bacaan Injil. Minyak Narwastu adalah sejenis minyak wangi mahal berwarna merah terang, yang diambil dari tanaman narwastu (Nardostachys jatamansi). Karena mahal, minyak narwastu kadang-kadang dipalsukan dan sering dicampur dengan minyak lain yang lebih murah. Namun Penginjil Markus dan Yohanes mengatakan bahwa “narwastu murni” digunakan mengingat hari penguburan Yesus (Mrk 14:3; Yoh 12:3). Minyak narwastu dapat digunakan sebagai parfum, obat dan kelengkapan religious di wilayah yang membentang dari India ke Eropa. Minyak narwastu digunakan sebagai obat herbal alami untuk mengobati insomnia, stress, masalah pencernaan, sistem kekebalan tubuh lemah, dan infeksi. Narwastu mungkin juga sama dengan “lardu” yang disebut dalam inskripsi Asyur babel, diperoleh dari rumput Cymbopogon schoenanthus, umumnya terdapat di padang gurun Arabia dan Afrika Utara.

Kita mendapat kisah menarik di dalam Injil Yohanes. Ketika itu masih ada enam hari sebelum perayaan Paskah orang Yahudi. Tuhan Yesus dan para murid-Nya datang ke Betania, di rumah Marta, Maria dan Lazarus yang dibangkitan Yesus dari kematian. Perjamuan disiapkan oleh Marta dan Lazarus saudara mereka juga ikut makan bersama mereka. Maria sendiri mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya. Ia meminyaki kaki Yesus dan menyeka dengan rambutnya yang panjang. Sikap Maria ini mendatangkan pro dan kontra. Di pihak Yesus, Ia merasa bahwa sikap Maria ini sangat positif sebagai sebuah momen untuk mengenang hari penguburan-Nya. Di pihak manusia, diwakili oleh Yudas Iskhariot yang berlagak seolah-olah berempati dengan kaum miskin, padahal dia seorang pencuri atau koruptor. Yudas yang nantinya mengkhianati Yesus berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh 12:5). Di sini kita langsung melihat perbedaannya: Tuhan mencari dan menyelamatkan manusia dengan cinta Ilahi-Nya. Dia mengurbankan diri sampai wafat di kayu salib, dikuburkan dan pada hari ketika bangkit dari kematian. Yudas Iskariot hanya memandang kekayaan dan pura-pura memikirkan orang miskin padahal bukan seperti itu sikaonya. Dia seorang koruptor.

Sebagai seorang imam, saya ingin merenung dan memberi catatan-catatan tertentu tentang semerbak Minyak Narwastu dan Hidup Bakti. Pada saat ini tidak sedikit orang yang bertanya pada diri mereka sendiri dengan sebuah pertanyaan yang membingungkan: Mengapa ada hidup bakti? Mengapa harus menjalani hidup semacam ini di dunia modern, ketika ada begitu banyak kebutuhan mendesak, dalam karya amal kasih dan pewartaan Injil, yang dapat dipenuhi bahkan tanpa harus mengambil komitmen dalam suatu bentuk hidup bakti? Bukankah hidup bakti adalah semacam ‘pemborosan’ tenaga manusia yang dapat digunakan sesuai dengan kriteria efisiensi untuk kebaikan yang lebih besar bagi kepentingan umat manusia dan Gereja?

Pertanyaan-pertanyaan ini lebih sering muncul di zaman kita sekarang, karena didorong oleh budaya utilitarian dan teknokratis, yang cenderung menilai pentingnya sesuatu dan manusia itu sendiri dalam kaitannya dengan ‘fungsi’ langsungnya. Namun pertanyaan-pertanyaan serupa selalu ada, seperti yang ditunjukkan dengan jelas dalam Injil tentang pengurapan Yesus di Betania: “Maria mengambil satu kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan mengeringkannya dengan rambutnya, dan seluruh rumah itu dipenuhi dengan keharuman atau semerbak minyak narwastu itu” (Yoh. 12:3).

Kepada Yudas yang menjadikan kebutuhan orang miskin sebagai alasan untuk mengeluh tentang banyaknya pemborosan, Yesus menjawab, “Biarlah dia melakukannya!” (Yoh. 12:7). Ini adalah jawaban yang selalu valid untuk pertanyaan yang diajukan oleh banyak orang, bahkan dengan itikad baik, tentang relevansi hidup bakti: Tidak bisakah seseorang menginvestasikan keberadaannya secara lebih efisien dan rasional untuk kemajuan masyarakat? Inilah jawaban Yesus: “Lakukanlah!”.

Bagi mereka yang dianugerahi karunia yang tak ternilai untuk mengikut Tuhan Yesus secara lebih dekat, tampak jelas bahwa Yesus dapat dan harus dikasihi dengan hati yang tidak terbagi, bahwa seseorang dapat mendedikasikan seluruh hidupnya kepada-Nya dan bukan hanya beberapa gerakan atau beberapa momen atau beberapa kegiatan saja. Minyak narwastu murni yang berharga yang dicurahkan sebagai tindakan cinta yang murni, dan oleh karena itu di luar pertimbangan “utilitarian” apa pun, adalah tanda kelimpahan yang luar biasa, seperti yang diekspresikan dalam kehidupan yang dihabiskan untuk mencintai dan melayani Tuhan, untuk membaktikan diri kepada pribadi-Nya dan Tubuh Mistik-Nya. Tetapi dari kehidupan yang ‘dicurahkan’ tanpa henti inilah semerbaknya menyebar, memenuhi seluruh rumah. Rumah Allah, Gereja, sepanjang zaman, dihiasi dan diperindah oleh kehadiran hidup bakti. Apa yang di mata manusia mungkin tampak sebagai pemborosan, bagi orang yang terpikat dalam rahasia hati oleh keindahan dan kebaikan Tuhan adalah jawaban cinta yang nyata, itu adalah rasa syukur yang luar biasa karena telah diterima dengan cara yang sangat istimewa untuk mengenal Sang Putra dan berbagi misi ilahi di dunia. Jika seorang anak Allah mengenal dan merasakan cinta ilahi, Allah yang tidak diciptakan, Allah yang menjelma, Allah yang penuh gairah, yang adalah kebaikan tertinggi, ia akan memberikan segalanya, ia akan menjauhkan diri tidak hanya dari makhluk lain, tetapi bahkan dari dirinya sendiri, dan dengan segenap dirinya ia akan mengasihi Allah yang penuh cinta ini hingga ia menjadi satu dengan Allah-manusia, yang adalah Kekasih tertinggi.

Dari Injil kita juga mendapat gambaran bahwa di Betania, minyak nawastu murni bercampur dengan air mata Maria ketika mengurapi kaki Kristus. Dalam peristiwa Paskah Kristus, Minyak urapan bercampur dengan air mata para wanita. Betapa besar penghiburan yang ditunjukkan melalui tanda ini, yang telah menjadi minyak bagi mereka yang sakit dan menderita. Selama dua ribu tahun kita telah mengisi minyak ini, minyak yang dibawa oleh para perempuan dari kubur dengan pengumuman kebangkitan Tuhan, minyak yang tidak sia-sia dan sampai kepada kita hari ini, dari generasi ke generasi, mengingatkan kita bahwa tidak ada air mata yang tidak dapat dihapus, tidak ada hati yang tidak dapat dihibur. Minyak yang menyembuhkan luka juga merupakan minyak sukacita yang tak terbatas. Dan sukacita mengharumkan kehidupan.

Minyak yang digunakan oleh Maria di Betania adalah minyak narwastu yang paling murni, yang tinggal di dalam hati mereka yang merasakannya. Namun, minyak narwastu bukanlah minyak yang digunakan untuk mengurapi orang yang masih hidup. Minyak ini digunakan dalam penguburan orang yang meninggal dunia. Barang yang paling berharga disiapkan untuk kematian, bukan untuk kehidupan. Yesus memperkenalkan sebuah perubahan radikal di sini: tidak ada gunanya bekerja untuk sesuatu yang mengarah pada kematian, tidak ada gunanya mengabdikan seluruh hidup untuk menabung harta demi penguburan. Terlepas dari permenungan tentang minyak narwastu untuk mengenang penguburan Yesus, minyak narwastu dan semerbaknya melambangkan keindahan nasihat Injil dan penghayatannya di dalam hidup bakti. Nasihat Injil ketaatan, kemiskinan dan kemurnian berasal dari hidup Yesus sendiri. Maka dalam usaha untuk menghayatinya dengan sepenuh hati laksana semerbak minyak narwastu murni di dalam rumah.

P. John Laba, SDB