Homili Hari Selasa Oktaf Paskah – 2023

HARI SELASA DALAM OKTAF PASKAH 2023
Kis 2:36-41
Mzm 33:4-5.18-19.20.22
Yoh 20:11-18

Aku telah melihat Tuhan!

Mengawali homili pada hari ini, saya ingin mengutip perkataan dua orang paus dan kini menjadi orang kudus modern. Pertama adalah St. Yohanes ke-XXIII. Pencetus Konsili Ekumenis Vatikan II ini pernah berkata: “Paskah adalah misteri kematian dan kehidupan bagi setiap orang: Untuk alasan ini, sesuai dengan ajaran Gereja yang tegas, kami ingin mengingatkan dengan penuh kebapaan bahwa setiap orang beriman diundang pada saat ini untuk memurnikan hati nurani mereka dengan Sakramen Tobat, membenamkannya ke dalam Darah Yesus; dan ia dipanggil untuk mendekati Perjamuan Ekaristi dengan iman yang lebih besar, untuk menyantap daging Anak Domba yang tak bernoda yang memberikan kehidupan. Oleh karena itu, misteri Paskah adalah kematian dan kebangkitan bagi setiap orang percaya.” Paskah bukan hanya bagi Kristus tetapi bersama Kristus. Dia wafat dan bangkit, kita yang percaya kepada-Nya juga mengalami hal yang sama.

Kedua, Paus Yohanes Paulus II. Orang kudus ini pernah menulis sebuah Ensiklik berjudul Evangelium Vitae. Berkaitan dengan peristiwa Paskah, beliau menulis: “Inilah kabar baiknya! Yesus yang Bangkit adalah ‘Injil kehidupan’ yang otentik. Ia mengkomunikasikan kehidupan ilahi kepada manusia, martabat seorang anak Allah. Dari para rasul, kita telah menerima kabar baik ini, yang harus kita bawa ‘ke dalam hati setiap pria dan wanita’ dengan menempatkannya ‘dalam lipatan terdalam dari seluruh masyarakat.” Paskah adalah sebuah Evangelium Vitae, sebuah khabar sukacita tentang kehidupan Yesus sang Anak Allah dan kita para pengikut-Nya.

Perkataan kedua orang kudus modern ini membuka wawasan kita tentang kebangkitan Kristus dan memiliki kesiapan bathin untuk bersaksi tentang kebangkitan. Dalam bacaan Injil kita mendengar pengalaman rohani Maria Magdalena. Ketika menyaksikan makam kosong, ia pun bingung, merasa kehilangan semakin mendalam dan mengungkapkannya dengan menangis. Sambil melihat makam kosong itu, tampaklah dua malaikat yang menanyakan mengapa ia menangis di depan kubur Yesus. Maria dengan tidak melihat Yesus sebagai Rabi tetapi sebagai Tuhan. Ia berkata: “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Ketika melihat Yesus yang bangkit, Mariapun tidak mengenal-Nya dan terus menangis. Ia berpikir bahwa Yesus adalah seorang penunggu makam maka ia berkata: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Lihatlah bahwa iman Maria masih bercampur manusiawi dan ilahi. Ia melihat sosok Yesus dengan keilahian dan memanggil-Nya Tuhan, di lain pihak ia tetap melihat Yesus sebagai manusia. Dia belum mengenal dan memahami makna kebangkitan karena Roh Kudus belum turun atasnya.

Tuhan Yesus menyapa Maria dengan namanya sendiri. Di saat itulah ia sadar dan kembali mengenal Yesus sebagai manusia dan menyapa-Nya: ‘Rabuni’ artinya Guruku. Pengenalan ini menyatukan mereka sekaligus menjadikan Maria sebagai misionaris kebangkitan Kristus. Inilah perkataan Yesus yang mengubah hidup Maria Magdalena: “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” (Luk 20:17). Maria menunjukkan sikap misionernya dengan pergi dan mewartakan kebangkitan Kristus: “Aku telah melihat Tuhan!” dan juga bahwa Dia yang mengatakan hal-hal itu kepadanya.

Kita melihat perjalanan iman Paskahnya Maria Magdalena begitu sederhana. Ia menunjukkan cinta manusiawinya kepaa Yesus dengan datang dan mencari tubuh manusiawi Yesus. Dia tidak menemukannya maka dia menangis dan mencarinya. Ini memang kelemahan manusiawi Maria Magdalena yang kelihatan posesif tetapi patut kita ikut. Mengasihi Yesus berarti siap menaggung konsekuensinya. Sama seperti kita, Maria yang pernah melihat Yesus, juga tidak mengenal-Nya secara mendalam. Cara menyapa Yesus masih pada level manusiawi yakni sebagai Rabuni, meksipun di depan malaikat ia menyapa Yesus post paskah sebagai Tuhan. Singkatnya, Maria Magdalena mengajar kita untuk mengenak Yesus sungguh manusia dan sungguh Allah. Ini yang menjadi iman dan kepercayaan kita kepada Yesus.

Para murid seperti Petrus terus mengobarkan hati banyak orang bahwa Yesus sungguh bangkit. Dia bukan sekedar manusia seperti yang mereka pernah lihat, namun Dia benar-benar Tuhan. Petrus berkata: “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis 2:36). Buah pewartaan Petrus ini membuat hati mereka terharu dan membuka diri kepada Kristus. Mereka meminta syarat yang harus mereka penuhi untuk dapat menerima Yesus dalam hidup mereka. Inilah syaratnya: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.” (Kis 2:38-29). Tiga ribu orang yang mendengar pewartaan Petrus menerima Yesus dan siap untuk dibaptis.

Pada hari ini Tuhan memanggil kita untuk melakukan dua hal ini: percaya akan kebangkitan Kristus dan siap untuk mewartakan kebangkitan Kristus kepada orang lain. Kebangkitan adalah Injil kehidupan yang patut kita wartakan kepada semua orang.

P. John Laba, SDB