Homili 7 Juli 2023

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XIIIA
Kej. 23:1-4,19;24:1-8,62-67
Mzm. 106:1-2,3-4a,4b-5
Mat. 9:9-13

Transformasi diri

Ada sebuah pepatah dari Tiongkok yang berbunyi: “Peliharalah pohon hijau di dalam hati Anda dan mungkin burung berkicau akan datang menghinggapinya.” Pepatah Tiongkok yang indah ini sepertinya ingin memberi tahu kita bahwa jikalau kita mampu menciptakan suasana yang baik di dalam hati kita, kita tentu akan mulai menikmati hidup dan menemukan kebahagiaan. Ini adalah sebuah transformasi diri bagi kita semua. Saya lalu teringat pada perkataan seorang penulis berkebangsaan Amerika, Robert Fulghum yang menyatakan bahwa ‘Perdamaian itu bukanlah sesuatu yang Anda harapkan, perdamaian adalah sesuatu yang Anda ciptakan, sesuatu yang Anda miliki, sesuatu yang Anda lakukan, dan sesuatu yang Anda berikan.” Kita semua membutuhkan Tuhan untuk bertransformasi, untuk berubah di dalam hidup kita.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan Lewi, sang pemungut cukai. Tuhan Yesus sudah melakukan panggilan di Danau dan kini Ia memanggil Lewi atau Matius yang dilabeli pemungut cukai. Mengapa para pemungut cukai begitu dibenci oleh orang-orang Yahudi bahkan disamakan levelnya dengan kaum pendosa? Setidaknya ada tiga hal yang membuat para pemungut cukai dibenci oleh orang Yahudi: Pertama, pajak yang ditarik oleh para pemungut cukai untuk pemerintahan Romawi sangat berat dan menyengsarakan. Kedua, para pemungut cukai menarik pajak untuk pemerintah Romawi yang dianggap musuh oleh rakyat Yahudi. Ada pandangan negatif dari orang-orang Yahudi bahwa pemungut cukai adalah antek dari penjajah Romawi. Ketiga, cara yang digunakan oleh para pemungut cukai untuk menarik pajak sangat kejam dan tidak adil, karena itulah para pemungut cukai dikatakan sebagai orang berdosa. Kita bisa membayangkan sesame orang Yahudi saling membenci sementara penjajah Romawi hanya senyum-senyum. Para pemungut cukai adalah kaum professional namun mereka juga adalah manusia yang memiliki kelemahan-kelemahan.

Kisah panggilan Matius sangat unik. Yesus sudah berjalan di sekitar danau Galilea dan kiranya Dia juga seudah melihat Matius di tempat kerjanya. Dia sedang duduk dan bekerja. Yesus melihat potensi besar dari Matius untuk bertransformasi menjadi manusia baru bukan sesuai kehendak manusia tetapi kehendak Tuhan sendiri. Tuhan Yesus memanggilnya: “Ikutlah Aku” dan Matius segera mengikuti Yesus. Reaksi Matius saat dipanggil adalah meninggal pekerjaannya serta segera mengikuti Yesus. Sebagai tanda syukur atas panggilan ini maka Matius menjamu Yesus, para murid-Nya dan rekan-rekan sejawat Matius. Lagi-lagi kaum Farisi bukan melihat kebaikan Yesus yang mentransformasi diri Matius, melainkan hanya melihat bagian luarnya saja. Dalam hal ini Yesus yang dianggap sebagai Rabi duduk dan makan bersama kamu pendosa.

Tuhan Yesus bereaksi kepada kaum Farisi dengan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat 9:12). Di sinilah kita melihat perbedaannya. Tuhan mencari dan menyelamatkan sedangkan manusia hanya mencari titik kelemahan sesama, bersifat legalis dan lainnya. Kita butuh Tuhan untuk mentransformasi diri kita.

Bacaan Kitab Suci ini memanggil kita untuk beberapa hal berikut ini:

Pertama, selalu berusaha untuk berbuat baik kepada sesama kapan dan di mana saja. Perbuatan baik itu merupakan sebuah transformasi diri. Kita berusaha untuk keluar dari diri kita supaya bisa menyapa dan mengalami penderitaan sesama yang lain. Kedua, Pada hari ini kita belajar dari Yesus untuk selalu melihat hal-hal yang terbaik di dalam diri sesama kita. Kebiasaan melihat hal-hal negatif dalam diri sesama, kebiasaan bergosip, membicarakan kehidupan sesama sangatlah tidak manusiawi dan tidak kristiani. Ketiga, kita perlu bertransformasi dalam hidup kita. Kita berubah untuk menjadi lebih baik, dan tentu ini merupakan sebuah panggilan untuk pertobatan pribadi. Keempat, kita perlu memiliki rasa syukur karena Tuhan Yesus juga mencari dan menyelamatkan kita. Dia tidak menghitung-hitung kesalahan kita.

Doa kita pada hari ini: ”Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang.” (Mzm 130:3‭-‬4).

P. John Laba, SDB