Homili 15 November 2023

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXXII
Albertus Agung
Keb. 6:1-11
Mzm. 82:3-4,6-7
Luk. 17:11-19

Tersungkur sambil bersyukur

Hari ini kita mengenang santo Albertus Agung. Beliau adalah seorang ilmuwan besar (Doctor Universalis) yang memperkenalkan fisika Aristotelian yang sudah ditafsirkan para filsuf Yahudi dan Arab. Dia menjadi salah satu Pujangga Gereja. Ia memiliki devosi kepada Tuhan Yesus di dalam Sakramen Mahakudus dan Bunda Maria. Ada dua kutipan inspiratif dari santo Albertus Agung untuk membantu kita mencintai Tuhan Yesus di dalam Sakramen Mahakudus: Pertama, “Kehidupan kekal mengalir dari Sakramen Ekaristi karena Tuhan, dengan segala kemanisan, mencurahkan diri-Nya kepada mereka yang diberkati.” Kutipan kedua, “Semakin besar dan semakin gigih imanmu kepada Tuhan, semakin berlimpah pula Anda akan menerima, semua yang anda minta.” Berkaitan dengan devosi kepada Bunda Maria, menurut legenda, Bunda Maria yang membimbingnya untuk menjadi seorang Dominikan. Maka sosok Bunda Maria dan Yesus Kristus putera Maria sangatlah dekat dan mempengaruhi kehidupan rohani dari Santo Albertus Agung. Boleh dikatakan bahwa sebagai seorang Doctor Universalis, dia juga tersungkur di hadirat Tuhan dan bersyukur kepada-Nya.

Bacaan-bacaan Liturgi kita pada hari ini sangat kaya maknanya bagi pertumbuhan rohani kita. Di dalam bacaan pertama, kita mendengar bahwa Kebijaksanaan mampu menyadarkan para raja dan penguasa untuk sadar diri bahwa kekuasaan mereka itu diberikan oleh Tuhan. Kekuasaan bukan berasal dari diri mereka. Tuhan menitip kekuasaan supaya mereka dapat melayani dan mengabdi kepada kemanusiaan. Kekuasaan adalah jalan menuju kekudusan maka orang harus bijaksana dalam menggunakan kekuasaan untuk mengabdi bukan untuk tujuan yang lain. Santo Paulus pernah berkata: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Gal 5:13-14). Berbicara tentang kemerdekaan, tidak akan terlepas dari kekuasaan yang diberikan kepada pribadi yang dianggap mampu.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang berada dalam perjalanan menuju ke Yerusalem. Dalam perjalanan ini ia menjumpai sepuluh orang kusta. Dari sepuluh orang kusta itu ada sembilan orang Yahudi dan satu orang Samaria. Orang-orang kusta pada zaman dahulu mengalami pengasingan. Mereka tinggal jauh dari orang yang sehat karena ada perasaan takut akan kenajisan dan penularannya yang mematikan orang lain. Orang kusta kalau melakukan perjalanan, mereka harus berpakaian compang camping, memiliki rambut yang tidak terurus dan kalau berjalan di jalan raya mereka harus beteriak bahwa mereka orang kusta. Kali ini mereka bejumpa dengan Yesus. Seperti biasanya mereka berdiri agak jauh dari Yesus dan memohon supaya Yesus mengasihiani mereka. Tentu saja ini adalah sebuah doa. Karena itu Yesus mendengar dan mengatakan kepada mereka bukan langsung disembuhkan di tempat melainkan mereka disuruh pergi dan menunjukkan diri mereka di depan seorang imam bahwa mereka sembuh. Maksudnya adalah supaya mereka dapat menunaikan hak mereka untuk berdoa bersama orang lain karena mereka tidak najis lagi.

Selanjutnya, dalam perjalanan menuju ke imam yang melayani Tuhan, mereka sembuh. Sembilan orang Yahudi yang sembuh tidak kembali untuk bersyukur. Hanya orang samaria, satu-satunya dan tanpa nama kembali kepada Yesus untuk bersyukur. Ia memuliakan Allah dengan suara nyaring, tersungkur, berpasrah kepada Tuhan dan bersyukur. Cara orang Samaria bersyukur ini luar biasa. Sekali lagi Dia tersungkur, mencium kaki Yesus dan berterima kasih. Orang Samaria itu musuh orang Yahudi tetapi masih bisa seperti ini. Benar-benar di luar dugaan. Tuhan Yesus tidak membalasnya dengan berkata ‘terima kasih kembali’ atau ‘sama-sama ya’. Tuhan Yesus justru menjawabi rasa syukurnya itu dengan berkata: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Luk 17:19).

Apakah ada orang katolik atau pengikut Kristus yang serupa dengan orang Samaria ini? Mungkin satu di antara seribu yang seperti ini. Banyak orang yang mudah lupa setelah mendapatkan berkat dari Tuhan. Mungkin anda dan saya juga lebih Yahudi dari pada Samaria. Betapa lemahnya kita. Hanya bisa memohon tetapi lupa bersyukur, apalagi tersungkur. Sama juga dengan para pemerintah atau penguasa. Pada saat kampanye kelihatan religious dan rasanya seperti dia sudah di surga. Setelah diberikan kepercayaan, Tuhan dilupakan, rakyat pun dilupakan. Tidak ada seorang pun yang tersungkur di depan kaki rakyat dan bersyukur karena sudah memilih mereka. Mari kita membuka mata dan mengerti! St. Albertus Agung, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB