Homili 9 Maret 2024

Hari Sabtu, Pekan III Prapaskah
Hos. 6:1-6
Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab
Luk. 18:9-14

BAIT ALLAH DAN TRANFORMASI DIRI

Kita berada di hari Sabtu dalam Pekan III Prapaskah. Kalau kita coba mengingat kembali, pada hari Minggu Prapaskah ke-III, Tuhan Yesus menyucikan Bait Allah (Yoh 2:13-25). Apa yang terjadi pada saat itu? Pada saat itu sudah mendekati Hari Raya Paskah orang Yahudi. Tuhan Yesus berangkat ke Yerusalem dan di sana Ia menyaksikan betapa para pedagang lembu, kambing, domba, merpati dan penukar uang tanpa rasa bersalah menjadikan Bait Allah sebagai tempat untuk berjualan. Dia pun membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Allah. Tuhan Yesus menguduskan Bait Allah yang adalah Tubuh-Nya yang kudus yang akan dikurbankan-Nya bagi keselamatan kita. Maka kita pun belajar untuk menyadari bahwa Tubuh kita adalah tempat bersemayamnya Roh Allah sendiri. Bait Allah telah mempersatukan seluruh bangsa Israel sepanjang zaman, Tuhan Yesus sebagai Bait Allah yang hidup mempersatukan kita semua dan menjadikan kita anak-anak yang ikut memanggil Allah sebagai Abba. Santo Paulus berkata: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”
(Galatia 4:6).

Pada Hari Sabtu ini kita berjumpa lagi dengan Tuhan Yesus di dalam bait Allah. Kali ini Dia tidak membuat cambuk untuk mengusir orang-orang yang mengotori Bait Allah. Dia menggunakan kuasa Sabda-Nya untuk mengoreksi kita yang selalu mengotori diri kita dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Yesus tahu bahwa kita semua sebagai Bait Allah yang hidup masih juga mengotorinya dalam pikiran kita yang jelek dan meremehkan orang lain, melalui kekerasan verbal yang pedan dan tidak enak di telinga sesama kita, dalam perbuatan berupa kekersan fisik dan kelalaian kita dalam hal tanggung jawab untuk kebaikan sesama manusia. Kita menjadi tidak mampu membangun solidaritas dan subsidiaritas dalam kebersamaan kita.

Pikirkanlah kedua orang yang berada di dalam Bait Allah untuk berdoa. Orang pertama adalah seorang Farisi. Ciri khasnya adalah menganggap dirinya paling benar dan sempurna, dan suka menghitung-hitung kebaikan yang sudah dilakukannya. Misalnya: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk 18:11-12). Orang Farisi ini sedang berdoa tetapi isi doanya seperti ini. Sekarang jadikanlah isi doa orang Farisi ini sebagai cermin dan pandanglah dengan saksama. Bukankah anda dan saya juga ada di dalam cermin yang sama? Kita tidak jauh berbeda dengan orang Farisi ini. Betapa rapuh dan lemahnya kita.

Mari kita melihat sosok yang kedua, yakni pemungut cukai. Pemungut cukai adalah orang Yahudi yang bekerja untuk melayani bangsa Romawi. Ketika memungut cukai, ada saja kesempatan untuk mengambil lebih dari yang diminta dan tindakan kotor lainnya. Namun kita juga tidak bisa menutup mata dengan pemungut cukai yang mengalami transformasi diri yang radikal yaitu Lewi alias Matius yang segera mengikuti Yesus dan Zakheus yang berjanji kepada Tuhan Yesus: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” (Luk 19:18). Dan tentu saja pemungut cukai yang kita jumpai hari ini ketika dengan sadar diri dan rendah hati, “dengan berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk 18:13).

Transformasi diri dapat terjadi ketika ada kesadaran yang mendalam bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita adalah orang berdosa, pribadi yang tidak sempurna yang membutuhkan Tuhan untuk menyepurnakan diri kita. Masa prapaskah menjadi kesempatan untuk merasakan kasih setia Tuhan. Dialah yang diwartakan dengan gembira oleh nabi Hosea: “Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.” (Hos 6:1-2). Betapa agung dan hebatnya Tuhan kita.

P. John Laba, SDB