Homili Hari Sabtu Oktaf Paskah – 2024

HARI SABTU DLM OKTAF PASKAH
Hari Sabtu Imam
Kis 4:13-21
Mzm 118:1,14-15,16ab-18.19-21
Mrk 16:9-15

Ketika Tuhan mengoreksi kita

Selamat merayakan hari Sabtu dalam Oktaf Paskah, sekaligus Hari Sabtu bagi para imam. Saya mengawali homily ini dengan mengutip bagian doa bagi para imam yang sangat menyentuh hati saya hari ini: “Allah yang murah hati dan penuh kasih, kami berterima kasih kepada-Mu atas karunia para imam kami. Melalui mereka, kami mengalami kehadiran-Mu dalam pelayanan sakramen-sakramen. Bantulah para imam kami untuk menjadi kuat dalam panggilan mereka. Bakarlah jiwa mereka dengan cinta untuk umat-Mu.” Satu kalimat boleh saya ucapkan kepada saudara sekalian yang mendoakan kami para imam hari ini: “Terima kasih seribu”.

Penggalan doa untuk kami para imam ini, turut menginspirasi kita semua untuk memahami Sabda Tuhan hari ini. Tuhan Yesus selama sepekan terakhir ini memang viral karena “Dia menderita, wafat dan bangkit’. Ini adalah Injil, sebuah warta sukacita bagi kita semua. Sebuah Injil yang memanggil kita semua untuk mewartakannya kepada segala makhluk bahwa Yesus sungguh hidup. Apakah komunitas para rasul dan banyak orang yang mendengar warta sukacita kebangkitan ini serta merta langsung percaya? Ternyata penginjil Markus mengatakan ‘tidak’.

Perhatikanlah narasi di dalam Injil Markus ini. Penginjil Markus sebagai Penginjil tertua memberi kesaksian bahwa Tuhan Yesus bangkit dari antara orang mati. Ia menampakkan diri kepada Maria Magdalena yang begitu mencintai Yesus karena Tuhan Yesus mengusir tujuh setan dari padanya. Maria Magdalena tidak tinggal diam, dia melakukan tugas misionernya dengan mewartakan kebangkitan Kristus di dalam komunitas tetapi mereka tidak percaya karena belum melihat-Nya. Yesus menampakkan diri-Nya kepada dua murid dalam perjalanan ke Emaus di luar kota dan mereka berdua pun memberi kesaksian bahwa Yesus hidup tetapi mereka tidak percaya. Tuhan Yesus lalu menampakkan diri kepada kesebelas murid-Nya pada saat mereka sedang makan besama. Di sinilah Tuhan Yesus mengoreksi mereka karena mereka tidak percaya dan degil hatinya.

Apakah Tuhan Yesus membiarkan para murid-Nya tidak percaya dan tetap degil hatinya? Ternyata Tuhan Yesus memang beda! Dia tidak membiarkan para murid-Nya bertahan sebagai orang yang tidak percaya dan degil hatinya. Dia menginspirasi mereka dengan Roh-Nya supaya mereka berani memberitakan Injil kepada segala makhluk. Semangat misioner ini yang tetap dirasakan di dalam Gereja hingga saat ini. Anda, saya dan kita semua terpanggil untuk mewartakan Injil dengan hidup yang nyata kepada segenap mahkluk.

Para murid seperti Petrus dan Yohanes pernah tidak percaya dan degil hatinya. Namun mereka berubah karena kasih Kristus melalui Roh-Nya. Ketika mereka berada di depan Mahkama Agama Yahudi, mereka tidak merasa takut. Pendidikan mereka memang terbatas tidak seperti para pemuka Agama Yahudi namun kuasa Tuhan melampaui segalanya. Mereka teguh bersaksi tentang nama Yesus. Ini mengherankan pihak Mahkamah Agama Yahudi. Mereka memang dilarang untuk menyebut nama Yesus namun Petrus dan Yohanes tetap bersaksi bahwa hanya dalam nama Yesus ada keselamatan. Kedua murid ini juga berkata: “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” (Kis 4:19-20).

Lalu bagaimana dengan kita saat ini?

Pada hari ini kita semua mendapat warning dari Tuhan. Ketika kita sangat aktif dalam pelayanan terutama dalam lingkup Gereja, bisa jadi kita melupakan Tuhan dan menomorsatukan diri kita. Mengapa? Karena kita sudah merasa terlalu akrab dan intim dengan Tuhan dalam pelayanan misioner Gereja bahkan lintas batas. Kita malah bisa serupa dengan para murid yang tidak percaya dan degil hati padahal setiap hari mereka selalu bersama-sama dengan Yesus. Sebagai contoh: Apakah semua anggota panitia paskah di paroki-paroki, petugas tata laksana sempat mengaku dosa sebelum melayani? Saya meragukan dan berani mengatakan tidak semua. Mengapa karena ada perasaan sudah akrab dengan Tuhan dalam pelayanan. Itu salah dan keliru! Kita orang berdosa dan perlu serta harus membaharui diri kita.

Tentu saja ini juga warning bagi kami para imam yang didoakan pada hari ini. Bisa jadi kami para imam menjadi lupa dengan Tuhan sehingga tidak menyiapkan perayaan Ekaristi dan pelayanan sakramen dengan baik. Semuanya serba mekanik, bergerak sendiri dan seolah-olah kami tidak merayakan misa kudus tetapi membaca TPE saja. Betapa rapuhnya ketika kami hanya bisa membaca TPE tanpa menghayati Ekaristi dengan baik dan benar.

Kita semua baik umat maupun imam berada dalam satu bahtera yang sama maka mari kita wartakan Injil. Mari kita katakan seperti Petrus dan Yohanes: “Hanya dalam nama Yesus ada keselamatan”.

P. John Laba, SDB