Renungan 23 Mei 2012

Rabu Pekan Paskah VII
Kis 20:28-38
Mzm 68:29-30.33-35a.35b-36c
Yoh 17:11b-19
“Supaya mereka menjadi satu”
Pesan-pesan dalam perpisahan dengan pribadi-pribadi tertentu selalu menarik perhatian dan dikenang selamanya. Pesan-pesan itu mungkin sederhana tetapi memiliki daya yang luar biasa bagi setiap pribadi yang mendengarnya. Ketika pesan-pesan itu ditulis dan dibacakan kembali secara turun temurun maka kenangan akan persekutuan dan persaudaraan dengan pribadi tertentu itu tetap ada dan hidup. Kehadiran orang yang berpamitan dengan kata-kata perpisahan itu akan tetap terasa.
Hari ini kita berjumpa kembali dengan dua pribadi yang membantu kita berefleksi.  Mereka adalah Yesus dan Paulus yang sudah berkarya melayani umat manusia. Yesus menghadirkan Kerajaan Allah di daerah Yudea dan Galilea serta wilayah-wilayah disekitarnya. Paulus mengembangkan Kerajaan Allah lewat perjalanan misionernya ke negeri-negeri baru dan membuat banyak orang menjadi percaya. Kini, baik Yesus dan Paulus sama-sama berjalan menuju ke “garis akhir” hidup mereka. Oleh karena itu mereka memberikan pesan-pesan istimewa kepada orang-orang yang dikasihi.
Dalam Perjamuan Malam Terakhir, Yesus mendoakan para muridNya. Ia berdoa, “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu Nama yang telah Engkau berikan kepadaKu supaya mereka menjadi satu sama seperti kita”. Yesus berperan sebagai Imam Agung mendoakan sahabat-sahabatNya supaya Bapa dengan namaNya yang Kudus dapat memelihara dan mempersatukan setiap pribadi yang berbeda. Yesus mendoakan ini secara istimewa karena Ia mengetahui hati setiap pribadi. Para muridNya sendiri memiliki sifat ambisius. Kita ingat Ibunda anak-anak Zebedeus yang meminta kepada Yesus posisi di sebelah kiri dan kananNya dalam Kerajaan Surga (Mt 20:21), atau mereka mempertentangkan siapa yang terbesar di antara mereka (Mrk 9:34). Oleh karena itu Yesus mendoakan supaya setiap muridNya yang berbeda-beda karakternya itu dapat hidup rukun sebagai saudara.
Di samping alasan “ambisi manusiawi” para murid, Yesus juga menghendaki agar semua yang sudah dilakukanNya tetap ada dan hidup. Hal yang dilakukan selama bersama-sama dengan para muridNya adalah: mengajarkan “Nama Bapa” sebagai Allah yang benar yang disapaNya ABBA, memelihara para murid dalam “Nama Bapa”, Menjaga para murid sehingga tidak tersesat atau disesatkan”.  Di samping memohon kepada Bapa untuk mempersatukan para muridNya, Yesus juga memohon supaya Bapa menguduskan mereka dan menjauhkan mereka dari pengaruh dunia.
Doa dan harapan Yesus mirip dengan pengalaman Paulus di Efesus. Kepada para penatua Efesus, Paulus menasihati mereka untuk berlaku sebagai gembala yang baik. Para penatua yang telah dipilih oleh Roh Kudus harus menjaga diri dan menjaga kawanan umat yang Tuhan percayakan kepada mereka. Tentu saja Paulus tahu dengan baik pengaruh-pengaruh jahat yang identik dengan serigala buas, yang dapat menghancurkan jemaat di Efesus. Maka Paulus juga berdoa dan menyerahkan mereka kepada Tuhan: “Aku menyerahkan kamu kepada Tuhan yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu suatu bagian yang telah ditentukan”.
Sabda Tuhan sekali lagi membangunkan kita dari “tidur rohani”. Kadang-kadang kita bersungut-sungut ketika mengalami pergumulan hidup yang tidak menentu, sakit penyakit, musibah silih berganti dan lain sebagainya. Kita lupa bahwa diri kita adalah milik Tuhan dan Ia selalu mengasihi kita. Kita lupa bahwa Tuhan selalu menjaga dan memelihara kita sebagai anak-anak kesayanganNya. Pengalaman dikasihi harus berkembang menjadi pengalaman mengasihi karena dari pengalaman inilah setiap pribadi dapat mewujudkan persekutuan. Bagaimana anda dapat mematikan ambisi hidupmu supaya persekutuan dan persaudaraan sejati dapat ada, bertumbuh dan berkembang?
Paulus memberikan suatu pengalaman iman yang bagus. Ia berhasil membawa banyak orang kepada Kristus. Dalam perpisahan dengan para penatua di Efesus, dia mengingatkan semua perbuatan baik, benih-benih Injil yang ditaburkannya supaya tetap dijaga dan dipelihara. Dengan demikian iman akan Yesus dapat bertumbuh di sana. Tugas dari setiap penginjil adalah menaburkan benih Injil, menjaga dan memeliharanya. Dengan demikian semua orang dapat bersatu dengan Kristus. Banyak kali dalam karya-karya pelayanan kita masih mempertaruhkan gengsi, harga diri, perhitungan “sudah menyumbang sekian” untuk Gereja. Mari kita membenahi diri kita. Kita perlu ingat, bahwa semuanya untuk kemuliaan Tuhan bukan kemuliaan diri kita. Apakah kita berani?
Doa: Tuhan semoga kami mampu membawa banyak orang untuk memuliakan NamaMu. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply