Renungan 23 Maret 2013

Hari Sabtu, Prapaskah V

Yeh 37:21-28
Mzm 31:10.11-12ab.13
Yoh 11:45-46
Belas kasih Allah tiada batasnya
Salah satu kegiatan marathon para imam menjelang hari raya paskah adalah melayani sakramen tobat. Umat katolik mendekati sakramen keempat ini dengan satu harapan bahwa mereka dapat merayakan hari raya paskah dengan hati yang baru, dengan hidup yang baru. Ada umat katolik yang mengaku dosa dengan sungguh-sungguh, mereka mengungkapkan rasa malu di hadapan Tuhan karena perbuatan dosa dan salah sekaligus berjanji untuk tidak berbuat dosa lagi. Hal yang kiranya menjadi pemikiran kita bersama adalah, apakah orang menyadari makna sakramen tobat? Atau mungkin saja orang mengaku dosa karena memang hanya menyebut dosa di hadapan imam dan selesai? Sebenarnya ketika mengakui dosa-dosa kita melalui sakramen keempat, kita bukan hanya mengalami pengampunan yang berlimpah dari Tuhan, tetapi kita juga mengalami belas kasih Tuhan yang tiada batasnya. Kasih dan kerahiman Tuhan selalu baru, hari demi hari.
Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama hari ini mengajak kita untuk merasakan belas kasih Allah yang tiada batasnya. Kepada umat Israel yang masih berada di Babel, Tuhan melalui Yehezkiel berkata: “Sungguh, Aku akan menjemput orang Israel dari tengah bangsa-bangsa, kemana mereka pergi, Aku akan mengumpulkan mereka ke segala penjuru dan akan membawa mereka ke tanah mereka. Aku akan menjadikan mereka satu bangsa di tanah mereka, satu raja akan memerintah mereka. Mereka tidak lagi menajiskan dirinya dengan berhala-berhala atau dewa-dewa mereka yang menjijikan atau segala penyelewengan dengan mana mereka telah berbuat dosa. Aku akan mentahirkan mereka sehingga mereka akan menjadi umatKu dan Aku menjadi Allah mereka”. 
Di sini kita melihat bagaimana Yehezkiel menggambarkan dimensi-dimensi pokok umat terpilih: Tuhan sendiri yang akan mengumpulkan umatNya menjadi satu dari berbagai penjuru (dimensi geografis) dan mereka akan menjadi satu bangsa yang dipimpin oleh seorang raja (dimensi sosiologis). Mereka juga tidak akan menajiskan diri dengan menyembah berhala (dimensi teologis). Pertobatan yang mereka bangun membuat mereka setia kepada Allah (dimensi etis) dengan demikian mereka menjadi tanda kehadiran Allah di antara bangsa-bangsa (dimensi misionaris). Apa artinya semua dimensi ini? Umat Israel bernilai di mata Tuhan meskipun mereka lemah dan jatuh dalam dosa. bagi Yehezkiel, Tuhan adalah pusat kehidupan umat terpilih. Ia tetap memperhatikan dan mau menyelamatkan mereka sebagai kekasihNya. Belas kasihNya pun dicurahkan bagi mereka. Satu hal yang dituntut Tuhan adalah ketaatan mereka kepada kehendakNya.
Sikap Allah  ini sangat positif. Ia tidak memperhitungkan dosa dan salah yang sudah dibuat oleh umatNya dari Samaria sehingga di buang ke Asiria atau Yudea yang dibuang ke Babel. Ia berusaha melupakan dosa dan salah mereka dan mau menjadikan kedua kerajaan ini menjadi satu saja dan Tuhan menjadi satu-satunya raja mereka. Tepat sekali Refrain Mazmur hari ini: “Tuhan Allah menjaga kita seperti gembala menjaga kawanan dombanya”. Tuhan selalu menjadi gembala yang baik yang memimpin dan menggembalakan umat kesayanganNya.
Penginjil Yohanes dalam bacaan Injil menggambarkan belas kasih Tuhan Yesus yang tiada batasnya bagi Lazarus sahabatNya. Lazarus sudah meninggal dunia tetapi Tuhan Yesus membangkitkannya. Kebangkitan Lazarus ini menjadi prototipe kebangkitan Yesus dari alam maut. Banyak orang percaya pada kuasa Yesus dengan menyaksikan kebangkitan Lazarus. Namun tantangan yang dihadapi adalah para lawan Yesus yakni kaum Farisi tidak melihat perbuatan baik yang dilakukan Yesus tetapi berusaha untuk menyingkirkan Yesus dari kehidupanNya. Ketakutan orang-orang Farisi adalah ketika semakin banyak orang percaya pada Yesus maka hidup dan posis mereka juga terancam. Orang-orang Romawi akan datang dan merampas tempat-tempat suci mereka. Kayafas sang imam besar berpendapat bahwa lebih baik bagi bangsanya jika ada satu orang mati dari pada seluruh bangsa menjadi binasa. Perkataan Kayafas ini mendorong kaum farisi dan para pemimpin untuk mencari kesempatan membunuh Yesus.
Melalui perkataan Kayafas, kita dapat mengerti maksud dan rencana Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia. Tuhan Allah Bapa mau mempersatukan semua orang dalam Kristus PuteraNya. Bagaimana mempersatukannya? Dengan mengorbankan Putera TunggalNya Yesus Kristus di salib. Yesus sendiri bersabda: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia sehingga Ia berani mengorbankan PuteraNya yang tunggal, sehingga setiap orang yang percaya kepadaNya akan beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16). 
Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk melihat Tuhan sebagai Bapa yang mahabaik, Bapa yang penuh kasih. Dia tidak memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi melihat iman dan kepatuhan kita kepadaNya. Itu sebabnya Ia mau berlaku sebagai gembala yang baik yang membimbing kita menjadi satu umat terpilih, umat yang kudus karena memiliki Tuhan sebagai raja. 
Di samping itu, kita dingatkan lagi oleh Tuhan melalui SabdaNya untuk mengubah cara pandang kita dari cara pandang negatif menjadi selalu positif terhadap sesama. Orang-orang Farisi melihat Yesus berbuat baik tetapi cara pandang mereka terhadapNya negatif. Mereka justru merasa posisi terancam dalam masyarakat sosial saat itu. Dengan demikian mereka mau mengorbankan Yesus yang tidak bersalah. Banyak kali kita juga bersikap Farisi, terutama saat kita membenarkan diri dengan mengorbankan sesama supaya mereka menderita. Ketika kita sadar dan tertawa di atas pederitaan orang lain. Ingat: “Buanglah dari padamu segala durhaka yang kamu buat terhadap Aku, dan  perbaharuilah hati serta rohmu”
Doa: Tuhan, semoga kami menyadari dan bersyukur atas belas kasihMu kepada kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply