Homili 20 Mei 2014

Hari Selasa Pekan Paskah V
Kis 14:19-28
Mzm 145:10-11.12-13ab,21
Yoh 14:27-31a

Misionaris Pembawa Damai

Fr. JohnKisah perjalanan misioner Paulus dan Barnabas berlanjut. Mereka menghadirkan Kristus melalui pewartaan Sabda dan menyembuhkan orang sakit. Setelah orang yang beriman disembuhkan dalam nama Yesus, orang-orang Listra berpikir bahwa Paulus dan Barnabas adalah penjelmaan dari para dewa. Paulus dianggap sebagai dewa Hermes sedangkan Barnabas dianggap sebagai dewa Zeus. Para imam pun membawa persembahan berupa hewan untuk menjadi kurban bakaran kepada mereka. Tetapi Paulus dan Barnabas mengoyakan pakaian mereka dan mengatakan dengan jujur bahwa mereka berdua hanyalah manusia biasa. Tuhanlah yang melakukan penyembuhan terhadap si lumpuh. Perbuatan baik dari Tuhan melalui Paulus dan Barnabas mendapat tanggapan negatif dari orang-orang Yahudi. Mereka tidak percaya kepada Paulus dan Barnabas meskipun ada juga orang lain yang berusaha mempersembahkan korban kepada mereka.

Pada hari ini kita mendengar reaksi negatif dari orang-orang Yahudi terhadap Paulus dan Barnabas. Orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium membujuk banyak orang agar memihak mereka supaya melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya ke luar kota. Mereka pun menyangka bahwa Paulus sudah meninggal dunia, tetapi ternyata ia masih hidup. Ia lalu masuk ke dalam kota dan bersama Barnabas mereka ke Derbe. Di kota Derbe Paulus dan Barnabas tekun mewartakan Injil. Banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Paulus dan Barnabas menguatkan hati para murid dan menasihati mereka supaya tetap tekun dalam iman dan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah mereka harus mengaami banyak penderitaan. Tentu saja nasihat-nasihat dari Paulus dan Barnabas berdasarkan pengalaman hidup mereka yang nyata.

Di samping menguatkan jemaat dengan kesaksian hidup yang nyata, Paulus dan Barnabas juga menyiapkan pemimpin-pemimpin jemaat setempat. Mereka ini disebut penatua. Paulus dan Barnabas membuat discernment untuk menetukan kelayakan para penatua. Doa, puasa dan pantang dilakukan supaya bisa mendapat pilihan yang tepat. Para penatua itu ditetapkan untuk mendampingi umat dan berjalan bersama kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhanlah yang akan menolong.

Paulus dan Barnabas tetap tegar melakukan perjalan misionernya meskipun ada banyak penderitaan yang mereka alami. Daerah Pisidia, Pamfilia, Perga dan Atalia. Dari Atalia mereka menuju ke Antiokhia. Antiokhia adalah tempat di mana mereka diserahkan kepada Tuhan untuk melakukan pekerjaan misioner. Mereka berhasil mewartakan sabda Tuhan meskipun melalui banyak penderitaan. Ada banyak kesempatan bagi mereka berdua untuk membagi pengalaman misionernya.

Kisah perjalanan misioner Paulus dan Barnabas berhasil. Semuanya ini bukan karena kuat dan hebatnya mereka, tetapi bahwa janji Tuhan untuk mendampingi mereka itu sungguh-sungguh terlaksana. Mereka mewartakan sabda Tuhan dan hidup Tuhan Yesus sendiri mereka alami. Misalnya pengalaman mereka ditolak, dianiaya di Listra. Tuhan Yesus memanggul salib ke luar kota. Paulus diseret ke luar kota dan dilempari dengan batu. Jadi tidak cukup mewartakan sabda tetapi sambil mewartakan sabda mereka juga menghayati hidup Yesus sendiri dalam pengalaman penderitaan. Mereka juga menjadi misionaris yang tekun dan berhasil. Kemampuan berbagi, berbela rasa juga dimiliki oleh Paulus dan Barnabas.

Gereja yang masih berziarah di bumi ini mengalami banyak penderitaan. Usaha untuk mewartakan sabda Tuhan di tempat-tempat tertentu sangatlah sulit. Ada orang yang tidak bisa menerimanya, ada juga situasi yang sulit sehingga tidak memungkinkan pewartaan Sabda. Di tempat-tempat tertentu ijin untuk membangun rumah ibadat, diskriminasi politik terhadap warga negara, larangan untuk menggunakan nama “Allah” dan lain sebagainya. Semua ini adalah konstruksi pikiran manusia yang bisa memisahkan pribadi yang satu dengan yang lainnya. Ini tentu bukan kehendak Tuhan tetapi kesombongan manusiawi. Apakah semangat Paulus dan Barnabas bisa tetap menjadi api yang membakar semangat misioner Gereja?

Terhadap perlakuan-perlakuan diskriminatif di dalam masyarakat, Gereja diminta untuk tetap bertahan dalam penderitaannya. Yesus menjanjikan upah yang besar di Surga bagi jemaat yang tekun dan bertahan dalam penderitaan karena nama Yesus. Bahkan Yesus tetap mendorong supaya Gereja bersifat misioner hingga akhir zaman. Dalam amanat perpisahanNya, Yesus mengingatkan para muridNya untuk menjadi misionaris pembawa damai. Yesus berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh 14:27). Damai itu adalah titipan dari Tuhan bukan buatan manusia. Damai titipan Tuhan itu istimewa oleh karena itu tugas kita adalah membawanya kepada sesama. Yesus berkata: “Berbahagialah mereka yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat 5:9).

Di samping menitip pesan damai kepada para muridNya, Yesus juga mengingatkan para muridNya untuk mewujudkan hidupnya dengan kasih yang tiada batasnya. Yesus sendiri akan pergi maka sebelumnya Ia sudah mengingatkan para murid. Ini adalah tanda kasih dan ketaatanNya kepada Bapa. Yesus sebagai Putera mengasihi Bapa dan Bapa mengasihiNya sebagai Putera dalam Roh Kudus.

Pada hari ini kita semua dikuatkan untuk menghayati hidup misionaris di dalam dunia modern. Kita dipanggil oleh Tuhan untuk mewartakan kasih dan kebaik Tuhan, damai sejahteraNya kepada semua orang. Betapa indahnya dunia ini kalau damai Tuhan melingkupinya. Betapa bermaknanya hidup kita karena Tuhan menyertai kita hingga akhir zaman.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mampu membawa damai kepada sesama kami sehingga dengan demikian kami juga bisa menjadi anak-anakMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply