Homili 18 Juni 2014

Hari Rabu Pekan Biasa XI
2Raj. 2:1,6-14
Mzm. 31:20,21,24
Mat. 6:1-6,16-18

Persahabatan Yang Menguduskan

Fr. JohnAda dua orang muda. Mereka bersahabat sejak kecil. Pada suatu kesempatan salah satu di antara mereka akan melakukan perjalanan yang jauh untuk melanjutkan studinya. Perpisahan ini memang sangat menyedihkan karena masing-masing mereka merasa kehilangan satu sama lain. Pada malam terakhir sebelum berpisah, mereka makan bersama. Setelah makan bersama dan berbicara satu sama lain, mereka saling tukar menukar kado perpisahan. Salah satunya menghadiakan selembar sapu tangan berwarna putih dan berpesan, “Semoga sapu tangan ini menjadi kenangan yang terindah dalam persahabatan ini.” Orang muda yang satunya menghadiakan sepasang kaos kaki berwarna hitam. Ia berpesan, “Setiap kali mengenakan kaos kaki, ingat bahwa ada yang cocok denganmu.” Mereka akhirnya berpisah, dan saling merasa kehilangan satu sama lain.

Persahabatan selalu memiliki makna yang mendalam. Tuhan Yesus sendiri dalam amanat perpisahannya Ia menyebut para muridNya sebagai sahabat bukan lagi hamba (Yoh 15:14-15). Sebagai sahabat Ia melayani dan mengasihi mereka sampai tuntas. Artinya sebagai sahabat yang baik, Yesus menunjukkan kasihNya sampai tuntas. Ia juga mengharapkan supaya para muridNya juga saling mengasihi. Hal ini sejalan dengan perintah baru dari Yesus. Ia juga menjanjikan Paracletos yang akan menyertai GerejaNya. Ia tidak hanya berbicara tentang mengasihi tetapi Ia sungguh-sungguh mengasihi manusia.

Pada hari ini kita mendengar dari bacaan pertama akhir kisah persahabatan nabi Elia dan Elisa. Kita sudah mendengar pertemuan pertama keduanya ketika Elisa sedang bekerja sebagai petani di sawah dan secara mendadak didatangi nabi Elia dan memberi mantelnya kepada Elisa (1Raj 19:19-20). Elisa bin Safat tidak mengerti pemberian itu tetapi Elia mendesaknya untuk mengikutinya. Elisa meminta kepada nabi Elia untuk kembali ke rumahnya untuk mencium orang tuanya sekaligus berpamitan dengan mereka. Ia mengadakan upacara perpisahan dengan menyembeli sepasang lembu jantan muda. Setelah itu ia mengikuti nabi Elia dan nantinya juga akan menjadi utusan Tuhan.

Akhir persahabatan Elia dan Elisa adalah pada saat-saat terakhir sebelum Elia naik ke surga. Ketika itu mereka sedang berjalan dari Gilgal. Tuhan meminta Elia untuk pergi ke Betel dan ditemani oleh Elisa. Dari Betel mereka pergi ke Yerikho dengan menyeberangi sungai Yordan. Elia memukul air sungai Yordan dengan mantelnya sehingga terbelalah sungai itu dan lewatlah mereka berdua. Ketika itu Elia mau menunjukkan kemurahan hatinya kepada Elisa. Ia meminta kepada Elisa untuk meminta apa saja yang ia butuhkan. Elisa menjawab: “Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.” (2Raj 2:9). Elia mengatakan kepadanya bahwa ia meminta sesuatu yang sulit (2Raj 2:10). Namun demikian Elisa akan mendapatkan kebutuhan yang dimintanya dari Tuhan karena ia telah setia mengikuti Elia dan tinggal bersamanya. Apa saja yang Tuhan mau berikan akan diterimanya dengan lapang dada. Sambil mereka berjalan, datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai (2Raj 2: 11). Elisa merasa sedih dengan perpisahan ini namun semuanya ini karena kehendak Tuhan.

Kisah persahabatan ini sangat menarik, sebuah kisah persahabatan untuk saling menguduskan satu sama lain. Dengan hanya mengalami Elia memberikan mantel kepadanya, Elisa menunjukkan kesetiaannya untuk mengikuti dan belajar sebagai seorang utusan Tuhan Allah. Nah, Allah yang hidup selamanya memberi hidup kepada manusia. Ia menganugerahkan hidup istimewa kepada Elia dan hidupnya jauh dari kelemahan manusiawi. Itu sebabnya Allah sendiri tidak mau membiarkannya mati. Pengalaman Elia ini kiranya mirip dengan Musa. Sahabat Allah yang satu ini juga unik karena kuburnya tidak diketahui sama sekali (Ul 34:6). Musa dan Elia ini bersatu dengan Yesus ketika Yesus menampakan kemuliaanNya di atas gunung. Hilangnya Elia dari pandangan banyak orang mempengaruhi alam pikir orang Yahudi sehingga mereka percaya bahwa sebelum Mesias datang, Elia akan datang lebih dahulu untuk menyiapkan kedatangannya (Sir 48:1; Mal 3:32). Memang Elia hadir di dalam diri Yohanes Pembaptis yang menyiapkan kedatangan Yesus (Mat 11:13-14).

Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menunjukkan tiga hal yang utama yang harus dilakukan oleh seorang Yahudi supaya memiliki relasi persahabatan yang baik dengan Tuhan dan sesama. Ketiga hal itu adalah doa, puasa dan sedekah atau karya amal kasih. Orang-orang Yahudi menjadikan ketiganya sebagai pilar bagi kekudusan, tiga kunci kesalehan mereka karena dari sanalah muncul kebaikan-kebaikan dalam hidupnya. Nah, Yesus mengangkat ketiga hal ini juga untuk membantu kita bertumbuh dalam suatu relasi persahabatan yang baik dengan Tuhan dan sesama. Tuhan mengingatkan para murid supaya jangan hanya mencari kemuliaan diri pribadi, mencari nama atau pujian dari orang lain. Kesalehan pribadi yang benar itu melebihi perasaan baik dan nyaman atau orang melihat dan menganggap diri kita suci. Kesalehan yang benar adalah cinta kasih penuh devosi kepada Allah. Ini merupakan sikap patuh, setia, penuh penyembahan kepada Allah.

Tuhan mengingatkan kita untuk tidak sombong kalau berbuat baik: “Janganlah kamu melakukan kewajiban agamamu di depan mata orang. Jika kamu berbuat demikian, maka kamu tidak akan mendapat sesuatu dari Bapamu yang ada di surga.” (Mat 6:1). Perbuatan baik itu tersembunyi, hanya Tuhan yang tahu hidup dan karya kita. Nah, banyak kali kita mudah menceritakan bala bantuan yang kita berikan atau membandingkan berapa yang sudah kita beri atau sumbang kepada sesama. Kita hanyalah distributor atau administrator kasih Tuhan bagi sesama. Buanglah segala sikap munafik di dalam hidupmu. Itu tidak berguna dalam membangun relasi persahabatan dengan Tuhan dan sesama.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh dalam persahabatan dengan PutraMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply