Homili 15 Juli 2014

St. Bonaventura
Hari Selasa. Pekan Biasa XV
Yes 7:1-9
Mzm 48:2-3a.3b-4.5-6.7-8
Mat 11:20-24

Teguhkanlah hatimu, Percayalah kepada Tuhan!

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Peringatan St. Bonaventura. Ia dilahirkan sekitar tahun 1218 di Bagnoreggio, Italia Tengah. Ketika masih kecil ia mengalami sakit keras. Ibunya menggendong dan mempertemukannya dengan St. Fransiskus dari Asisi. Ketika melihat anak itu, Fransiskus berkata: “O Bonaventura”, yang artinya: “Betapa baik kejadian ini”. Perkataan Fransiskus menjadi nama anak ini. Ketika beranjak dewasa ia masuk Ordo Saudara-saudara Dina Fransiskan. Ia dikirim ke Paris untuk belajar filsafat dan teologi di Universitas Paris. Baginya, belajar berarti berdoa sehingga terus menerus merenung. Kalau orang bertanya darimana ia mendapatkan kepandaiannya, ia menunjuk salib Yesus: “Dari Dia! Saya mempelajari Yesus yang disalibkan”. Bonaventura terus memelihara kesegaran otaknya dan kesehatannya, agar dapat dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh demi mengabdi kepada pengetahuan suci.

Setelah ditabhiskan menjadi imam, Bonaventura menjadi mahaguru teologi di seluruh Universitas Paris; ia juga ditugaskan mengajar saudara-saudara seordo. Ketika berusia 35 tahun, ia diangkat menjadi pemimpin tertinggi ordo Fransiskan. Ketika berusia 52 tahun ia diangkat menjadi Kardinal. Tatkala sedang asyik mencuci piring, tiba-tiba utusan Paus membawa kepadanya lambang-lambang kekardinalan, Bonaventura mencuci terus. Topi kardinalnya digantungkan pada dahan pohon.

Pada tahun 1274, ia bersama dengan kawan kelasnya Santo Thomas Aquinas, menghadiri Konsili Lyon. Konsili ini dalam jangka waktu pendek berhasil menyatukan kembali Gereja Yunani dan Gereja Latin. Usaha keras Bonaventura mulai membawa hasil ketika ia sekonyong-konyong jatuh sakit. Bonaventura meninggal dunia pada tahun 1274 ketika menghadiri Konsili Lyon. Ia dikenal sangat berjasa dalam usaha mempersatukan kembali Gereja Orthodoks Yunani dengan Gereja Latin Roma.

Beberapa ungkapan yang menjadi pedoman hidupnya: “Ketakutan akan Allah merintangi seseorang untuk menyukai hal-hal yang fana, yang mengandung benih-benih dosa”. “Kesombongan biasanya menggilakan manusia, karena ia diajar untuk meremehkan apa yang sangat berharga seperti rahmat dan keselamatan, dan menjunjung tinggi apa yang seharusnya di cela seperti kesia-siaan dan keserahakan.”

Perkataan St. Bonaventura ini sangat inspiratif untuk memahami Sabda Tuhan pada hari ini. Nabi Yesaya mengisahkan nasib raja Ahaz di Yehuda yang sedang diancam oleh Rezin raja Aram dan Pekah bin Remalya raja Israel di Samaria. Ancaman yang diberikan kedua raja ini ternyata tidak mampu mengalahkan Ahaz meskipun sempat menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Ketakutan itu ibarat: “Pohon-pohon hutan bergoyang ditiup angin.” (Yes 7: 2). Dalam situasi yang menakutkan ini Tuhan menyuruh nabi Yesaya untuk pergi dan menemui raja Ahas untuk menghiburnya supaya tidak boleh merasa takut dengan ancaman dari luar Yehuda. Yesaya berkata kepada Ahas: “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya.” (Yes 7:4). Tuhan melindungi Yehuda dari serangan raja Aram dan Israel.

Kisah ini menakjubkan karena menggambarkan kehidupan orang beriman. Setiap orang memiliki pergumulan hidup berupa masalah-masalah yang datang silih berganti. Untuk menyikapi situasi ini, orang harus mengandalkan imannya di hadirat Tuhan. Artinya dalam keadaan apa pun orang tidak perlu memiliki ketakutan yang berlebihan. Seharusnya orang mengandalkan imannya kepada Tuhan atau dengan mengandalkan Pribadi Tuhan sendiri di dalam hidup maka persoalan hidup apa pun dapat diatasi. Mengapa demikian? Karena Tuhan selalu memperhatikan umatNya. Ia memberikan penghiburan dan peneguhan kepada umatNya yang mengalami ketakutan dan berbagai persoalan hidup. Ketakutan tidaklah mencerminkan hidup manusia yang beriman sebaliknya memiliki harapan merupakan kunci untuk terbuka dan mengasihi Allah.

Di dalam bacaan Injil kita tentu merasa kaget karena Yesus mengecam kota Khorazim, Betsaida dan Kapernaun. Kota-kota ini merupakan locus di mana Yesus menghadirkan Kerajaan Allah melalui kata dan tindakan. Namun demikian orang-orang tidak di kota-kota ini tidak percaya kepada Yesus. Mereka tidak bertobat. Mereka menolak keselamatan yang diwartakan Yesus. Kecaman Yesus ini kiranya mirip dengan kecaman para nabi terhadap kota-kota yang dianggap kafir seperti Tirus dan Sidon (Am 1:9-10; Yes 23; Yeh 26-28) dan kecaman melawan Yerusalem (Yes 29:1; Yeh 24:6.9). Namun bagi Yesus kota-kota ini telah bergeser arahnya kepada pertobatan sehingga mereka juga bisa di selamatkan (Mat 15:21).

Yesus barusan melayani orang-orang di bagian utara danau Galilea yang dihuni oleh banyak orang Yahudi. Di daerah yang berdekatan dengan Khorazim terdapat kota Tiberias, Magdala dan Sefforis dihuni oleh kaum kafir. Kota Khorazim dan Betsaida diperlawankan dengan Tirus dan Sidon, dua daerah penting di Fenisia yang dalam dunia perjanjian lama sudah dikategorikan sebagai daerah kaum pemberontak. Kapernaum diperlawankan dengan Sodom, kota yang dianggap paling jahat dalam Kitab Suci. Yesus mengecamnya dengan keras karena ini menjadi kampung halamannya juga. Di sini terdapat rumah St. Petrus yang menjadi markas untuk kerasulanNya. Kecaman-kecaman ini membantu kita berusaha untuk setia kepadaNya.

Sabda Tuhan pada hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa status quo atua rasa bangga menjadi orang kristen belumlah saja belum cukup. Kita harus menunjukkan dengan keterbukaan hati, iman dan kepercayaan kepada Yesus Kristus. Kita harus benar-benar bertobat dan hidup sesuai dengan rencana Allah.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk memiliki iman yang kuat manakala ada bahaya yang mengancam hidup kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply