Homili 7 Oktober 2014

Hari Selasa, Pekan Biasa XXVII
Gal 1:13-24
Mzm 139:1-3.13-14ab.14c-15
Luk 10:38-42

Aku tidak berdusta mewartakan Injil

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati Bunda Maria Ratu Rosario. Dalam sejarah Gereja, terdapat banyak peristiwa yang menunjukkan betapa Bunda Maria ikut terlibat dalam kehidupan gereja terutama di saat-saat yang sulit. Dengan demikian para gembala khususnya Bapa Suci mendorong Gereja untuk berdevosi kepada Bunda Maria dengan berdoa rosario. Salah satu peristiwa yang selalu dikenang dan menjadi dasar perayaan Bunda Maria Ratu Rosario 7 Oktober ini adalah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran melawan pasukan Islam Turki. Ketika itu Paus Pius V menyerukan agar seluruh umat katolik berdoa rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja. Doa itu dikabulkan Tuhan melalui Bunda Maria sehingga pasukan Kristen pimpinanan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571.Paus Pius V(1566-1572) menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari peringatan Santa Maria Ratu Rosario hingga sekarang. Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan perayaan ini sebagai perayaan liturgi Gereja. Paus Leo XIII (1878-1903) menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai Bulan Rosario. Bunda Maria sendiri meminta agar gereja mendoakan Rosario dalam penampakannya di Lordes (1858) di Fatima )1917), Beauraing (1932-1933) dan berbagai penampakan Bunda Maria di tempat-tempat lainnya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk setia kepada Kristus seperti Bunda Maria. Di dalam bacaan pertama, St. Paulus membagi pengalaman pribadinya dengan jemaat di Galatia. Ia belajar dari pengalaman masa lalunya yang gelap, penuh dosa karena kehendak untuk menganiaya para murid Kristus, hingga akhirnya ia “ditangkap” Kristus. Ia berniat tidak berdusta dalam mewartakan Injil sebagai khabar sukacita Tuhan bagi sesama.

Mula-mula Paulus yakin dengan kemampuan manusiawinya. Ia merasa lebih hebat dibandingkan teman-teman sebangsanya karena ia setia kepada adat istiadat Yahudi. Karena kesombongan manusiawinya ini maka ia pun berusaha melawan Tuhan dengan menganiaya dan berniat membasmi para pengikut Kristus. Ia berubah ketika Tuhan memilih dia menjadi muridNya. Tuhan menyadarkannya bahwa ia sudah dipilih dan ditetapkann sejak ia masih berada di dalam kandungan ibunya. Dengan kasih karunia dari Tuhan maka ia menjadi rasul bagi bangsa-bangsa. Dengan tegas ia berkata: “Apa yang kutulis kepadamu ini benar, aku tidak berdusta.”

Pengalaman Paulus merupakan sebuah pengalaman inspiratif bagi pertobatan banyak orang. Ia merasakan kepuasaan istimewa ketika memikili niat untuk menganiaya dan membenci para pengikut Tuhan. Tetapi Tuhan bekerja di dalam dirinya dan hidupnya berhasil diubah oleh Tuhan sendiri. Banyak orang mengalami hal yang sama. Mereka juga pernah hidup dalam dosa tetapi Tuhan turut bekerja untuk memulihkan orang itu sehingga bisa kembali kepada Tuhan. Tetapi ketika orang menutup dirinya maka ia tidak akan berubah. Ia akan tetap berpikir bahwa perbuatan salah dan dosa itu adalah hal yang biasa. Orang-orang seperti ini mengalami kematian hati nurani. Mereka menjadi gila hormat, gila kuasa dan gila harta.

Orang yang terbuka kepada Tuhan akan tunduk kepadanya seperti Bunda Maria. Ketika menerima khabar dari malaikat Tuhan, ia mengatakan terus terang dirinya sebagai hamba Tuhan. Hamba yang siap untuk melakukan perkataan atau Sabda Tuhan. Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah dua bersaudara yakni Martha dan Maria. Martha artinya sang pemilik rumah. Wajarlah kalau sebagai pemilik rumah atau ibu rumah tangga maka ia pasti sibuk melayani Tuhan yang sedang berkunjung ke rumahnya. Lain halnya dengan Maria yang berarti pribadi yang kasihnya seperti samudra raya. Ia duduk dengan tenang dan mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Tuhan. Maria saudara Martha dan Lazarus mirip dengan Bunda Maria, ibu Yesus yang setia kepada Sabda Tuhan.

Di dalam hidup setiap hari kita butuh kesempatan untuk hening dan bersatu dengan Tuhan. Keheningan yang kita isi dengan berdoa atau dengan mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Tuhan Yesus sendiri selalu mencari kesempatan untuk hening bahkan semalam-malaman berada di hadirat Bapa dalam doa. Keheningan dan sikap sebagai abdi yang mendengar perkataan Tuhan dinilai Tuhan sebagai pilihan terbaik. Ini adalah sebuah kontemplasi di hadirat Tuhan. Tentu bukan berarti melayani itu tidak baik. Melayani juga baik adanya karena menunjukkan kasih kepada Tuhan dan sesama. Tetapi Tuhan menghendaki supaya ada kesempatan untuk bersatu denganNya.

Banyak kali kita juga membenarkan diri dengan seribu satu kegiatan sehingga lupa berdoa dan mengucap syukur. Banyak umat yang tidak ke gereja karena masih sibuk dengan pekerjaan. Banyak imam dan biarawan biarawati membenarkan dirinya untuk tidak berdoa, bermeditasi dan berekaristi bersama karena masih sibuk dengan kerasulan. Padahal kerasulan itu berhasil kalau ada doa. Para anggota kelompok kategorial atau teritorial selalu mengatasnamakan “pelayanan” sampai lupa berdoa dan mengucap syukur. Pelayanan itu bisa juga menjadi kesempatan orang menunjukkan kesombongan rohani kalau tidak disertai doa dan mendengar sabda. Tuhan Yesus saja merasul tetapi tetap berdoa juga. Kita saat ini lebih banyak merasul di mana-mana dan lupa berdoa.

Pada hari ini kita mempunyai Bunda Maria, hamba Tuhan yang melakukan setiap perkataan Tuhan. Kita juga memiliki St. Paulus yang tidak berdusta dalam mewartakan sabda. Ia setia kepada Injil dan mewartakannya dengan sukacita. Mari kita mengikuti teladannya.

Doa: Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply