Homili 20 Mei 2015

Hari Rabu, Pekan Paskah VII
Kis. 20:28-38
Mzm. 68:29-30,33-35a,35b-36c
Yoh. 17:11b-19

Sebuah Perpisahan yang bermakna

Fr. JohnPerpisahan yang bermakna. Kalimat ini kiranya tepat untuk menjelaskan dua kisah perpisahan dalam bacaan-bacaan liturgi pada hari ini. Di bacaan pertama, Lukas mengisahkan kenangan perpisahan Paulus dan jemaat di Efesus. Yohanes dalam Injil mengisahkan doa perpisahan dari Yesus Kristus sang Imam Agung dengan para murid-Nya.

St. Paulus melanjutkan wejangan perpisahannya. Ia mengatakan bahwa selama mewartakan Injil dan menggembalakan mereka sebagai kawanan domba, ia telah melakukannya dengan baik. Ia tidak lalai dalam memberitakan maksud Allah kepada jemaat di Efesus. Dengan berpedoman pada sikap hidupnya ini maka Paulus menghimbau jemaat di Efesus untuk menjaga diri, baik para penatua maupun jemaat. Para penatua menurut Paulus adalah orang-orang yang ditetapkan oleh Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri (Kis 20:28).

Mengapa Paulus memberi himbauan seperti ini kepada jemaat di Efesus? Karena ia yakin bahwa setelah kepergiaannya, komunitas baru ini akan mendapat banyak halangan atau kesulitan dari luar. Paulus mengistilakan musuh-musuh jemaat dengan simbol “serigala-serigala yang ganas” yang masuk ke tengah-tengah kawanan dan tidak menyayangkan kawanan. Bahkan menurut Paulus di dalam jemaat sendiri akan muncul nabi-nabi palsu dengan ajaran palsu yang menyesatkan jemaat. Terhadap situasi ini, diharapkan supaya jemaat berjaga-jaga. Paulus sebagai rasul dan gembala menyerahkan jemaat kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya yang berkuasa membangun dan menganugerahkan segala yang telah ditentukan bagi mereka yakni kekudusan.

Paulus mengatakan himbauan ini bukan hanya dengan kata-katanya tetapi ia sendiri menunjukkannya dengan hidupnya yang nyata. Ia menggunakan seluruh potensi dirinya untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, membantu sesama yang miskin dan menderita. Bagi Paulus, adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. Hal lain adalah semangat persaudaraan sejati. Mereka berdoa bersama, menangisi perpisahan yang mengharukan. Paulus berpisah dengan jemaat di Efesus dengan perkataan yang sedih bahwa mereka tidak akan melihat mukanya lagi.

Perkataan Paulus ini mirip dengan amanat perpisahan Yesus dan para murid-Nya. Dalam doa sebagai Imam Agung, Yesus mengekspresikan perasaan-Nya dengan berkata: “Aku tidak ada lagi di dalam dunia dan Aku datang kepada-Mu.” (Yoh 17:11a). Yesus juga berpisah dengan para murid-Nya dan kembali kepada Bapa. Kepergian-Nya untuk duduk di sebelah kanan Allah Bapa bukan berarti Ia membiarkan para murid sebagai Gereja-Nya seperti anak yatim dan piatu. Ia tetap mau menyertai Gereja hingga akhir zaman. Itulah sebabnya, Ia menjanjikan Roh Kudus dan juga memohon supaya Bapa tetap memelihara Gereja-Nya. Inilah doa Yesus: “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” (Yoh 17:11).

Dalam doanya ini Yesus juga mengatakan bahwa Ia sudah memelihara Gereja dalam nama Bapa di surga sehingga dari mereka tidak ada yang tersesat dan binasa kecuali dia yang sudah ditentukan untuk binasa. Tuhan Yesus juga memberikan Firman-Nya sebagai kebenaran yang memerdekakan Gereja-Nya. Dengan doa dan harapan-Nya yang disampaikan kepada Tuhan ini maka sukacita Yesus menjadi sempurna di dalam Gereja.

Apakah ada sukacita di dalam hatimu? Apakah anda merasa bahagia di dalam hidupmu? Sabda Tuhan hari ini memberikan satu jawaban pasti bahwa sukacita Tuhan Yesus menjadi penuh di dalam hidup kita. Sukacita karena Tuhan mengasihi kita apa adanya. Terima kasih Tuhan Yesus, semoga sukacita-Mu juga menjadi penuh di dalam hidupku. Hari ini kita semua merasakan sebuah perpisahan yang bermakna. Tuhan beserta kita. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply